BI Rate Turun, Dana Jumbo Mengalir, Kredit Bank Kok Stagnan?

Scoot.co.id JAKARTA. Sektor perbankan di Indonesia menunjukkan sikap hati-hati, belum berencana menaikkan target pertumbuhan kredit untuk tahun ini. Padahal, bunga acuan BI Rate telah turun ke level 4,75% dan pemerintah telah menyuntikkan dana sebesar Rp 200 triliun ke Bank BUMN. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat likuiditas bank sekaligus mendorong penyaluran kredit ke sektor riil.

Hingga Agustus 2025, laju pertumbuhan kredit perbankan nasional masih di angka 7%, angka ini berada di bawah target Bank Indonesia (BI) yang berkisar antara 8% hingga 11%. Kondisi ini mengindikasikan adanya perlambatan dalam ekspansi pinjaman. Gubernur BI, Perry Warjiyo, pada Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu (17/9), menyatakan bahwa pertumbuhan kredit perbankan pada Agustus 2025 belum menunjukkan kekuatan signifikan, meskipun ada sedikit peningkatan dibanding Juli 2025.

Perry menjelaskan bahwa perlambatan ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor utama. Dari sisi permintaan, pelaku usaha cenderung mengambil sikap “menunggu dan melihat” (wait and see), sementara suku bunga kredit yang masih relatif tinggi juga menjadi penghambat. Selain itu, banyak pelaku usaha memilih untuk memanfaatkan dana internal mereka untuk membiayai operasional, mengurangi ketergantungan pada pinjaman bank.

Akibatnya, fasilitas pinjaman yang belum dicairkan atau dikenal sebagai undisbursed loan tercatat sangat besar. Pada Agustus 2025, angka undisbursed loan mencapai Rp 2.372,11 triliun, setara dengan 22,71% dari total plafon kredit yang tersedia. Ini menunjukkan adanya kapasitas pembiayaan yang belum termanfaatkan secara optimal.

Perry juga menyoroti lambatnya penurunan suku bunga kredit perbankan, yang menjadi salah satu faktor penahan utama. Meskipun bunga acuan BI Rate telah turun, suku bunga kredit hanya bergerak turun tipis sebesar 7 basis poin (bps), dari 9,20% pada awal 2025 menjadi 9,13% pada Agustus 2025. Pergerakan yang lambat ini turut menghambat peningkatan pembiayaan yang lebih lanjut untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Menanggapi situasi ini, Presiden Direktur CIMB Niaga, Lani Darmawan, mengungkapkan bahwa pihaknya belum berencana merevisi target pertumbuhan kredit maupun rencana bisnis bank di tahun ini. Lani menyatakan bahwa CIMB Niaga masih terus memonitor perkembangan ekonomi dan biaya dana riil. Untuk saat ini, target pertumbuhan kredit mereka tetap di kisaran 6%-8%. CIMB Niaga fokus pada penyaluran kredit di segmen UKM dan ritel, kredit kendaraan bermotor, dan kartu kredit, sembari tetap selektif dalam penyaluran kredit korporasi. Pada Juni 2025, total penyaluran kredit konsolidasi CIMB Niaga mencapai Rp 231,8 triliun, tumbuh 6,8%.

Berbeda dengan sikap konservatif beberapa bank, PT Bank Syariah Indonesia (BSI) justru tetap optimistis dapat mencapai target kinerja kredit maupun Dana Pihak Ketiga (DPK) sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB) hingga akhir tahun. Optimisme ini didorong oleh capaian kinerja BSI pada kuartal II-2025 yang menunjukkan rata-rata indikator keuangan tumbuh dua digit. Laba BSI per Juni 2025 tumbuh solid 10,21% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 3,74 triliun. Pembiayaan BSI tumbuh lebih tinggi dari industri perbankan nasional, mencapai 13,93% (YoY) dengan outstanding Rp 293,24 triliun.

