Nilai tukar rupiah di pasar spot kembali menunjukkan pelemahan signifikan hingga akhir perdagangan hari ini. Pada Selasa (19/8), rupiah ditutup pada level Rp 16.246 per dolar Amerika Serikat (AS), menandai penurunan sebesar 0,29% dibandingkan penutupan hari sebelumnya yang berada di Rp 16.198 per dolar AS. Tren pelemahan ini juga terlihat pada kurs Jisdor Bank Indonesia, di mana nilai tukar rupiah melemah hingga ke level Rp 16.241 per dolar AS, menunjukkan pelemahan 0,48% dari penutupan perdagangan Jumat (15/8) sebelumnya.
Menurut Pengamat Mata Uang, Ibrahim Assuaibi, pergerakan nilai tukar rupiah saat ini salah satunya dipengaruhi oleh sentimen yang berkaitan dengan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2026. Pemerintah berencana untuk menarik utang baru senilai Rp 781,87 triliun pada tahun 2026, sebuah fakta yang terungkap dalam Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN 2026. Dalam RAPBN tahun anggaran 2026, pembiayaan utang direncanakan sebesar Rp 781,868 miliar, yang akan dipenuhi melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan penarikan pinjaman.
Pembiayaan utang yang berasal dari SBN, termasuk Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara, diperkirakan mencapai Rp 749,19 triliun, meningkat dibandingkan outlook 2025. Sementara itu, pembiayaan pinjaman (neto) pada 2026 direncanakan sebesar Rp 32,67 triliun, menunjukkan penurunan signifikan sebesar 74,9% dibandingkan outlook 2025. Pinjaman neto tersebut akan dipenuhi melalui pinjaman dalam negeri neto sebesar negatif Rp 6.535,5 miliar (Rp 6,53 triliun) dan pinjaman luar negeri neto sebesar Rp 39.210,6 miliar (Rp 39,21 triliun). “Pemerintah menegaskan bahwa pengelolaan utang akan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian, serta memprioritaskan pembiayaan yang inovatif dan berkelanjutan,” jelas Ibrahim, pada Selasa (19/8).
Rupiah Ditutup Melemah ke Rp 16.246 Per Dolar AS Hari Ini (19/8), Terlemah di Asia
Di sisi lain, Analis Mata Uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengidentifikasi faktor lain yang mendorong pelemahan rupiah. Menurutnya, investor saat ini bersikap hati-hati dalam mengantisipasi padatnya agenda ekonomi global pekan ini, termasuk risalah Federal Open Market Committee (FOMC) dan pidato Ketua The Fed Jerome Powell di simposium Jackson Hole. Dinamika geopolitik, seperti perundingan perang di Ukraina, juga turut memengaruhi sentimen pasar. Namun, Lukman menambahkan bahwa besarnya pelemahan rupiah juga diakibatkan oleh aksi ambil untung setelah penguatan signifikan rupiah belakangan ini.
Meskipun diperkirakan Bank Indonesia tidak akan mengubah tingkat suku bunga dalam waktu dekat, rupiah berpotensi masih tertekan. Investor tetap waspada dan mengantisipasi kemungkinan Bank Indonesia memangkas suku bunga pada esok hari, di tengah meredanya tekanan dari dolar AS. Berdasarkan proyeksinya, Ibrahim memperkirakan bahwa nilai tukar rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.240 – Rp 16.300 per dolar AS pada Rabu (20/8). Senada, Lukman memproyeksikan pergerakan rupiah akan berada di kisaran Rp 16.200 – Rp 16.300 per dolar AS.
Rupiah Melemah Jelang Keputusan BI, Bursa Asia Bervariasi Menanti The Fed
Ringkasan
Nilai tukar rupiah menunjukkan pelemahan signifikan, mencapai Rp 16.246 per dolar AS pada Selasa (19/8). Pelemahan ini dipengaruhi oleh sentimen terkait RAPBN 2026, khususnya rencana pemerintah menarik utang baru senilai Rp 781,87 triliun. Selain itu, investor juga bersikap hati-hati mengantisipasi agenda ekonomi global, termasuk risalah FOMC dan pidato Jerome Powell.
Para analis memproyeksikan rupiah akan tetap fluktuatif dan berpotensi melemah, dengan perkiraan rentang pergerakan antara Rp 16.200 hingga Rp 16.300 per dolar AS pada Rabu (20/8). Investor mengantisipasi kemungkinan Bank Indonesia memangkas suku bunga, meskipun diperkirakan tidak akan ada perubahan dalam waktu dekat. Sentimen pasar juga dipengaruhi oleh dinamika geopolitik dan aksi ambil untung setelah penguatan rupiah sebelumnya.