Ekonomi digital Indonesia tengah melaju pesat, diproyeksikan mencapai USD 90 miliar pada tahun 2024, menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 13 persen dari tahun sebelumnya. Fenomena ini diperkuat dengan data Bank Indonesia yang mencatat transaksi QRIS telah menembus Rp 317 triliun hingga kuartal II 2025, melonjak 121 persen secara tahunan. Dengan lebih dari 57 juta pengguna dan 93 persen merchant berasal dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), adopsi digital ini tidak hanya menunjukkan tingkat inklusivitas yang tinggi, tetapi juga mempertegas posisi strategis layanan keuangan digital sebagai motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Di tengah dinamika perkembangan teknologi yang kian masif, Deputi Komisioner Pengawas Bank Swasta Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Indarto Budiwitono, menegaskan bahwa sektor perbankan wajib melakukan transformasi dan digitalisasi. Era digitalisasi ini memang menjanjikan layanan industri jasa keuangan yang lebih cepat dan efisien. Namun demikian, sisi lain dari kemajuan ini adalah potensi ancaman serangan siber yang kian kompleks. Oleh karena itu, penguatan tata kelola keamanan menjadi krusial, menjadikan sektor perbankan sebagai garda terdepan dalam menjaga kepercayaan publik sekaligus meningkatkan perlindungan konsumen.
“Bank perlu mengembangkan strategi digital yang agile dan terukur, tidak hanya dalam aspek efisiensi saja, melainkan juga sebagai jawaban atas ekspektasi nasabah yang semakin kompleks,” ungkap Indarto dalam forum diskusi Indonesia Digital Bank Summit (IDBS) 2025 di Raffles Hotel, Jakarta, dikutip Minggu (24/8). Ia menambahkan, “Transformasi digital juga harus diimbangi dengan investasi berkelanjutan dalam keamanan siber, kapabilitas analitik data, dan integrasi teknologi cloud serta AI. Ketahanan siber, yang tidak hanya soal pertahanan sistem, melainkan juga menyangkut reputasi dan keberlangsungan bisnis bank.”
Sejalan dengan visi tersebut, Ketua Umum Aftech, Pandu Sjahrir, turut menegaskan komitmen organisasinya. Hingga kini, Aftech tidak hanya menghadirkan dialog, melainkan juga aktif membentuk arah dan solusi nyata untuk kemajuan ekosistem digital Indonesia yang terpercaya. “Tahun ini kami fokus pada tiga keluaran utama: penguatan ketahanan siber dan pencegahan scam berbasis intelijen bersama, desain produk keuangan yang benar-benar inklusif bagi UMKM dan masyarakat underserved, serta arsitektur kolaborasi yang berkelanjutan,” tegas Pandu. Dengan langkah-langkah strategis ini, ia meyakini bahwa keuangan digital yang terpercaya akan berfungsi sebagai pondasi fundamental bagi pertumbuhan ekonomi yang aman, adil, dan berkelanjutan, sekaligus mendukung realisasi target pertumbuhan ekonomi nasional menuju 8 persen.
Namun, pesatnya perkembangan industri keuangan digital juga diterpa oleh sejumlah isu mendesak, salah satunya adalah ancaman dari Artificial Intelligence (AI) yang terus berevolusi. Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan dan Pariwisata, BSSN, Edit Prima, menekankan bahwa serangan siber berbasis AI, seperti phishing yang dipersonalisasi dan polymorphic malware, hanya dapat dilawan secara efektif dengan pertahanan yang juga ditenagai oleh AI. “Bicara keamanan siber, bicara AI tentu kita harus siap dengan serangan-serangan yang sudah berbasis AI. Nah, terus bagaimana caranya menghadapinya? Ya tentunya dengan AI juga,” ungkap Edit.
Di sisi lain, layanan keuangan digital yang menjadi motor penggerak transformasi sektor riil juga menghadapi tantangan signifikan, khususnya bagi UMKM di Indonesia. Mereka kerap menghadapi tiga rintangan utama: kesulitan akses ke pasar, kendala akses terhadap pembiayaan, serta keterbatasan dalam literasi dan kemampuan pencatatan keuangan. Solusi paling efektif untuk mengatasi persoalan ini adalah melalui pembangunan ekosistem digital yang komprehensif, didukung oleh kerja sama erat antara perbankan dan para pelaku industri fintech.
Regulator sendiri giat mendorong pemanfaatan data digital sebagai alternatif penilaian kredit bagi UMKM yang selama ini masuk kategori underbanked. Dalam konteks ini, fintech berperan vital melalui sistem credit scoring berbasis transaksi elektronik, sementara penyedia payment gateway menyediakan infrastruktur dan data yang sangat berharga bagi perbankan, menciptakan sinergi yang kuat untuk inklusi keuangan digital yang lebih merata.
Mengenal Xanh SM, Layanan Taksi Ramah Lingkungan asal Vietnam yang Menggeliat di Indonesia
Ringkasan
Ekonomi digital Indonesia tumbuh pesat dengan proyeksi mencapai USD 90 miliar pada tahun 2024. Bank Indonesia mencatat transaksi QRIS mencapai Rp 317 triliun hingga kuartal II 2025, meningkat 121% secara tahunan, dengan dominasi UMKM sebagai penggunanya. Pertumbuhan ini menunjukkan inklusivitas tinggi dan peran penting layanan keuangan digital dalam mendorong ekonomi nasional.
Sektor perbankan harus bertransformasi dan melakukan digitalisasi untuk menghadapi perkembangan teknologi. Transformasi ini menghadirkan layanan yang lebih cepat dan efisien, namun juga meningkatkan risiko serangan siber. Penguatan tata kelola keamanan menjadi krusial untuk menjaga kepercayaan publik dan melindungi konsumen, serta bank perlu berinvestasi dalam keamanan siber, analitik data, cloud, dan AI.