Direktur Finance and Strategy BSI, Ade Cahyo Nugroho, menargetkan pertumbuhan pembiayaan dapat mencapai sekitar 13%-15%. Fokus utama BSI adalah segmen ritel, termasuk produk unik syariah seperti bisnis emas yang menunjukkan pertumbuhan sangat baik. Selain emas, segmen UMKM, baik SME maupun mikro, juga menjadi prioritas karena pertumbuhannya yang stabil dan sehat. Dari sisi DPK, Ade melihat kondisi likuiditas pada semester II ini jauh lebih baik. Dukungan relaksasi reference rate BI ke level 4,75% dan alokasi dana pemerintah sebesar Rp 10 triliun dari total Rp 200 triliun semakin menambah optimisme BSI untuk mencapai target DPK sesuai RBB.

Per kuartal II-2025, DPK BSI tumbuh konsisten dengan tabungan sebagai mesin pertumbuhan utama, menjaga komposisi Dana Murah (CASA) di level 61,78% atau Rp 199,48 triliun. Ekosistem payroll dan haji juga terbukti mendorong pertumbuhan DPK 8,83% (YoY) mencapai Rp 323 triliun. Tabungan BSI sendiri mencapai Rp 141,30 triliun, tumbuh 9,71% (YoY). Ade menyatakan bahwa kondisi DPK semester II cukup optimis, terutama dengan pertumbuhan tabungan haji BSI yang sangat baik. Ia juga meyakini profitabilitas akan tetap sesuai target RBB, mengingat pertumbuhan volume pembiayaan dan DPK yang menjanjikan di semester kedua.

Di sisi lain, PT Bank Mandiri mengambil langkah strategis dengan mematok pertumbuhan kredit di kisaran 8% hingga 10%, angka ini lebih rendah dari target sebelumnya sebesar 10% hingga 12%. Pada Juni 2025, penyaluran kredit konsolidasi Bank Mandiri mencapai Rp 1.701 triliun, meningkat 11% YoY.

Novita Widya Anggraini, Direktur Finance & Strategy Bank Mandiri, menjelaskan bahwa perubahan target ini bertujuan untuk mengoptimalkan portofolio pinjaman demi meningkatkan profitabilitas perseroan. Revisi juga dilakukan untuk menyelaraskan pertumbuhan kredit dengan ekspansi simpanan, serta memprioritaskan sektor-sektor yang sehat dan mendorong pertumbuhan rantai nilai berbasis ekosistem. Perseroan berkomitmen untuk menjaga kualitas aset dengan target rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) tetap pada level sehat.

Tahun ini, Bank Mandiri akan fokus pada pembiayaan industri yang termasuk dalam panduan portofolio pinjaman perseroan. Sektor-sektor prioritas meliputi industri makanan dan minuman, perkebunan energi dan air, serta telekomunikasi dan jasa kesehatan. Novita menambahkan bahwa tambahan likuiditas dari pemerintah sebesar Rp 55 triliun memberikan ruang lebih besar bagi perseroan untuk menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas yang mendukung agenda pembangunan nasional. Dengan tambahan ini, kapasitas pembiayaan Bank Mandiri semakin kuat untuk menopang sektor-sektor produktif yang meningkatkan daya saing ekspor dan memperluas lapangan kerja, sekaligus memperkuat ekonomi kerakyatan. Bank Mandiri berkomitmen menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor strategis seperti perkebunan dan ketahanan pangan, hilirisasi SDA dan energi terbarukan, infrastruktur, layanan kesehatan, manufaktur, kawasan industri, serta UMKM dalam mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Ringkasan

Meskipun BI Rate telah turun dan ada suntikan dana dari pemerintah, pertumbuhan kredit perbankan nasional masih di bawah target BI, yaitu sekitar 7% hingga Agustus 2025. Hal ini disebabkan oleh sikap “wait and see” dari pelaku usaha, suku bunga kredit yang masih tinggi, dan preferensi penggunaan dana internal. Akibatnya, undisbursed loan tercatat sangat besar, mencapai Rp 2.372,11 triliun.

Beberapa bank seperti CIMB Niaga dan Bank Mandiri bersikap hati-hati dan belum berencana merevisi target pertumbuhan kredit mereka. Namun, Bank Syariah Indonesia (BSI) tetap optimis dapat mencapai target kinerja kredit dan DPK, didorong oleh pertumbuhan kinerja yang solid pada kuartal II-2025. Bank Mandiri merevisi target untuk mengoptimalkan portofolio pinjaman demi meningkatkan profitabilitas perseroan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *