Kabar gembira datang dari sektor investasi dan perdagangan Indonesia. Menteri Investasi dan Hilirisasi, yang sekaligus menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani, mengumumkan bahwa Indonesia telah berhasil mendapatkan pembebasan tarif resiprokal dari Amerika Serikat (AS) untuk komoditas tembaga. Kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump pada April lalu ini awalnya menetapkan besaran tarif sebesar 19% untuk barang-barang dari Indonesia.
“Ada beberapa barang atau komoditas yang tidak dihasilkan AS itu tarifnya bisa menjadi kurang (dari 19%). Kebetulan untuk tembaga sudah disetujui (AS) menjadi 0%,” jelas Rosan dalam acara Indonesia-Japan Executive Dialogue 2025 yang berlangsung pada Rabu (6/8) lalu. Pencapaian ini menjadi langkah strategis bagi ekspor tembaga Indonesia ke pasar AS.
Tidak berhenti pada tembaga, Rosan juga mengungkapkan bahwa pemerintah tengah berupaya keras untuk meminta penurunan tarif bea masuk bagi beberapa komoditas unggulan lainnya, termasuk nikel. Ia menyebutkan adanya sinyal positif bahwa permintaan penurunan tarif untuk nikel dan komoditas lainnya juga berpotensi besar untuk disetujui. “Mungkin tidak 0%, tapi jauh di bawah 19%. Itu hal positif yang ingin saya bagikan,” tambahnya, menunjukkan optimisme pemerintah terhadap kelanjutan negosiasi.
Mengusahakan tarif 0%
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah gencar menyatakan komitmennya untuk terus berupaya meminta kelonggaran tarif bea masuk hingga 0% untuk berbagai barang ekspor dari Indonesia ke Amerika Serikat. Upaya negosiasi tarif dagang ini merupakan bagian integral dari pembahasan yang tengah berlangsung dengan pemerintahan Donald Trump.
Menurut Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, negosiasi tarif impor barang-barang dari Indonesia hingga mencapai 0% ini secara spesifik diupayakan untuk komoditas-komoditas unggulan yang berasal dari sumber daya alam. Beberapa komoditas strategis yang menjadi target utama meliputi kakao, kopi, minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO), karet, hingga nikel. “Kalau kita fokuskan negosiasi pada komoditas unggulan itu bisa 0%, dan ini bisa jadi andalan kita,” ujar Susiwijono dalam forum diskusi media yang diselenggarakan oleh UOB Indonesia pada Selasa (22/7).
Susiwijono menambahkan bahwa tim negosiasi antara Indonesia dan AS saat ini masih membahas sejumlah detail kesepakatan tarif. Meskipun Trump sebelumnya mengumumkan pemberlakuan tarif impor sebesar 19% untuk barang-barang dari Indonesia, besaran tarif tersebut masih sangat berpotensi untuk berkurang seiring dengan intensifikasi negosiasi yang sedang berlangsung. “Kita bersyukur presiden sudah lakukan pembahasan dan negosiasi yang baik di tingkat teknis. Kami akan lanjutkan dan mudah-mudahan beberapa komoditas yang jadi utama kita bisa 0%,” pungkas Susiwijono, menegaskan harapan besar pemerintah akan hasil positif dari perundingan ini.