Harga Komoditas Energi Kompak Melemah, Begini Sentimennya hingga Akhir Tahun

JAKARTA – Pasar komoditas energi global kembali menunjukkan tren pelemahan signifikan. Harga minyak, gas alam, dan batubara tertekan oleh kondisi oversupply atau kelebihan pasokan yang melimpah, diperparah oleh penurunan permintaan di pasar dunia.

Merujuk data dari Trading Economics pada Minggu, 14 September 2025, pukul 17.55 WIB, dinamika harga komoditas utama menunjukkan fluktuasi yang menarik. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) tercatat di US$ 62,560 per barel. Meskipun menguat 0,43% secara harian dan 1,12% secara mingguan, harganya masih terkoreksi 0,14% dalam sebulan terakhir.

Di saat yang sama, harga gas alam berada di US$ 2,9552 per MMBtu. Komoditas ini menunjukkan kenaikan 1,01% secara harian, namun secara mingguan terkoreksi 3,04% dan anjlok 4,50% dalam sebulan. Sementara itu, harga batubara bertengger di US$ 100,70. Angka ini mencerminkan penurunan 0,20% secara harian, anjlok 6,37% secara mingguan, dan telah terkoreksi tajam hingga 9,93% selama sebulan penuh.

Menanggapi kondisi ini, Sutopo Widodo, Presiden Komisioner HFX Internasional Berjangka, memaparkan analisisnya kepada Kontan pada Jumat, 12 September 2025. Untuk minyak WTI, pelemahan harga terutama dipicu oleh kekhawatiran atas penurunan permintaan dari Amerika Serikat. Sentimen bearish ini diperparah oleh anomali data persediaan minyak mentah AS yang secara tak terduga mengalami kenaikan.

Adapun untuk batubara, Sutopo memandang harganya anjlok signifikan akibat lesunya permintaan global, khususnya dari pasar-pasar besar seperti India dan Tiongkok, yang mengakibatkan penurunan impor. Penurunan produksi baja global, ditambah tingginya pasokan domestik di pasar utama, turut memberikan tekanan berat pada harga komoditas ini.

Sementara itu, harga gas alam mengalami penurunan yang dipicu oleh data penyimpanan yang melimpah ruah dan melemahnya permintaan ekspor LNG. Kondisi ini terjadi meskipun proyeksi cuaca sebenarnya menunjukkan potensi peningkatan permintaan di masa mendatang.

Melangkah ke depan, prospek harga komoditas energi dalam jangka pendek menurut Sutopo akan memiliki dinamikanya sendiri. Dalam jangka pendek, harga minyak global masih berpotensi mendapat dukungan dari ketegangan geopolitik yang berkelanjutan di Timur Tengah dan Ukraina, yang dapat menimbulkan risiko terhadap pasokan global. Namun, untuk batubara, sentimen bearish diperkirakan akan terus berlanjut apabila permintaan global, terutama dari kawasan Asia, tidak menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang signifikan. Adapun gas alam, pergerakan harganya akan sangat bergantung pada kecepatan pemulihan permintaan ekspor LNG, serta bagaimana tingkat penyimpanan berkembang menjelang datangnya musim dingin.

Pada horizon jangka panjang, Sutopo memproyeksikan bahwa prospek komoditas energi secara keseluruhan akan cenderung volatil dan penuh ketidakpastian. Minyak WTI diprediksi akan berada di bawah tekanan akibat ketidakpastian kebijakan OPEC+, namun potensi risiko pasokan global dapat menjadi faktor penopang. Sedangkan batubara akan tetap menghadapi tekanan, kecuali terjadi lonjakan permintaan tak terduga yang dapat mengubah arah tren. Sementara gas alam, harganya berpeluang kembali menguat jika permintaan ekspor mengalami peningkatan substansial dan cuaca musim dingin menjadi lebih ekstrem dari perkiraan.

Mengakhiri analisisnya, Sutopo menaksir bahwa hingga akhir tahun ini, harga minyak WTI diperkirakan akan bergerak di rentang US$ 51–US$ 75 per barel. Sementara batubara diproyeksikan berada di kisaran US$ 90 hingga US$ 110 per ton, dan gas alam diperkirakan akan stabil di level US$ 3 hingga US$ 4 per MMBtu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *