
KONTAN.CO.ID. Awal November 2025 membawa kembali tekanan bagi pasar kripto, dengan harga Bitcoin (BTC) yang kembali terkoreksi signifikan. Aset kripto terbesar di dunia ini anjlok sekitar 2% ke level US$ 107.000, memicu gelombang kekhawatiran akan potensi penurunan lebih dalam dan menembus batas psikologis krusial US$ 100.000.
Per Senin (3/11/2025) pukul 19.57 WIB, berdasarkan data dari Coinmarketcap, Bitcoin diperdagangkan di level US$ 107.738, mengalami koreksi sebesar 2,75% dalam 24 jam terakhir. Kemerosotan ini menandakan hilangnya seluruh kenaikan yang sempat tercipta di akhir pekan, seiring memburuknya sentimen pasar yang dipicu oleh tekanan makroekonomi global dan surutnya permintaan dari institusi, seperti yang terungkap dari data Cointelegraph Markets Pro dan TradingView.
Jika Bitcoin Runtuh, Nasib Ether dan XRP Akan Seperti Apa?
Melihat kondisi pasar yang bergejolak, trader kripto CrypNuevo menilai pekan ini berpotensi menjadi periode perdagangan paling menantang di kuartal IV-2025. “Kita mungkin berada dalam fase pergerakan mendatar (range-bound), dengan potensi retest di area bawah sekitar US$ 101.000—berimpit dengan rata-rata pergerakan eksponensial 50-minggu (50 EMA),” jelasnya di platform X, dilansir dari Cointelegraph. Trader lain, Daan Crypto Trades, menyoroti area likuiditas penting di US$ 105.000–106.000 serta US$ 117.000 sebagai zona harga yang sangat mungkin diuji oleh pasar dalam waktu dekat.
Analis Mark Cullen turut memperingatkan tentang prospek penurunan yang lebih tajam jika tekanan jual terus berlanjut. “Bitcoin terlihat lemah, dan area likuiditas di bawah tampak semakin menggoda,” tulisnya, mengindikasikan bahwa para pelaku pasar sedang mengincar level harga yang lebih rendah.
Reli Bitcoin Melambat Usai Rapat The Fed Bulan Lalu, Begini Proyeksi Akhir Tahunnya
Sentimen Pasar Melemah
Data dari CoinGlass mengonfirmasi bahwa harga Bitcoin telah melemah 2% di bulan November, melanjutkan kinerja buruk Oktober yang mencatat penurunan bulanan terparah sejak 2018. Indikator pasar derivatif pun turut mencerminkan pesimisme yang mendalam. Menurut Polymarket, peluang Bitcoin menutup bulan di atas US$ 120.000 hanya sebesar 33%, sementara peluang untuk bertahan di level US$ 115.000 sekitar 60%. Sementara itu, Indeks Crypto Fear & Greed masih terjebak di zona “fear,” yang secara gamblang menunjukkan kecenderungan pelaku pasar untuk menghindari risiko.
Namun, di tengah gelombang kekhawatiran ini, platform riset Santiment menawarkan pandangan kontrarian. Mereka menilai bahwa lonjakan prediksi harga di bawah US$ 100.000 justru bisa memicu relief rally dalam waktu dekat, mengingat pasar seringkali bergerak berlawanan arah dengan ekspektasi mayoritas.
Bitcoin Terkoreksi, Tapi Optimisme Masih Membara! Target US$122.000
Faktor Makro: Tarik Ulur The Fed dan Perdagangan Global
Di sisi makroekonomi, pasar saham global cenderung stabil berkat kabar positif dari kesepakatan dagang AS–China, yang mencakup penurunan tarif dan pencabutan pembatasan ekspor logam tanah jarang serta chip otomotif. Sayangnya, aset kripto belum mampu mengikuti momentum pemulihan ini. Analis Jordi Visser menilai bahwa korelasi Bitcoin dengan saham teknologi kini mulai terputus. “Sejak akhir 2024, Bitcoin tak lagi mengikuti pergerakan Nasdaq. Likuiditas dan appetite risiko menjadi penentu utama arah BTC,” tulisnya.
Dari sisi kebijakan moneter, CME FedWatch Tool menunjukkan peluang pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) pada Desember menurun menjadi 63%. Meskipun demikian, rencana penghentian quantitative tightening (QT) dinilai dapat menjadi faktor positif bagi likuiditas pasar keuangan secara keseluruhan, yang berpotensi memberikan sedikit angin segar bagi aset berisiko seperti kripto.
Pasar Kripto Terkonsolidasi Usai Keputusan The Fed dan Pertemuan Trump–Xi
Permintaan Institusional Melemah
Dinamika ini semakin diperparah dengan melemahnya minat dari investor institusional. Data dari Farside Investors mencatat bahwa ETF Bitcoin spot di AS mengalami net outflow selama tiga hari berturut-turut hingga 31 Oktober, dengan mayoritas penarikan berasal dari BlackRock iShares Bitcoin Trust (IBIT) senilai lebih dari US$ 500 juta. Pendiri Capriole Investments, Charles Edwards, menyebut kondisi ini sebagai sinyal negatif yang mengkhawatirkan. “Untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan, pembelian institusional bersih lebih rendah dari suplai harian hasil penambangan Bitcoin,” ungkapnya, menyoroti penarikan modal yang signifikan dari pasar.
Investor Ritel Menepi
Tekanan harga yang terus-menerus juga membuat investor ritel semakin mengurangi aktivitas di jaringan Bitcoin. Data CryptoQuant menunjukkan penurunan jumlah alamat aktif hingga 26% dalam setahun, dari 1,18 juta pada November 2024 menjadi 872.000 pada akhir Oktober 2025. Kontributor riset Carmelo Aleman menyebut penurunan ini sebagai tanda “retreat” investor ritel yang berdampak langsung pada lemahnya aktivitas jaringan.
Pasar Kripto Berdarah, Likuidasi Tembus US$ 1,1 Miliar Meski The Fed Pangkas Bunga
“Absennya investor ritel memperlambat siklus pasar alami, karena mereka biasanya menyediakan likuiditas dan dorongan emosional bagi pergerakan harga,” tulis Aleman. Sementara itu, analis Pelin Ay memperingatkan bahwa valuasi jaringan Bitcoin kini berada jauh di atas nilai wajarnya berdasarkan Metcalfe’s Law. Dengan rasio Network Value to Metcalfe (NVM) mencapai 2,97, Ay menilai Bitcoin tengah berada di zona overvalued dan berpotensi terkoreksi lebih lanjut hingga ke level US$ 98.500, memperkuat kekhawatiran akan penurunan yang lebih dalam.