Scoot.co.id HOUSTON – Pasar minyak mentah global kembali menunjukkan dinamika yang signifikan. Harga minyak ditutup menguat lebih dari US$1 per barel pada Rabu (10/9/2025), didorong oleh eskalasi kekhawatiran geopolitik. Pemicu utama kenaikan ini adalah insiden penembakan jatuh drone di wilayah udara Polandia, ditambah dengan langkah Amerika Serikat yang gencar mendorong sanksi baru terhadap para pembeli minyak dari Rusia.
Meskipun demikian, lonjakan mengejutkan dalam persediaan minyak di Amerika Serikat berhasil meredam momentum penguatan harga tersebut. Kontrak berjangka minyak Brent ditutup naik US$1,10 atau 1,7% menjadi US$67,49 per barel, sementara patokan Amerika, West Texas Intermediate (WTI), menguat US$1,04 atau 1,7% ke level US$63,67 per barel.
Ketegangan geopolitik mencapai puncaknya setelah Polandia, negara anggota NATO, mengonfirmasi penembakan jatuh sebuah drone Rusia di tengah serangan yang terjadi di Ukraina barat. Insiden ini menambah daftar panjang kekhawatiran pasar. Sehari sebelumnya, harga minyak juga sempat menguat tipis 0,6% menyusul serangan Israel terhadap pimpinan Hamas di Doha, Qatar, menandakan sensitivitas pasar terhadap konflik regional.
Harga Minyak Dunia Naik Kamis (29/5) Pagi, Brent ke US$65,71 dan WTI ke US$62,62
Meskipun terjadi gejolak, kenaikan harga minyak yang dipicu oleh faktor geopolitik seringkali bersifat sementara, mengingat pasar belum menghadapi ancaman nyata terhadap pasokan. Analis dari SEB menggarisbawahi bahwa pasar global masih dihantui oleh kekhawatiran kelebihan pasokan. Mereka menjelaskan, “Risiko geopolitik biasanya tidak bertahan lama kecuali jika benar-benar terjadi gangguan serius pada rantai pasokan minyak.”
Di tengah dinamika geopolitik, Presiden AS Donald Trump mengambil langkah agresif dengan mendesak Uni Eropa untuk memberlakukan tarif 100% terhadap China dan India. Kedua negara ini merupakan pembeli utama minyak Rusia, dan langkah tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan tekanan pada Moskow agar bersedia berunding terkait konflik di Ukraina. Namun, sinyal dari sumber-sumber Uni Eropa mengindikasikan bahwa blok tersebut kecil kemungkinannya akan menjatuhkan tarif seberat itu kepada kedua raksasa ekonomi Asia tersebut.
Sementara itu, dari ranah kebijakan moneter, pasar dengan cermat memantau Federal Reserve. Ada ekspektasi kuat bahwa bank sentral AS tersebut akan memangkas suku bunga pada pertemuan 16–17 September, sebuah langkah yang berpotensi memacu aktivitas ekonomi dan secara langsung meningkatkan permintaan minyak. Senada, Menteri Energi AS Chris Wright memprediksi bahwa permintaan minyak global akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dunia, meskipun produksi domestik AS diperkirakan stagnan untuk sementara waktu.
Harga Minyak Dunia Naik Tipis Selasa (15/4), Ditopang Ekspektasi Keringanan Tarif AS
Namun, di tengah berbagai spekulasi dan pergerakan harga sebelumnya, laporan terbaru dari Badan Informasi Energi (EIA) justru mengirimkan sinyal bearish yang kuat ke pasar. Pada pekan yang berakhir 5 September, stok minyak mentah AS secara mengejutkan melonjak 3,9 juta barel, sangat kontras dengan perkiraan analis yang memprediksi penurunan 1 juta barel. Tidak hanya itu, stok bensin juga naik 1,5 juta barel, jauh melampaui ekspektasi penurunan 200 ribu barel. Lebih lanjut, persediaan distilat—meliputi solar dan minyak pemanas—mengalami lonjakan signifikan sebesar 4,7 juta barel, jauh melampaui perkiraan kenaikan hanya 35 ribu barel.
John Kilduff, seorang analis dari Again Capital, dengan tegas menyatakan, “Ini adalah laporan yang sangat bearish. Kenaikan stok minyak mentah, ditambah lonjakan besar pada persediaan bensin dan distilat, mengindikasikan pelemahan. Setelah berakhirnya musim liburan musim panas, permintaan bensin diperkirakan akan anjlok.”
Kilduff juga menambahkan bahwa melemahnya permintaan bensin, ditambah dengan data ekonomi AS yang menunjukkan perlambatan, terutama di sektor pasar tenaga kerja, dapat menjadi indikator awal melambatnya perekonomian Amerika Serikat dan global secara keseluruhan.
Harga Minyak Dunia Naik Selasa (9/9) Pagi: Brent ke US$66,24 & WTI ke US$62,50
Sebagai catatan penutup, EIA sebelumnya telah mengeluarkan peringatan bahwa harga minyak global berpotensi tertekan dalam beberapa bulan mendatang. Peringatan ini didasarkan pada proyeksi peningkatan produksi dari OPEC+ (Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, termasuk Rusia), yang dapat memperburuk situasi kelebihan pasokan di pasar.