Scoot.co.id – JAKARTA. Pasar komoditas energi menunjukkan tren pelemahan yang signifikan, dengan harga minyak, gas alam, dan batubara kompak terkoreksi. Berbagai sentimen global, mulai dari ketidakpastian geopolitik hingga kekhawatiran perlambatan ekonomi, menjadi pemicu utama di balik penurunan harga komoditas energi tersebut.
Menurut data dari Trading Economics per Rabu (13/8/2025) pukul 17.00 WIB, harga minyak WTI tercatat turun 0,64% secara harian menjadi US$ 62,76 per barel. Pelemahan ini semakin terasa dalam sepekan terakhir, dengan total koreksi mencapai 2,79%. Tidak hanya minyak, harga gas alam juga tertekan, melemah 0,24% harian ke level US$ 2,80/MMBtu dan anjlok 8,96% dalam sepekan. Sementara itu, harga batubara turun 0,49% secara harian, mencapai US$ 111,70 per ton, dengan koreksi mingguan sebesar 2,70%.
Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures, Nanang Wahyudin, menguraikan sejumlah sentimen yang membebani harga minyak. Pasar saat ini cenderung “wait-and-see”, menantikan data resmi dari Badan Informasi Energi (EIA) AS serta hasil pertemuan krusial antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Pertemuan ini berpotensi memengaruhi persepsi terhadap pasokan minyak global, terutama terkait sanksi Rusia. Nanang juga menyoroti dampak ketegangan perdagangan, termasuk penerapan tarif oleh AS, yang memicu kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global dan berisiko menekan permintaan minyak secara signifikan.
Nanang menambahkan, penurunan harga minyak WTI didorong oleh kombinasi indikasi melemahnya permintaan global, yang tercermin dari peningkatan stok dan kapasitas kilang yang lebih besar. Selain itu, sentimen negatif turut dipicu oleh ketidakpastian geopolitik dan kebijakan perdagangan yang fluktuatif. Prospek harga minyak ke depan diperkirakan akan terus melemah jika stok global terus meningkat dan permintaan tetap lesu, berpotensi menekan harga di bawah US$60 per barel.
Kendati demikian, Nanang juga mengidentifikasi potensi kenaikan harga minyak dalam jangka pendek. Gangguan pasokan yang tak terduga atau lonjakan permintaan yang mengejutkan, ditambah dengan memanasnya kondisi geopolitik dan konflik, dapat memicu rebound harga. Selain itu, kebijakan pelonggaran moneter dari pemerintah Amerika Serikat yang menyebabkan pelemahan dolar AS juga dapat mendorong harga minyak untuk kembali menguat. Pelemahan dolar saat ini terutama disebabkan oleh surplus pasokan dan permintaan yang masih lemah.
Dari sisi analisis teknikal, Nanang menjelaskan bahwa harga minyak telah memasuki zona oversold, membuka peluang untuk rebound teknikal ke area US$ 62 – US$ 63 per barel. Namun, jika terjadi breakout di bawah US$ 62, zona pelemahan lanjutan dapat terjadi hingga US$ 59 – US$ 57 per barel. Sebaliknya, breakout di atas US$ 64 dapat membuka jalur kenaikan lebih lanjut menuju US$ 66 per barel.
Bergeser ke komoditas lain, Analis Mata Uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyoroti bahwa harga batubara saat ini berada pada titik resistensi yang tinggi, menyulitkan kenaikan lebih lanjut. Produksi batubara di China terus meningkat, ironisnya di tengah upaya pemerintah Tiongkok untuk mengurangi kapasitas manufaktur yang berlebihan. Bersamaan dengan itu, konsumsi batubara di China justru menunjukkan tren penurunan. Lukman memproyeksikan harga batubara akan berkisar antara US$ 90 hingga US$ 100 per ton pada akhir tahun.
Sementara itu, harga gas alam terus mengalami tekanan penurunan akibat lemahnya permintaan selama musim panas dan rekor produksi di Amerika Serikat. Potensi kenaikan harga dapat muncul apabila musim dingin di akhir tahun ternyata lebih dingin dari perkiraan, yang akan mendorong peningkatan permintaan. Lukman memperkirakan harga gas alam akan berada di kisaran US$ 3 hingga US$ 3.3 per MMBtu pada akhir tahun, meskipun level harga tersebut kemungkinan hanya akan bertahan selama periode permintaan musim dingin.
Secara keseluruhan, Lukman Leong menyimpulkan bahwa minyak mentah dan batubara masih berada dalam tren bearish atau pelemahan. Sebaliknya, gas alam diprediksi akan menunjukkan fluktuasi harga yang signifikan seiring dengan pergeseran permintaan musiman.
Ringkasan
Harga komoditas energi seperti minyak, gas alam, dan batubara mengalami penurunan signifikan akibat sentimen global seperti ketidakpastian geopolitik dan kekhawatiran perlambatan ekonomi. Data terbaru menunjukkan penurunan harian dan mingguan pada harga minyak WTI, gas alam, dan batubara. Analis menyebutkan bahwa pasar cenderung “wait-and-see” menunggu data resmi dan hasil pertemuan penting yang dapat mempengaruhi pasokan global.
Prospek harga minyak diperkirakan akan terus melemah jika stok global meningkat dan permintaan tetap lesu, meskipun potensi kenaikan jangka pendek dapat dipicu oleh gangguan pasokan atau lonjakan permintaan. Harga batubara sulit naik karena produksi di China meningkat sementara konsumsi menurun. Gas alam tertekan karena permintaan lemah, namun berpotensi naik jika musim dingin lebih dingin dari perkiraan. Secara umum, minyak mentah dan batubara masih dalam tren penurunan, sementara gas alam fluktuatif.