BBCA Anjlok! Kenapa Saham Bank BCA Terburuk Minggu Ini?

Scoot.co.id JAKARTA – Perdagangan saham di pekan ini menjadi episode kelabu bagi PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Saham bank bermodal besar ini secara mengejutkan ditutup ambruk, menorehkan koreksi terdalam dibandingkan rekan-rekan “big banks” lainnya. Penurunan signifikan ini memicu pertanyaan di kalangan investor mengenai stabilitas salah satu saham favorit di Bursa Efek Indonesia.

Pada penutupan perdagangan Jumat (22/8), saham BBCA tercatat mengalami koreksi sebesar 1,17% dari harga penutupan hari sebelumnya, mendarat di level Rp 8.450 per saham. Akumulasi pergerakan saham Bank Central Asia sepanjang pekan ini menunjukkan penurunan yang lebih substansial, mencapai 2,87%. Bahkan, harga terendah BBCA dalam periode sepekan tersebut sempat menyentuh angka Rp 8.400 per saham, menggarisbawahi tekanan jual yang kuat.

Kontras dengan performa BBCA, saham bank-bank besar lainnya justru menunjukkan kekuatan. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) berhasil menguat 0,82% menjadi Rp 4.890, sementara PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) naik tipis 0,46% menjadi Rp 4.390 dalam sepekan. Meskipun PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga mengalami penurunan dalam sepekan, koreksinya jauh lebih moderat, hanya sekitar 0,49% ke level Rp 4.100 per saham, menempatkan BBCA sebagai ‘pecundang’ utama di kategori ini.

Koreksi tajam yang menimpa saham BBCA ini santer dikaitkan dengan isu panas terkait potensi pengalihan 51% saham BCA kepada pemerintah. Kabar ini sontak menyulut kegelisahan di pasar, meskipun manajemen bank swasta terbesar di tanah air tersebut telah dengan tegas menepis spekulasi yang beredar.

Dalam upaya meredakan kekhawatiran investor dan menangkis spekulasi negatif, Corporate Secretary BCA, I Ketut Alam Wangsawijaya, telah memberikan klarifikasi resmi melalui keterbukaan informasi BEI pada Rabu (20/8). Pada hari yang sama dengan pengumuman klarifikasi tersebut, saham BBCA sempat menunjukkan respons positif, ditutup naik 0,29%. Namun, sentimen negatif tampaknya kembali merajalela di sisa pekan perdagangan.

I Ketut Alam Wangsawijaya menjelaskan bahwa informasi mengenai utang BCA kepada negara senilai Rp 60 triliun yang disebut-sebut diangsur Rp 7 triliun setiap tahunnya adalah tidak benar. Ia meluruskan bahwa BCA memang memiliki aset obligasi pemerintah senilai Rp 60 triliun dalam neracanya, namun keseluruhan urusan terkait surat utang tersebut telah tuntas pada tahun 2009 sesuai dengan ketentuan yang berlaku, jauh sebelum isu ini mencuat.

BCA Catatkan Penyaluran KUR Sudah Mencapai Rp 335,99 Miliar hingga Juni 2025

Lebih lanjut, I Ketut Alam Wangsawijaya juga membantah keras narasi yang menyebutkan pembelian 51% saham BCA senilai sekitar Rp 5 triliun, sementara nilai pasar BCA diklaim mencapai Rp 117 triliun. “Angka Rp 117 triliun yang sering disebut dalam narasi merujuk pada total aset BCA, bukan nilai pasar perusahaan,” tegasnya. Ia menjelaskan bahwa nilai pasar perusahaan ditentukan oleh harga saham di bursa efek dikalikan dengan jumlah total saham yang beredar. Mengingat BCA telah melaksanakan Initial Public Offering (IPO) pada tahun 2000, harga sahamnya terbentuk murni berdasarkan mekanisme pasar. Pada saat proses strategic private placement dilakukan, nilai pasar BCA berdasarkan harga saham rata-rata di Bursa Efek Indonesia adalah sekitar Rp 10 triliun. Angka inilah yang menjadi acuan valuasi saat transaksi berlangsung, bukan klaim Rp117 triliun tersebut. “Dengan demikian, nilai akuisisi 51% saham oleh konsorsium FarIndo yang menang melalui tender, merupakan cerminan dari kondisi pasar saat itu,” tambahnya, menegaskan validitas dan kewajaran transaksi.

Secara transparan dan akuntabel, tender pengambilalihan saham tersebut memang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), memastikan setiap langkah sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Dana Pensiun BCA Catat Kenaikan Pengembalian Investasi Jadi 5,51% per Juli 2025

Sebelum isu ini mereda, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus, telah mewanti-wanti bahwa spekulasi pengambilalihan 51% saham BCA oleh pemerintah dengan mengusut kasus utang BLBI berpotensi besar memukul harga sahamnya. Menurut Nico, jika isu-isu semacam ini tidak ditanggapi secara serius dan transparan oleh pihak terkait, ia dapat berubah menjadi “isu liar” yang meresahkan para investor. “Alhasil, isu tersebut yang menurut Nico menjadi pendorong terkoreksinya BBCA di hari ini,” ungkapnya, mengindikasikan bahwa ketidakpastian inilah yang menyeret BBCA ke zona merah pada akhir pekan. “Jadi aku sih cuma berharap isu-isu yang kayak gitu sebetulnya nggak harus ada,” harap Nico, menekankan pentingnya informasi yang akurat dan terverifikasi di pasar saham.

BCA Bantah Isu Pemerintah Ambil Alih 51% Saham, BBCA Ditutup Naik 0,29% Rabu (20/8)

Ringkasan

Saham BBCA mengalami penurunan signifikan sepanjang minggu ini, menjadi yang terburuk dibandingkan bank besar lainnya, dengan penurunan mencapai 2,87%. Penurunan ini dikaitkan dengan isu pengalihan 51% saham BCA kepada pemerintah, yang memicu kekhawatiran di kalangan investor meskipun telah dibantah oleh manajemen BCA.

Manajemen BCA telah mengklarifikasi bahwa isu utang BCA kepada negara dan angka-angka yang beredar terkait nilai akuisisi saham BCA tidak benar. Spekulasi mengenai pengambilalihan saham oleh pemerintah berpotensi memukul harga saham BBCA jika tidak ditanggapi serius dan transparan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *