Mengukuhkan komitmen menjaga kekayaan alam Indonesia, upaya pelestarian keanekaragaman hayati menjadi sorotan utama dalam sesi talkshow Green Colabs. Acara yang berlangsung di Taman Literasi Martha Tiahahu, Jakarta Selatan, pada Sabtu (23/8) ini mengusung tema “Dari Kota, Kembali ke Alam: Kolaborasi Merawat Keanekaragaman Hayati,” menekankan pentingnya sinergi berbagai pihak.
Dalam diskusi tersebut, Kukuh Indra Kusuma, Koordinator Fauna Biodiversity PT Freeport Indonesia (PTFI), menggarisbawahi dedikasi perusahaan terhadap riset biodiversitas di Papua. Riset ekstensif ini tidak hanya menegaskan komitmen mereka, tetapi juga telah membuahkan penemuan ilmiah krusial. Sejak 1997, PTFI telah aktif melakukan studi dasar biodiversitas di wilayah operasinya di Mimika, sebuah area strategis yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Lorentz, salah satu cagar alam dengan tingkat keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Dari upaya tak kenal lelah ini, lebih dari 130 spesies baru berhasil didokumentasikan, hasilnya telah diabadikan dalam buku dan artikel ilmiah yang dapat diakses publik secara gratis.
Kehadiran PTFI di Mimika turut membuka pintu bagi para peneliti, mengingat akses ke kawasan tersebut sebelumnya sangat terbatas. Kukuh menambahkan, “Dengan keberadaan kami, penelitian biodiversitas Papua dapat dilakukan lebih intensif.” Lebih jauh lagi, salah satu pencapaian PTFI yang paling menonjol adalah penemuan kembali New Guinea Singing Dog, anjing langka yang sempat diduga punah, di area dekat operasi perusahaan. Penemuan ini menjadi bukti nyata dampak positif keberadaan PTFI dalam mengungkap misteri keanekaragaman hayati Papua.
Riset lanjutan pada 2018 mengonfirmasi kemurnian genetik New Guinea Singing Dog yang ditemukan. Kemudian, pada 2022, kajian ekologi mendalam dilakukan untuk memahami habitat alaminya. “Kini, fokus utama kami adalah bagaimana memastikan konservasinya dapat berjalan berkelanjutan,” jelas Kukuh. Ia juga menyoroti bahwa transisi PTFI dari sistem tambang terbuka ke tambang bawah tanah secara signifikan berkontribusi pada upaya pelestarian habitat vital bagi satwa langka ini.
Baca juga:
- Katadata Green Collabs Blok M Digelar, Titik Awal Aksi Rawat Alam di Perkotaan
- Freeport Raih Penghargaan dari ITB usai Bantu Kelulusan Hingga Danai Riset
Prinsip keberlanjutan menjadi landasan bagi setiap rencana pengembangan PTFI. Kukuh menegaskan bahwa semua proyek harus melalui kajian ekologis yang ketat. Sebagai contoh, jika pembangunan fasilitas baru berpotensi mengganggu spesies flora atau fauna terancam punah, perusahaan akan mencari alternatif inovatif. “Kebutuhan akomodasi karyawan kami siasati dengan pembangunan vertikal, sehingga tidak perlu membuka area baru. Semua langkah ini diambil demi menjaga keseimbangan harmonis antara operasi perusahaan dan upaya konservasi,” paparnya. Dedikasi PTFI dalam pelestarian keanekaragaman hayati juga diakui secara internasional. Mereka berhasil meraih penghargaan Program Konservasi Mamalia Terbaik dari Wildlife Habitat Council (WHC) pada konferensi WHC 2024 di New Orleans, Louisiana. Penghargaan bergengsi ini diberikan atas komitmen PTFI dalam melestarikan New Guinea Singing Dog, yang dikenal sebagai spesies anjing paling langka di dunia, serta atas peran aktifnya dalam meningkatkan kesadaran konservasi melalui kolaborasi multipihak dengan masyarakat, akademisi, dan pemerintah.
Beralih ke konteks lain dalam upaya pelestarian, sesi talkshow juga menghadirkan Jemmy Chayadi, Head of Sustainability Djarum Foundation. Ia menyoroti urgensi pelestarian macan tutul Jawa, yang kini menjadi predator puncak terakhir di Pulau Jawa, menyusul punahnya harimau Jawa pada era 1990-an. “Jika macan tutul Jawa punah, keseimbangan ekosistem di Jawa akan terganggu secara serius,” tegasnya. Oleh karena itu, Djarum Foundation aktif mendukung sensus satwa liar nasional dan mengajak perusahaan-perusahaan lain untuk turut serta dalam menjaga kelangsungan hidup spesies kunci ini.
Representasi dari organisasi konservasi nirlaba, Priscilla Christine, Direktur Komunikasi dan Sekretaris Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), memberikan peringatan mengenai ancaman krisis ganda yang sedang dihadapi dunia: perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati. YKAN telah merespons krisis ini melalui strategi kolaborasi multipihak yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan komunitas lokal di wilayah program konservasinya. “Meskipun tantangan ini kompleks dan tidak dapat diselesaikan dengan cepat, kami melihat kemajuan yang signifikan: satwa mulai terlindungi dan kerusakan alam dapat diminimalkan. Kunci utama keberhasilan terletak pada kolaborasi yang kuat dari berbagai pihak,” papar Priscilla. Untuk meningkatkan kesadaran publik, YKAN juga gencar menggalakkan kampanye melalui inisiatif seperti “Life Music: Suara Alam Nusantara,” sebuah koleksi rekaman suara alam Indonesia yang kini dapat dinikmati di Spotify dan YouTube.
Secara keseluruhan, diskusi dalam Green Colabs secara tegas menyimpulkan bahwa upaya konservasi keanekaragaman hayati yang berkelanjutan hanya dapat terwujud melalui semangat kolaborasi. PTFI telah menunjukkan kontribusi monumental melalui riset dan program konservasinya di Papua; Djarum Foundation memperkuat pelestarian satwa kunci di Jawa; sementara YKAN aktif menghubungkan masyarakat dengan keindahan alam melalui kampanye kesadaran publik yang inovatif. Sinergi antara sektor swasta, organisasi nirlaba, dan komunitas lokal ini menjadi penegas bahwa pelestarian kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia adalah tanggung jawab kolektif yang harus diemban bersama, mewujudkan semangat “dari kota, kembali ke alam.”