RADARBISNIS – Panggung pasar modal kembali memanas dengan fenomena lonjakan harga saham PT Cakra Buana Resources Energi Tbk (CBRE). Saham yang pada awal tahun hanya dihargai Rp 19 per lembar ini, kini telah melesat gila-gilaan menembus Rp 620. Kenaikan lebih dari 3.000 persen secara year-to-date (ytd) tersebut tak pelak membuat banyak investor terheran-heran sekaligus tergiur untuk ikut serta dalam euforia ini.
Menyikapi volatilitas ekstrem ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) tidak tinggal diam. Seperti diberitakan oleh IDXChannel, saham CBRE sempat mengalami suspensi sejak 12 September 2025 karena kenaikan harga yang dinilai “tidak wajar”. Meskipun demikian, BEI akhirnya membuka kembali perdagangan CBRE pada Rabu (24/9), namun dengan pengawasan ketat.
Sebagai langkah pengendalian, BEI telah memindahkan saham CBRE ke Papan Pemantauan Khusus Full Call Auction (FCA). Mekanisme ini menerapkan sistem lelang penuh untuk setiap transaksi, bertujuan agar pergerakan harga lebih terkontrol dan transparan. Menariknya, pada penutupan perdagangan Sesi I, CBRE kembali menunjukkan performa impresif dengan melonjak 9,2 persen, ditutup pada harga Rp 680 per lembar.
Naik 3.000 Persen: Dari Saham Receh Menjadi Primadona
Angka kenaikan harga saham CBRE memang sungguh mengejutkan. Dalam kurun waktu sebulan terakhir, CBRE telah melesat 408 persen. Jika ditarik mundur tiga bulan, peningkatannya mencapai 638 persen, dan sejak Januari 2025, angka fantastis 3.000 persen telah terlampaui. Transformasi CBRE dari saham yang tadinya “receh” dan kurang diperhatikan, kini menjadikannya salah satu emiten paling diminati di papan perdagangan.
Tidak mengherankan jika pergerakan saham emiten energi ini kini menjadi pusat perhatian, baik bagi trader ritel maupun investor institusi. Sejumlah analis bahkan mulai menjuluki reli CBRE sebagai “the next multi-bagger stock” tahun ini, meskipun diiringi peringatan akan potensi risiko yang tidak kalah tinggi.
Rights Issue Ditunda, Rencana Dibatalkan dalam RUPSLB
Namun, di tengah gelombang euforia harga saham CBRE yang tak terbendung, perseroan justru mengambil langkah mengejutkan dengan menunda rencana rights issue yang sebelumnya telah diumumkan. Amanda Octania, Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan CBRE, secara tegas memastikan bahwa agenda tersebut telah dihapus dari mata acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang dijadwalkan pada 25 September 2025.
“Pelaksanaan rights issue akan diberitahukan kembali kepada pemegang saham apabila waktu pelaksanaannya telah ditetapkan perseroan di kemudian hari,” terang Amanda. Sebelumnya, CBRE berencana menerbitkan hingga 48 miliar saham baru melalui skema Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD). Penundaan mendadak ini tentu saja memantik pertanyaan di kalangan pasar: strategi jangka panjang apa yang sebenarnya tengah disiapkan oleh manajemen CBRE?
Belanja Kapal Rp 1,6 Triliun: Ambisi Ekspansi CBRE
Meskipun rights issue ditunda, hal itu tidak menghentikan ambisi ekspansi bisnis CBRE. Dalam agenda RUPSLB, perusahaan justru akan meminta restu pemegang saham untuk mengakuisisi satu unit kapal pipe-laying & lifting vessel bernama Hai Long 106. Akuisisi ini diperkirakan menelan biaya sebesar US$ 100 juta atau setara Rp 1,61 triliun, dan diyakini akan secara signifikan memperkuat segmen jasa energi lepas pantai CBRE, sekaligus membuka pintu bagi proyek-proyek baru yang lebih besar.
Tidak hanya itu, perseroan juga akan mengajukan permohonan persetujuan untuk penambahan kegiatan usaha baru. Ini mengindikasikan bahwa CBRE serius dalam upaya memperluas diversifikasi portofolio bisnisnya, tidak semata-mata bergantung pada sektor yang telah ada.
Investor Harus Waspada
Lonjakan harga saham CBRE yang memikat memang sangat menggoda banyak investor. Namun, penerapan mekanisme FCA serta kenaikan harga yang terlalu ekstrem seharusnya menjadi sinyal kewaspadaan. Tanpa adanya rencana rights issue dalam waktu dekat, pasar akan terus menantikan bagaimana skema pembiayaan untuk ekspansi pembelian kapal ini akan direalisasikan oleh manajemen.
Jika ekspansi bisnis CBRE ini berhasil dijalankan, CBRE berpotensi besar untuk naik level menjadi pemain kunci di industri jasa energi lepas pantai. Namun, jika ambisi ini tidak berjalan sesuai rencana, kenaikan harga yang terlampau cepat bisa berbalik menjadi risiko koreksi besar yang patut diwaspadai investor CBRE.
Ringkasan
Saham PT Cakra Buana Resources Energi Tbk (CBRE) mengalami lonjakan harga yang signifikan, naik lebih dari 3000% secara year-to-date. Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat melakukan suspensi dan memindahkan saham CBRE ke Papan Pemantauan Khusus Full Call Auction (FCA) untuk mengendalikan volatilitas harga. Meskipun demikian, saham CBRE tetap menunjukkan performa positif.
Di tengah kenaikan harga saham, CBRE justru menunda rencana rights issue yang sebelumnya telah diumumkan. Meskipun demikian, perusahaan tetap berencana melakukan ekspansi dengan mengakuisisi kapal pipe-laying & lifting vessel senilai Rp 1,61 triliun dan menambah kegiatan usaha baru. Investor disarankan untuk tetap waspada terhadap volatilitas harga saham CBRE.