Yogyakarta, IDN Times – Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter (DKEM) Bank Indonesia, Juli Budi Winantya, menegaskan bahwa kondisi pasar keuangan global masih dibayangi ketidakpastian tinggi. Situasi ini dipicu oleh dinamika ekonomi yang fluktuatif serta meningkatnya ketegangan geopolitik di berbagai kawasan dunia. Meskipun terdapat sejumlah perkembangan terbaru, termasuk penetapan tarif perdagangan di beberapa negara, sentimen global belum menunjukkan tanda-tanda stabilisasi. Sebaliknya, ketidakpastian dalam jangka pendek justru kian meningkat, tercermin dari volatilitas pasar dan respons investor yang lebih hati-hati.
“Dinamika global masih sangat tinggi. Ketidakpastian ini tidak hanya berasal dari sisi ekonomi, tetapi juga dari eskalasi risiko geopolitik yang berdampak luas terhadap arus modal dan stabilitas pasar,” ujar Juli Budi Winantya dalam Agenda Pelatihan Wartawan Bank Indonesia, Jumat (22/8/2025), menggarisbawahi kompleksitas tantangan yang dihadapi.
1. Obligasi Masih Jadi Incaran Investor

Juli Budi Winantya menjelaskan bahwa aliran modal ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, memang masih terus masuk ke pasar keuangan. Namun, saat ini investor cenderung memilih aset berkualitas tinggi di tengah ketidakpastian, sehingga volume aliran modal tersebut menjadi relatif terbatas. Instrumen keuangan publik seperti obligasi tetap menjadi tujuan utama yang diminati investor.
Sementara itu, di tengah gejolak ketidakpastian global, ekonomi domestik Indonesia menunjukkan daya tahannya yang kuat. Pada kuartal kedua tahun 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia berhasil tercatat sebesar 5,12 persen. Pencapaian ini didorong oleh sejumlah faktor utama, seperti peningkatan investasi dalam negeri yang signifikan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang solid, serta kenaikan ekspor barang dan jasa.
Peningkatan konsumsi rumah tangga terjadi seiring dengan pulihnya mobilitas masyarakat, yang turut menggerakkan roda perekonomian. Di sisi lain, sektor ekspor didukung oleh pertumbuhan ekspor barang yang positif pada periode Juni–Juli, serta kenaikan jumlah wisatawan mancanegara yang secara langsung mendorong ekspor jasa.
BI: Ketegangan Iran-Israel Picu Sentimen Risk-Off di Pasar Keuangan Global
2. Secara Spasial, Laju Ekonomi Jawa Masih Paling Tinggi

Dari sisi produksi, industri pengolahan menjadi penyumbang pertumbuhan tertinggi, dengan angka mencapai 5,68 persen, sejalan dengan peningkatan volume ekspor. Sektor perdagangan juga mencatat pertumbuhan positif sebesar 5,37 persen, yang didorong oleh aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat yang terus membaik. Selain itu, sektor informasi dan komunikasi menunjukkan performa yang sangat baik, dengan pertumbuhan yang hampir mencapai 8 persen, tepatnya 7,9 persen.
“Secara spasial, pertumbuhan ekonomi terjadi merata di seluruh wilayah Indonesia. Namun, wilayah Jawa mencatat pertumbuhan tertinggi, didukung oleh kontribusi besar terhadap konsumsi nasional, sektor manufaktur, dan perdagangan,” beber Juli Budi Winantya, menegaskan distribusi pertumbuhan ekonomi secara regional.
3. Pertumbuhan Ekonomi Diproyeksi Tumbuh 4,6 hingga 5,4 Persen

Dengan mempertimbangkan berbagai dinamika ini, Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 secara keseluruhan akan berada di kisaran 4,6 persen hingga 5,4 persen, dengan kecenderungan untuk berada di atas titik tengah proyeksi tersebut.
“Pendorongnya investasi masih tetap kuat, ekspor yang membaik, didukung oleh tarif dagang (Trump) terhadap Indonesia yang relatif lebih rendah dibandingkan negara lain diharapkan mendorong ekspor,” kata Juli Budi Winantya. Selain itu, sisi belanja pemerintah (government spending) juga diproyeksikan meningkat signifikan, yang akan semakin mendukung pertumbuhan ekonomi.
Dorongan dari faktor kebijakan juga turut berperan, baik dari sisi fiskal maupun moneter. Bank Indonesia sendiri sudah lima kali menurunkan policy rate (suku bunga kebijakan), sebuah langkah yang diharapkan dapat memberikan stimulus lebih lanjut bagi perekonomian.
BI Sudah Turunkan Bunga, Tapi Kredit Masih Mahal?
Ringkasan
Direktur DKEM Bank Indonesia, Juli Budi Winantya, menyatakan bahwa pasar keuangan global masih dilanda ketidakpastian akibat dinamika ekonomi dan ketegangan geopolitik. Meskipun terdapat perkembangan seperti penetapan tarif perdagangan, sentimen global belum stabil dan volatilitas pasar meningkat. Aliran modal ke negara berkembang seperti Indonesia masih ada, namun investor cenderung memilih aset berkualitas tinggi seperti obligasi.
Ekonomi Indonesia menunjukkan ketahanan dengan pertumbuhan 5,12% pada kuartal kedua 2025, didorong oleh investasi, konsumsi rumah tangga, dan ekspor. Industri pengolahan dan sektor perdagangan menjadi penyumbang pertumbuhan tertinggi, sementara pertumbuhan ekonomi terjadi merata di seluruh wilayah, terutama di Jawa. Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 berada di kisaran 4,6-5,4%, didorong oleh investasi, ekspor, dan belanja pemerintah.