JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus memancarkan daya tarik investasi dengan valuasi yang kompetitif dibandingkan pasar saham di kawasan regional. Meskipun mencatatkan jual bersih (net sell) sebesar Rp 1,12 triliun dari investor asing pada penutupan perdagangan Jumat (29/8/2025) di level 7.839,49, sentimen positif tetap dominan. Secara bulanan, arus modal asing justru menunjukkan akumulasi beli bersih (net buy) yang substansial, mencapai Rp 10,82 triliun, menandakan kepercayaan berkelanjutan terhadap pasar domestik.
Adrian Joezer, Head of Equity Research and Strategy Mandiri Sekuritas, mengamati bahwa lonjakan aliran dana asing ini bukanlah fenomena yang terisolasi di Indonesia. Tren serupa juga terlihat di berbagai pasar saham global. Sebagai contoh, per 20 Agustus 2025, pasar saham Jepang berhasil menarik dana asing sebesar US$ 21,39 miliar dalam sebulan, sementara Korea Selatan menyerap US$ 1,83 miliar, menunjukkan pergeseran minat investor global ke aset berisiko.
Menurut Joezer, derasnya arus dana asing ini didorong oleh beberapa faktor makroekonomi fundamental. Sentimen kuat terhadap potensi penurunan suku bunga The Federal Reserve pada pertemuan FOMC September 2025, ditambah dengan pelemahan dolar AS, telah menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perpindahan modal. Lebih lanjut, penurunan imbal hasil obligasi (yield bond) semakin mendorong likuiditas untuk beralih ke pasar saham, mencari pengembalian yang lebih atraktif. Di Indonesia, fenomena ini diperkuat oleh persepsi investor bahwa IHSG, dengan imbal hasilnya yang relatif tertinggal dan sempat tertekan pada paruh pertama 2025, kini menawarkan ruang pertumbuhan yang signifikan.
Tidak hanya itu, Joezer juga menyoroti ekspektasi masuknya beberapa saham unggulan Indonesia ke dalam indeks global bergengsi seperti MSCI sebagai katalis positif yang kuat. Potensi rebalancing MSCI ini telah memicu minat investor dan pergerakan harga saham, sebuah fenomena yang sudah mulai terdeteksi sejak pekan lalu dan sigap dimanfaatkan oleh pelaku pasar untuk mengoptimalkan portofolio mereka.
Dari perspektif valuasi, Joezer menegaskan bahwa IHSG masih sangat atraktif. Berdasarkan perhitungan Mandiri Sekuritas, IHSG saat ini diperdagangkan dengan rasio harga terhadap laba (PE ratio) yang menarik di level 11,6 kali, serta menawarkan dividend yield sebesar 5,6%. Angka ini menjadi lebih menarik ketika melihat segmen saham-saham berkapitalisasi besar atau blue chip yang tergabung dalam indeks IDX30. Valuasi IDX30 berada pada PE 10,6 kali dengan proyeksi dividend yield yang bahkan lebih tinggi, mencapai 5,9%, mengindikasikan peluang investasi yang solid.
Joezer menyimpulkan bahwa masih terbuka lebar ruang peningkatan valuasi bagi pasar saham domestik. Fenomena penurunan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) dan obligasi menjadikan saham-saham blue chip, khususnya, pilihan yang sangat menarik. Hal ini karena saham blue chip mampu menawarkan potensi imbal hasil yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga saat ini, menjadikannya magnet bagi investor yang mencari pertumbuhan dan stabilitas di tengah dinamika pasar global.
Ringkasan
IHSG menunjukkan daya tarik investasi dengan valuasi kompetitif, meskipun terjadi net sell Rp 1,12 triliun dari investor asing pada 29 Agustus 2025. Namun, secara bulanan, terjadi net buy Rp 10,82 triliun, menunjukkan kepercayaan investor terhadap pasar domestik. Aliran dana asing ini juga terjadi di pasar global, didorong oleh potensi penurunan suku bunga The Federal Reserve dan pelemahan dolar AS.
Faktor lain yang mendukung adalah ekspektasi masuknya saham Indonesia ke indeks global MSCI dan valuasi IHSG yang atraktif, dengan PE ratio 11,6 kali dan dividend yield 5,6%. Saham blue chip di IDX30 bahkan lebih menarik dengan PE ratio 10,6 kali dan dividend yield 5,9%, menawarkan potensi imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan SBN dan obligasi.