Sejumlah emiten di pasar modal Indonesia tengah menunjukkan agresi yang signifikan dalam menarik pendanaan dari perbankan. Langkah ini didorong oleh berbagai kebutuhan strategis, mulai dari ekspansi bisnis yang ambisius, pemenuhan modal kerja, hingga upaya refinancing atau pelunasan utang yang ada. Tren ini mencerminkan dinamika yang aktif dalam upaya perusahaan memperkuat fondasi keuangan mereka di tengah iklim ekonomi yang terus berkembang.
Fenomena ini salah satunya terlihat dari aksi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO). Pada tanggal 18 September 2025, GOTO berhasil memperoleh fasilitas pinjaman berjangka senilai Rp 4,65 triliun dengan tenor empat tahun dari dua institusi perbankan terkemuka, yaitu PT Bank DBS Indonesia dan United Overseas Bank (UOB) Limited. Dana besar ini direncanakan untuk melunasi utang perusahaan sebelumnya yang berjumlah Rp 467 miliar, sementara sisa dana akan dialokasikan untuk investasi dan pembiayaan modal kerja. Simon Ho, Chief Financial Officer GoTo, menjelaskan dalam keterangan resminya pada Jumat (19/9/2025), “Fasilitas baru ini memperkuat posisi keuangan GoTo dan memberikan fleksibilitas tambahan untuk mendukung pertumbuhan serta efisiensi ekosistem GoTo secara berkelanjutan.”
Selain GOTO, PT Barito Pacific Tbk (BRPT) juga mengambil langkah serupa. Pada 21 Agustus 2025, BRPT menandatangani perjanjian fasilitas pinjaman dengan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Pinjaman ini terbagi dalam dua skema utama, yaitu kredit berjangka committed dan non-revolving, serta fasilitas forex line, dengan total plafon maksimal mencapai US$ 252,75 juta. Dana kredit akan dimanfaatkan BRPT untuk keperluan operasional perusahaan, termasuk melunasi pinjaman yang dilakukan perseroan pada 5 Agustus 2020. Sementara itu, dana dari perjanjian forex line akan digunakan untuk kebutuhan lindung nilai dan transaksi derivatif, khususnya jenis interest rate swap (IRS). Direktur dan Sekretaris Perusahaan BRPT menyatakan dalam Keterbukaan Informasi pada Kamis (21/9/2025) bahwa, “Dengan diperolehnya pinjaman dari BRI berdasarkan perjanjian kredit dan forex line, maka akan meningkatkan kemampuan finansial dan aspek pendanaan bagi perseroan dalam menjalankan usaha ke depannya.”
Tren menarik pendanaan ini tidak hanya terbatas pada kedua emiten besar tersebut. Kontan juga mencatat beberapa nama lain yang turut menghimpun dana dari perbankan. Di antaranya adalah PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) dengan pinjaman sebesar Rp 1,5 triliun, PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) senilai Rp 1,43 triliun, dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berhasil menarik total US$ 500 juta. Lebih lanjut, PT Soho Global Health Tbk (SOHO) memperoleh Rp 750 miliar, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) sejumlah Rp 220 miliar, dan PT Logisticsplus International Tbk (LOPI) sebanyak Rp 40 miliar.
Kepala Riset Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menganalisis bahwa maraknya emiten yang menarik fasilitas kredit ini dapat diinterpretasikan dalam dua perspektif utama. Pertama, ini mengindikasikan tingkat kepercayaan perbankan terhadap fundamental dan prospek bisnis emiten yang masih sangat tinggi. Kedua, fenomena ini menunjukkan bahwa banyak perusahaan sedang memasuki fase ekspansi atau melakukan refinancing utang dengan cerdas, memanfaatkan tren penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Wajar saja, BI diketahui telah memangkas suku bunganya sebanyak lima kali sepanjang tahun ini, yakni pada bulan Januari, Mei, Juli, Agustus, dan September, memberikan peluang bagi perusahaan untuk mendapatkan biaya dana yang lebih efisien.
Meski demikian, Wafi juga memberikan peringatan penting. Ia menyoroti bahwa penggunaan dana pinjaman menjadi krusial; “Ini jadi sinyal positif kalau dana dipakai untuk growth, tapi bisa jadi warning kalau lebih banyak untuk menutup kewajiban lama,” ujarnya saat dihubungi Kontan pada Jumat (26/9/2025). Dalam pengamatannya, upaya refinancing yang bertujuan untuk menciptakan struktur utang lebih sehat dengan bunga rendah tampak dilakukan oleh ANTM. Sementara itu, TOWR, TAPG, dan GOTO cenderung mengalokasikan pinjaman mereka untuk investasi jangka panjang, seperti pembangunan aset atau fasilitas baru. TOWR berencana untuk perluasan jaringan menara telekomunikasi, TAPG untuk perluasan perkebunan, dan GOTO untuk memperkuat ekosistem digitalnya. Di sisi lain, SOHO, PJAA, dan LOPI diprediksi akan menggunakan dana tersebut untuk mendukung kebutuhan operasional serta menjaga arus kas perusahaan.
Dilihat dari prospek jangka panjang, Wafi menilai langkah ini akan membuahkan hasil positif asalkan dana tersebut benar-benar dimanfaatkan untuk ekspansi yang produktif dan strategis. TOWR dan TAPG, menurutnya, berpeluang besar mencatat pertumbuhan baru dari proyek perluasan menara dan perkebunan mereka. Sementara itu, pendanaan tambahan dapat membantu menjaga stabilitas keuangan ANTM di tengah ambisi proyek hilirisasi perusahaan. GOTO, khususnya, dianggap menarik karena perbaikan EBITDA-nya yang signifikan, meskipun risiko untuk mencapai profit bersih secara konsisten masih perlu dicermati. “Prospek lebih kuat untuk emiten yang punya arus kas operasional solid, bukan sekadar survive,” imbuhnya, menekankan pentingnya kesehatan finansial yang berkelanjutan. Berdasarkan analisis komprehensif ini, Wafi merekomendasikan saham TOWR dengan target harga Rp 600, ANTM Rp 3.300, BRPT Rp 3.400, TAPG Rp 1.400, dan GOTO Rp 75 per saham.
Ringkasan
Sejumlah emiten di Indonesia gencar menarik pendanaan dari perbankan untuk ekspansi bisnis, modal kerja, dan refinancing. Contohnya, GOTO memperoleh pinjaman Rp 4,65 triliun untuk melunasi utang dan investasi, sementara BRPT mendapatkan fasilitas pinjaman dari BRI untuk operasional dan lindung nilai. Tren ini juga diikuti oleh emiten lain seperti TOWR, TAPG, dan ANTM dengan berbagai tujuan, termasuk perluasan jaringan dan hilirisasi.
Analis KISI melihat tren ini sebagai indikasi kepercayaan bank terhadap emiten dan kesempatan memanfaatkan penurunan suku bunga BI. Namun, penggunaan dana pinjaman menjadi kunci, apakah untuk pertumbuhan atau sekadar menutupi kewajiban lama. KISI merekomendasikan saham TOWR, ANTM, BRPT, TAPG, dan GOTO berdasarkan prospek pertumbuhan dan stabilitas keuangan masing-masing emiten.