Di tengah kelesuan saham-saham perbankan besar yang mayoritas sahamnya dipegang pemerintah, investor kini mulai mengalihkan perhatian ke pergerakan saham bank swasta. Sektor ini menunjukkan ketahanan yang lebih baik terhadap tekanan koreksi pasar, menjadikannya alternatif menarik dalam portofolio investasi.
Salah satu bank swasta yang paling menonjol adalah PT Bank Permata Tbk (BNLI). Kinerja sahamnya telah melonjak berkali-kali lipat sepanjang tahun 2025. Hingga penutupan perdagangan Selasa, 7 Oktober 2025, harga saham BNLI telah meroket hingga 503,17% secara year to date (ytd) dan ditutup di level Rp 5.700 per saham. Kenaikan impresif ini sejalan dengan fundamental keuangan yang solid. Bank Permata berhasil mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 9,39% secara tahunan, mencapai Rp 2,59 triliun selama periode Januari hingga Agustus 2025. Bahkan, khusus di bulan Agustus 2025, labanya tercatat naik dari Rp 471 miliar pada Juli menjadi Rp 480 miliar.
Tak hanya BNLI, PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) juga menunjukkan performa yang patut diperhitungkan. Sepanjang tahun ini, harga sahamnya mampu menahan gempuran koreksi dan cenderung stagnan, bahkan dalam tiga bulan terakhir berhasil menguat 5,58% menjadi Rp 208 per saham. Ketahanan ini didukung oleh kinerja fundamental yang kuat, dengan laba melonjak hingga 100,8% secara tahunan pada delapan bulan pertama tahun 2025, mencapai sekitar Rp 704 miliar.
Menurut Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, bank-bank swasta ini memiliki potensi pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan bank pelat merah. Hal ini dikarenakan bank swasta tidak terbebani oleh berbagai penugasan pemerintah, sehingga mereka dapat beroperasi lebih lincah dan bebas mengembangkan ekosistem bisnis mereka sendiri. Nico menambahkan bahwa investor cenderung melihat risiko yang dimiliki oleh bank swasta tidak sebesar yang dialami oleh bank milik negara, apalagi dengan segmen pasar mereka yang beragam. Namun, ia juga mengingatkan bahwa kondisi ini mungkin bersifat jangka pendek, atau investor bisa mempertimbangkan sektor lain.
Pandangan senada diungkapkan oleh Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer, yang menyebut ini sebagai momentum positif bagi saham bank lapis dua. Penguatan saham bank swasta belakangan ini didorong oleh ekspektasi pasar yang melihat peluang pertumbuhan lebih terukur dan risiko yang relatif lebih kecil dibandingkan bank besar yang masih bergulat dengan tantangan. Miftahul menekankan bahwa bank swasta saat ini bisa lebih fleksibel dan cepat dalam menyesuaikan strategi, berbeda dengan bank besar yang mungkin lebih lambat beradaptasi dengan kondisi pasar.
Sementara itu, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, menjelaskan bahwa keuntungan yang dinikmati bank swasta juga disebabkan oleh tekanan jual investor asing yang membebani big banks tidak terlalu terasa pada bank-bank swasta. Ini karena proporsi kepemilikan asing di bank swasta umumnya lebih kecil. Ekky melanjutkan, investor asing saat ini cenderung wait and see terhadap sektor perbankan besar karena masih ada kekhawatiran mengenai arah kebijakan fiskal, stabilitas rupiah, dan lambatnya pertumbuhan kredit. Kondisi ini secara tidak langsung memberikan ruang bagi kinerja saham bank swasta yang relatif lebih defensif saat tekanan makroekonomi muncul.
Rekomendasi Saham Pilihan
Dengan mempertimbangkan berbagai kondisi tersebut, beberapa analis memberikan rekomendasi saham bank swasta yang menarik. Nico Demus memilih PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) sebagai pilihan utama. Ia melihat bank ini menunjukkan perkembangan pesat, terutama dari sisi penggunaan teknologi. Oleh karena itu, ia merekomendasikan beli untuk saham BNGA dengan target harga Rp 2.100 per saham, mengingat harga penutupannya pada Selasa, 7 Oktober 2025, berada di Rp 1.695 per saham.
Di sisi lain, Miftahul Khaer tetap menjadikan BNLI sebagai kandidat utama pilihannya. Alasannya, kinerja positif Bank Permata yang sudah terbukti, ditambah momentum pasar yang mendukung karena kenaikan harga yang pesat. Miftahul menetapkan target harga saham BNLI di level Rp 6.000 per saham. Namun, ia mengingatkan investor untuk tetap berhati-hati dengan likuiditas dan risiko volatilitas yang melekat pada saham-saham ini.