Scoot.co.id , JAKARTA — Pasar saham Indonesia menghadapi tekanan signifikan dengan derasnya arus keluar dana asing, sebuah fenomena yang kontras dengan ketahanan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang masih mampu bertahan di zona hijau. Sepanjang tahun berjalan 2025, investor asing tercatat telah menarik dana hingga puluhan triliun rupiah dari Bursa Efek Indonesia (BEI), menimbulkan pertanyaan mengenai keberlanjutan tren ini.
Data dari BEI menunjukkan bahwa tekanan jual bersih atau net sell asing terus berlanjut. Pada perdagangan kemarin, Rabu (15/10/2025), pasar saham Indonesia membukukan net sell asing sebesar Rp1,39 triliun. Angka ini menambah total net sell asing yang telah mencapai Rp53,96 triliun sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) sejak perdagangan perdana 2025, menggarisbawahi skala penarikan modal oleh investor global.
Dampak dari aksi jual investor asing ini terasa kuat pada saham-saham berkapitalisasi besar. Tercatat, dua bank jumbo, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI), menjadi sasaran utama. BBCA mencatatkan net sell asing fantastis sebesar Rp32,16 triliun, disusul oleh BMRI dengan net sell asing mencapai Rp17,73 triliun.
: IHSG Dibuka Menguat 0,19% ke 8.066, Saham CBRE, PTRO hingga AMMN Kompak Hijau
Paradoksnya, di tengah derasnya arus keluar dana asing dan tekanan pada saham-saham unggulan, IHSG masih menunjukkan ketahanan luar biasa. Indeks tercatat kokoh di zona hijau, berhasil menguat 13,72% secara year to date hingga mencapai level 8.051,17 pada penutupan perdagangan kemarin.
Rully Arya Wisnubroto, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, menjelaskan bahwa eksodus dana asing ini dipicu oleh beragam faktor, terutama kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi domestik. “Kekhawatiran dari asing belum berakhir, terutama terkait kekhawatiran fiskal yang prudent. Ketika mereka [asing] masuk juga akan melihat kondisi rupiah. Kalau risiko fiskal gede, rupiah terdepresiasi, mereka akan mikir-mikir,” ujar Rully dalam acara Media Day Mirae Asset Sekuritas Indonesia pada Kamis (16/10/2025), menyoroti sensitivitas investor asing terhadap stabilitas fiskal dan nilai tukar rupiah.
Dengan ditariknya modal oleh investor asing, pasar saham Indonesia kini mayoritas ditopang oleh kekuatan investor ritel domestik. Ketahanan IHSG di zona hijau, ironisnya, sebagian besar didorong oleh kinerja cemerlang saham-saham multibagger besutan para konglomerat besar. Ini berbanding terbalik dengan saham-saham bank jumbo, yang biasanya menjadi penopang utama indeks, namun tahun ini justru tidak menunjukkan performa optimal.
Rully menambahkan, saham-saham yang menjadi motor penggerak indeks ini memiliki valuasi yang sudah sangat tinggi. “Saham-saham penggerak valuasinya sudah mahal, dari saham-saham konglomerat Prajogo Pangestu, Sinarmas, hingga Salim. PE [price to earning] ratio sudah ratusan kali. Sementara fundamental stagnan,” jelasnya, mengindikasikan bahwa kenaikan harga tidak sejalan dengan perbaikan fundamental perusahaan.
: : IHSG Uji Level Support 8.000 Hari Ini, ANTM hingga TLKM Masuk Radar Analis
Menanggapi potensi dampak jangka panjang, Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, mewanti-wanti bahwa jika arus dana asing terus meninggalkan pasar saham Indonesia, konsekuensinya akan sangat signifikan. Saham-saham big caps, khususnya yang memiliki porsi kepemilikan asing besar, diprediksi akan menjadi pihak yang paling tertekan. “Secara keseluruhan, indeks IHSG juga bisa turun lebih dalam, karena sentimen negatif yang menyebar luas akan mendorong investor untuk mengamankan dana mereka ke instrumen yang lebih defensif,” ungkap Ekky, memperingatkan adanya pergeseran investasi ke aset yang lebih aman.
Selain ancaman terhadap stabilitas pasar saham, arus keluar dana asing ini juga berpotensi memberikan tekanan berat pada nilai tukar rupiah. Dalam skenario ekstrem, hal ini bahkan dapat menguras cadangan devisa Bank Indonesia, mengingat perlunya intervensi untuk menjaga stabilitas mata uang domestik.
Meskipun demikian, Ekky menambahkan catatan penting: “Namun, penting dicatat bahwa dampak tersebut akan menjadi lebih besar jika tren outflow ini berlangsung terus-menerus tanpa diimbangi sentimen positif baru,” pungkasnya, menunjukkan bahwa keberadaan katalis positif baru sangat krusial untuk membalikkan keadaan.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Pasar saham Indonesia menghadapi tekanan akibat arus keluar dana asing yang mencapai puluhan triliun rupiah sepanjang tahun 2025. Saham-saham berkapitalisasi besar seperti BBCA dan BMRI menjadi target utama penjualan asing, namun IHSG tetap bertahan di zona hijau. Kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi domestik, terutama terkait fiskal dan nilai tukar rupiah, menjadi pemicu eksodus dana asing ini.
Ketahanan IHSG didorong oleh kinerja saham-saham konglomerat, yang memiliki valuasi tinggi, sementara saham bank jumbo kurang optimal. Analis mewaspadai dampak jangka panjang jika arus keluar dana asing berlanjut, yang dapat menekan saham big caps, IHSG, dan nilai tukar rupiah, sehingga memerlukan sentimen positif baru untuk membalikkan tren ini.