JAKARTA. PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) menjadi sorotan pasar setelah mengumumkan pelepasan sebagian kepemilikan sahamnya di PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA). Aksi divestasi signifikan ini terjadi di tengah spekulasi hangat mengenai rencana anak usaha MDKA yang dikabarkan akan segera melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui penawaran umum perdana saham (IPO).
Berdasarkan keterbukaan informasi yang diterbitkan pada 1 September 2025, SRTG telah melepas sebanyak 211.103.896 lembar atau sekitar 211,20 juta saham MDKA. Transaksi ini tercatat dilakukan pada 26 Agustus 2025, dengan harga penjualan sebesar Rp 1.925 per saham.
Sebelum transaksi divestasi ini, Saratoga memiliki total 4.976.610.473 lembar atau sekitar 4,97 miliar saham MDKA, yang setara dengan 20,34% dari total saham emiten pertambangan tersebut. Setelah pelepasan saham, kepemilikan SRTG kini berkurang menjadi 4.765.506.577 lembar atau sekitar 4,76 miliar saham MDKA, menjadikannya setara dengan 19,47% dari total saham Merdeka Copper Gold.
Bersama dengan PT Provident Capital Indonesia, Saratoga (SRTG) adalah salah satu pemegang saham pengendali MDKA. Penting untuk dicatat bahwa meskipun terjadi divestasi, SRTG menegaskan akan tetap mempertahankan posisi pengendaliannya di Merdeka Copper Gold.
Pertanyaan besar yang mengemuka di kalangan investor adalah: Apakah divestasi saham MDKA oleh Saratoga ini terkait dengan rencana IPO Proyek Pani?
MDKA memang tengah menjadi topik perbincangan hangat, terutama karena kabar rencana IPO anak usahanya yang mengelola Proyek Emas Pani di Gorontalo. IPO tersebut digadang-gadang akan bernilai jumbo dan menarik minat pasar. Namun, ketika ditanya mengenai korelasi divestasi dengan kabar IPO anak usaha MDKA, pihak SRTG memberikan klarifikasi.
“Aksi divestasi ini merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan portofolio rutin SRTG sebagai perusahaan investasi,” ujar Mellisa Holidi, Investor Relations SRTG, kepada Kontan pada Rabu (3/9). Mellisa tidak secara spesifik menyinggung keterkaitan dengan IPO tersebut.
Para analis pasar turut memberikan pandangan mereka. Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia, Fath Aliansyah Budiman, menyoroti bahwa langkah SRTG ini adalah hal yang wajar bagi sebuah perusahaan investasi. “IPO anak usaha MDKA di saat momentum emas sedang positif bisa unlock value dan memberikan sentimen positif ke MDKA dan SRTG,” jelasnya kepada Kontan, Kamis (4/9).
Retail Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Indri Liftiany Travelin Yunus, senada melihat aksi SRTG ini sebagai murni strategi kocok ulang portofolio dan tidak terkait langsung dengan IPO anak usaha MDKA. “Meskipun melakukan divestasi di saham MDKA, SRTG sendiri masih menjadi pengendali saham MDKA dengan kepemilikan saat ini 4,76 juta saham atau setara 19,47% dari total saham MDKA,” kata Indri kepada Kontan, Kamis (4/9).
Kendati demikian, Indri menegaskan bahwa IPO anak usaha MDKA, PT Pani Bersama Jaya (PAMA), akan sangat menarik perhatian. IPO PAMA rencananya akan berlangsung di bulan September 2025, dengan rentang harga saham yang ditawarkan antara Rp 850 hingga Rp 1.500. PAMA mengelola tambang emas Pani di Gorontalo, yang diproyeksikan menjadi salah satu tambang emas terbesar di Indonesia dan Asia Pasifik dengan estimasi cadangan lebih dari 7 juta ons emas. Hingga akhir tahun 2024, MDKA tercatat memiliki 62,73% saham PAMA. “Ditambah ada momentum harga emas saat ini tengah menarik, berada dekat dengan level All Time High-nya,” imbuh Indri.
Prospek dan Rekomendasi Saham
Di tengah dinamika pasar ini, Mellisa dari SRTG menegaskan komitmen penuh perusahaan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan meningkatkan nilai portofolio yang telah ada. Selain itu, Saratoga juga secara strategis mengidentifikasi peluang investasi baru di sektor-sektor yang memiliki potensi pertumbuhan jangka panjang yang menjanjikan. “Termasuk, energi terbarukan, layanan kesehatan, infrastruktur digital, dan sektor konsumen,” paparnya.
Secara keuangan, Saratoga memang mengalami kerugian neto atas investasi pada saham dan efek lainnya sebesar Rp 1,82 triliun per semester I 2025. Angka ini memburuk 32,83% secara tahunan (year on year) dibandingkan rugi Rp 1,37 triliun pada semester I 2024. Nilai aset investasi pada saham juga sedikit menurun menjadi Rp 51,09 triliun per semester I 2025, dari Rp 51,91 triliun pada periode yang sama tahun 2024.
Namun, di balik kerugian investasi tersebut, Saratoga mampu membalikkan rugi periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik perusahaan atau rugi bersih menjadi laba bersih yang signifikan di paruh pertama tahun 2025. Laba bersih SRTG tercatat sebesar Rp 102,01 miliar per Juni 2025, berbalik positif dari rugi Rp 446,39 miliar di periode yang sama tahun lalu.
Selain itu, SRTG mencatatkan Nilai Aset Bersih (Net Asset Value/NAV) sebesar Rp 53,99 triliun per semester I 2025. Sejalan dengan peningkatan NAV, pada enam bulan pertama tahun 2025, Saratoga juga membukukan pendapatan dividen sebesar Rp 1,26 triliun.
Indri dari IPOT melihat bahwa SRTG masih memiliki potensi besar untuk meningkatkan kembali kinerjanya di sisa tahun 2025. Hal ini mengingat kondisi pasar saham yang saat ini telah membaik dan prospek pasar yang masih mendukung penguatan hingga akhir tahun. “Ada prospek penurunan suku bunga, kinerja emiten, dan lainnya yang akan menjadi katalis positif,” ungkapnya.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, Indri merekomendasikan “Beli” untuk saham SRTG, dengan harga masuk (entry) di Rp 2.000 per saham. Target harga untuk SRTG ditetapkan di level Rp 2.200 per saham, dengan titik henti rugi (stop loss) di level Rp 1.940 per saham.