Industri multifinance menghadapi paruh pertama tahun 2025 dengan kinerja yang bergejolak, menunjukkan gambaran yang bervariasi di antara para pemainnya. Meskipun beberapa emiten berhasil mencatatkan pertumbuhan laba yang positif, tak sedikit pula yang harus menelan pil pahit penurunan kinerja, bahkan hingga mengalami kerugian.
Menyelami lebih dalam fluktuasi ini, Ekky Topan, seorang Investment Analyst dari Infovesta Kapital Advisori, menyoroti beberapa faktor krusial yang membentuk lanskap kinerja industri multifinance di semester I-2025. Menurutnya, belum optimalnya pemulihan permintaan kredit menjadi pemicu utama. “Daya beli masyarakat masih tertahan,” jelas Ekky kepada Kontan pada Rabu (6/8/2025). Ia menambahkan, “Di sisi lain, peningkatan risiko gagal bayar juga kian menjadi perhatian serius bagi sektor ini.”
Tak hanya itu, sengitnya persaingan dari pemain fintech dan digital lending yang kian agresif turut memangkas pangsa pasar multifinance tradisional. Fenomena ini, menurut Ekky, secara signifikan berdampak pada performa industri pembiayaan secara menyeluruh.
Namun, di tengah gelombang tekanan yang membayangi, Ekky Topan secara khusus menyoroti PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) sebagai emiten dengan kinerja paling tangguh. BFIN, di antara deretan perusahaan pembiayaan yang telah melaporkan kinerja semester I-2025, menunjukkan soliditas yang patut diapresiasi.
BFIN berhasil membukukan pertumbuhan laba bersih yang impresif, mencapai sekitar 11,1% secara tahunan (year-on-year) menjadi Rp 762,29 miliar per Juni 2025. Ekky menjelaskan bahwa lonjakan laba BFIN ini didorong oleh strategi efisiensi yang matang serta model bisnis yang adaptif dan fleksibel, khususnya kontribusi dari porsi operasional non-direct financing dalam portofolio mereka.
“Jadi meskipun permintaan kredit secara umum menurun, BFIN masih mampu mempertahankan kinerja keuangan mereka dengan sangat baik,” pungkas Ekky.
Melihat prospek dan valuasinya, Ekky Topan secara tegas merekomendasikan saham BFIN untuk dikoleksi (buy). Ia menetapkan target harga jangka pendek hingga menengah pada kisaran Rp 950 hingga Rp 1.000 per saham, mengindikasikan potensi penguatan yang menjanjikan.
Ke depan, sentimen positif yang diharapkan dapat menjadi katalis bagi industri multifinance, khususnya BFIN, adalah potensi penurunan suku bunga lanjutan dan pemulihan daya beli masyarakat. Harapan ini akan semakin kuat jika didukung oleh stimulus tambahan dari pemerintah.
“Berbagai faktor pendorong ini diharapkan dapat kembali mengakselerasi pertumbuhan permintaan kredit di semester II-2025 mendatang,” tutup Ekky, memberikan gambaran optimis terhadap prospek sektor pembiayaan.
Ringkasan
Industri multifinance menghadapi tantangan di semester I-2025 akibat belum optimalnya pemulihan permintaan kredit dan meningkatnya risiko gagal bayar. Persaingan dari fintech juga memengaruhi pangsa pasar multifinance tradisional. Namun, BFI Finance (BFIN) dinilai memiliki kinerja paling solid di antara emiten sejenis.
BFIN berhasil mencatatkan pertumbuhan laba bersih sekitar 11,1% menjadi Rp 762,29 miliar, didorong oleh efisiensi dan model bisnis adaptif. Saham BFIN direkomendasikan untuk dibeli (buy) dengan target harga Rp 950 hingga Rp 1.000 per saham. Penurunan suku bunga dan pemulihan daya beli masyarakat diharapkan menjadi katalis positif bagi industri multifinance.