JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) berhasil ditutup menguat pada Kamis (28/8/2025) sore. Kenaikan ini terjadi di tengah sentimen *wait and see* para pelaku pasar yang tengah menanti rilis data inflasi penting dari Amerika Serikat (AS) pada Jumat (29/8/2025).
Pada penutupan perdagangan, IHSG berhasil mengakhiri hari dengan kenaikan 15,91 poin atau 0,20 persen, memarkir diri di level 7.952,09. Namun, performa berbeda ditunjukkan oleh kelompok 45 saham unggulan yang tergabung dalam indeks LQ45, yang justru terkoreksi 1,90 poin atau 0,23 persen, berakhir di posisi 811,57.
Melihat dinamika pasar ini, Analis Phintraco Sekuritas, Ratna Lim, memberikan proyeksi. Dalam kajiannya di Jakarta, Kamis, ia memperkirakan IHSG berpotensi menghadapi tekanan dan melemah menuju *level support* 7.900 pada perdagangan Jumat (29/8), seiring dengan antisipasi pasar terhadap data ekonomi global.
Fokus utama para pelaku pasar global tertuju pada rilis data inflasi kunci dari Amerika Serikat (AS), yakni *Personal Consumption Expenditures* (PCE) Price periode Juli 2025. Data yang diperkirakan stabil di level 0,3 persen secara *month to month* (mtm) ini akan menjadi indikator penting dalam membentuk sentimen pasar ke depan.
Tidak hanya dari AS, perhatian investor juga meluas ke kawasan Eropa dan Asia. Dari Eropa, Jerman akan merilis data penjualan ritel Juli 2025 yang diperkirakan turun 0,4 persen (mtm) dari sebelumnya naik 1 persen pada Juni 2025. Selain itu, data inflasi Jerman periode Agustus 2025 juga akan dirilis, dengan proyeksi kenaikan menjadi 2,1 persen dari 2 persen pada Juli 2025.
Di kawasan Asia, pelaku pasar mencermati langkah bank sentral Korea Selatan yang mempertahankan suku bunga acuan di level 2,5 persen untuk kedua kalinya secara berturut-turut, sesuai dengan ekspektasi pasar. Di samping itu, data kepercayaan konsumen Jepang untuk Agustus 2025 juga dinantikan, yang diperkirakan sedikit menurun ke level 33,5 dari 33,7 pada Juli 2025, melanjutkan tren penurunan dari bulan sebelumnya.
Selama sesi perdagangan, IHSG menunjukkan ketahanan yang baik. Dibuka menguat, indeks ini berhasil mempertahankan posisinya di teritori positif hingga penutupan sesi pertama, dan terus “betah” di zona hijau hingga akhir perdagangan.
Analisis lebih lanjut berdasarkan Indeks Sektoral IDX-IC menunjukkan dominasi penguatan di sepuluh sektor. Sektor industri memimpin dengan lonjakan 2,47 persen, disusul oleh sektor teknologi dan sektor barang konsumen nonprimer yang masing-masing tumbuh 1,63 persen dan 1,47 persen. Di sisi lain, hanya satu sektor yang harus terkoreksi, yaitu sektor infrastruktur, yang turun tipis 0,79 persen.
Dalam daftar saham-saham yang mengalami penguatan terbesar tercatat GZCO, ATLA, BSBK, CPRO, dan ADCP. Sementara itu, saham-saham yang mencatatkan pelemahan terbesar meliputi VERN, MPXL, NAYZ, SOUL, dan CBUT.
Aktivitas perdagangan saham pada hari tersebut tercatat sangat ramai, dengan frekuensi mencapai 2.082.983 kali transaksi. Total volume saham yang diperdagangkan mencapai 44,47 miliar lembar, senilai Rp 16,62 triliun. Secara rinci, sebanyak 377 saham mengalami kenaikan harga, 288 saham mengalami penurunan, dan 140 saham stagnan.
Di kancah bursa saham regional Asia, pergerakan indeks menunjukkan variasi. Nikkei Jepang ditutup menguat 321,73 poin atau 0,76 persen ke level 42.842,00. Sementara itu, Hang Seng Hong Kong melemah 202,94 poin atau 0,81 persen ke 24.988,82. Di Tiongkok, indeks Shanghai tampil perkasa dengan kenaikan 43,25 poin atau 1,14 persen mencapai 3.843,60, dan Strait Times Singapura juga menguat 8,78 poin atau 0,21 persen ke 4.254,35.
Ringkasan
IHSG berhasil ditutup menguat 15,91 poin atau 0,20 persen ke level 7.952,09 pada perdagangan Kamis, di tengah antisipasi rilis data inflasi AS. Sektor industri menjadi pemimpin penguatan dengan kenaikan 2,47 persen, sementara sektor infrastruktur menjadi satu-satunya sektor yang terkoreksi.
Analis memperkirakan IHSG berpotensi melemah ke level support 7.900 pada perdagangan Jumat, menanti data inflasi AS dan data ekonomi dari Eropa dan Asia. Bursa saham regional Asia menunjukkan variasi, dengan Nikkei menguat dan Hang Seng melemah.