Aturan Free Float Saham Berubah? BEI dan OJK Lakukan Kajian!

JAKARTA – Pasar modal Indonesia bersiap menghadapi potensi perubahan signifikan. PT Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini tengah mengkaji ulang regulasi pencatatan saham, khususnya mengenai ketentuan free float atau saham yang beredar bebas di publik. Langkah strategis ini diambil demi meningkatkan kedalaman dan likuiditas pasar, sejalan dengan praktik bursa global.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menegaskan bahwa setiap penyesuaian kebijakan terkait free float akan mempertimbangkan secara cermat dua aspek krusial: kondisi perusahaan tercatat dan kapasitas investor. “Tujuan utamanya adalah menciptakan keseimbangan pasar yang optimal serta likuiditas yang lebih baik,” jelas Nyoman dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (26/9/2025). Konsep penyesuaian regulasi tersebut, imbuhnya, akan segera dipublikasikan dalam waktu dekat untuk menjaring masukan dari seluruh pemangku kepentingan.

Nyoman juga menekankan bahwa BEI selalu berupaya memastikan relevansi regulasi dengan dinamika pasar modal terkini, termasuk dengan melakukan studi banding terhadap praktik-praktik bursa global terkemuka. Proses penyusunan setiap aturan pun melibatkan serangkaian dengar pendapat intensif dengan para pemangku kepentingan, menjamin kebijakan yang inklusif dan responsif.

Lebih lanjut, dalam upaya meningkatkan free float, BEI tidak hanya terpaku pada persentase, melainkan juga berfokus pada strategi yang lebih luas. Ini termasuk mendorong lebih banyak perusahaan berskala besar untuk melakukan Initial Public Offering (IPO), yang secara fundamental akan memperbesar nilai total kapitalisasi free float di bursa. Untuk itu, BEI tengah mendalami hambatan-hambatan yang dihadapi perusahaan besar dalam melakukan IPO. Hasil kajian ini diharapkan menjadi referensi penting dalam merumuskan penyesuaian regulasi di masa mendatang.

Sejalan dengan inisiatif BEI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mempertimbangkan kenaikan ambang batas minimum free float. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menyatakan bahwa OJK berencana menaikkan aturan minimum dari 7 persen menjadi 10 persen. Namun, ia menambahkan, keputusan ini akan tetap mempertimbangkan aspek kapitalisasi pasar perusahaan, memastikan fleksibilitas yang dibutuhkan.

Gagasan peningkatan free float ini mendapat dukungan kuat dari legislatif. Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, bahkan menyuarakan harapan agar persentase minimum free float di Indonesia dapat mencapai kisaran 30 persen. Angka ini, menurut Misbakhun, relevan jika merujuk pada standar yang diterapkan oleh bursa-bursa di negara kawasan ASEAN lainnya. “Indonesia saat ini memiliki persentase free float terendah di antara negara-negara ASEAN. Sudah saatnya kita menaikkan standar ini,” tegas Misbakhun, mendorong peningkatan daya saing pasar modal domestik.

Penting untuk dipahami bahwa free float mengacu pada jumlah saham suatu perusahaan yang benar-benar dapat diperdagangkan secara bebas oleh publik di pasar modal. Definisi ini secara spesifik mengecualikan saham-saham yang dipegang oleh pemegang saham pengendali, pemegang saham mayoritas, jajaran komisaris, maupun direksi. Peningkatan proporsi free float diharapkan dapat memperdalam pasar, meningkatkan partisipasi investor, dan pada akhirnya, mendorong pertumbuhan pasar modal yang lebih sehat dan dinamis.

Ringkasan

Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mengkaji ulang regulasi free float saham untuk meningkatkan likuiditas dan kedalaman pasar modal Indonesia. BEI menekankan bahwa penyesuaian akan mempertimbangkan kondisi perusahaan tercatat dan kapasitas investor serta melibatkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan melalui serangkaian dengar pendapat.

Selain menaikkan ambang batas minimum free float, BEI juga berfokus pada strategi yang lebih luas seperti mendorong perusahaan besar untuk melakukan IPO. OJK mempertimbangkan kenaikan aturan minimum free float dari 7% menjadi 10% dengan mempertimbangkan kapitalisasi pasar. Ketua Komisi XI DPR RI mendukung peningkatan ini hingga mencapai 30%, sejalan dengan standar bursa di negara ASEAN lainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *