Penurunan BI Rate Tambah Selera Korporasi Emisi Surat Utang hingga 2026

Scoot.co.id , JAKARTA — Pasar surat utang korporasi di Indonesia diperkirakan akan melanjutkan tren positifnya hingga tahun 2026. Prospek yang cerah ini didorong oleh penurunan suku bunga yang berkelanjutan, membuka peluang lebih besar bagi perusahaan untuk mendapatkan pembiayaan baru dan melakukan refinancing dengan kondisi yang lebih menguntungkan.

Menurut Kepala Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Suhindarto, level suku bunga yang semakin rendah menjadi katalis utama bagi gairah pasar obligasi dalam dua tahun ke depan. Ia menyoroti bagaimana penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang sudah mencapai sekitar 125 basis poin tahun ini, jauh melampaui periode 2023–2024, telah menciptakan iklim investasi yang kondusif. Dengan tren positif ini, Pefindo memproyeksikan nilai penerbitan surat utang korporasi dapat menyentuh angka Rp190 triliun hingga Rp200 triliun pada akhir tahun 2025. “Tahun ini saja, perkiraan kami bisa sekitar Rp190 triliun hingga Rp200 triliun. Kemudian kalau di 2026 mendatang, kemungkinan optimismenya masih akan terus terjaga,” ungkap Suhindarto dalam konferensi pers, Kamis (16/10/2025).

Pertumbuhan pasar surat utang korporasi sudah terlihat signifikan hingga kuartal III tahun 2025. Laporan Pefindo menunjukkan total outstanding surat utang korporasi mencapai Rp160,1 triliun, melonjak tajam 68,65% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp94,9 triliun. Instrumen obligasi dan sukuk menjadi tulang punggung pertumbuhan ini, menyumbang Rp159,1 triliun atau naik 70,37% dari tahun lalu. Sementara itu, Medium Term Notes (MTN) hanya tumbuh sekitar Rp800 miliar dan sekuritisasi mengalami penurunan menjadi Rp2 miliar.

Optimisme terhadap keberlanjutan pasar surat utang hingga 2026 ini bukan tanpa alasan. Suhindarto menjelaskan bahwa ruang bagi Bank Indonesia untuk kembali menurunkan suku bunga acuan masih terbuka lebar. Hal ini selaras dengan proyeksi dot plot The Federal Reserve yang mengindikasikan potensi penurunan suku bunga acuan AS (Fed Fund Rate) sebanyak dua kali lagi pada tahun depan. “Di tahun depan kemungkinan BI juga mempunyai ruang yang relatif sama karena spread dari BI Rate dengan Fed Fund Rate juga masih terjaga, sehingga nilai tukarnya masih bisa relatif stabil,” jelasnya.

Penurunan BI Rate ini diharapkan membawa dampak positif berupa biaya pendanaan yang lebih terjangkau bagi korporasi. Indikasi tren ini mulai terlihat pada kuartal IV tahun 2025, di mana semakin banyak perusahaan yang memilih untuk menerbitkan surat utang dengan tenor yang lebih panjang. “Jadi, memang sudah di-refinancing lagi dengan tenor-tenor yang relatif lebih panjang karena suku bunganya sudah lebih murah,” imbuh Suhindarto.

Meskipun demikian, Pefindo turut menyoroti sejumlah tantangan yang berpotensi menghambat prospek penerbitan surat utang korporasi. Faktor-faktor eksternal seperti perang dagang global, arah kebijakan suku bunga dunia, dan kebijakan fiskal Amerika Serikat (AS) dapat berisiko menahan laju penurunan imbal hasil obligasi di pasar domestik.

Suhindarto merinci bahwa fluktuasi nilai tukar serta ketidakpastian kebijakan global tetap menjadi elemen dominan yang dapat menghambat penurunan yield. Selain itu, risiko geopolitik juga memerlukan kewaspadaan tinggi. “Gejolak di Timur Tengah dan Eropa Timur relatif mereda, namun belum usai sepenuhnya. Eskalasi tiba-tiba dapat memicu volatilitas pasar dan permintaan premi yang lebih besar,” pungkasnya. Dari sisi internal, pelebaran proyeksi defisit fiskal 2025 di dalam negeri juga menjadi katalis yang berpotensi menahan yield agar tidak turun lebih dalam. Pemerintah diperkirakan akan menghadapi defisit hingga Rp662 triliun atau setara 2,78% dari PDB, meningkat dari estimasi awal sebesar Rp616 triliun atau 2,53% dari PDB.

: : Surat Utang Rp13,15 Triliun Jatuh Tempo Bulan Ini, Ada Obligasi BBRI, INKP, hingga Indosat

: : Menakar Potensi Surat Utang Jumbo Patriot Bond Terbitan Danantara

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *