KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di ambang keputusan krusial Bank Indonesia (BI) terkait suku bunga acuan pada 22 Oktober 2025 mendatang. Konsensus pasar secara luas memproyeksikan penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps), membawa BI Rate ke level 4,5%. Kebijakan moneter ini diprediksi akan memiliki dampak signifikan terhadap pasar saham domestik.
Menurut Abida Massi Armand, Fundamental Analyst BRI Danareksa Sekuritas, pasar saham Indonesia diperkirakan akan merespons sangat positif apabila BI menurunkan suku bunga sesuai ekspektasi konsensus. Skenario ini berpotensi mendorong IHSG melanjutkan penguatan hingga mencapai target resistensi 8.150, didukung oleh optimisme terhadap peningkatan volume kredit dan likuiditas di pasar. Sebaliknya, apabila BI memutuskan untuk menahan suku bunga di 4,75%, reaksi pasar kemungkinan akan netral hingga cenderung melemah ringan. Hal ini disebabkan ekspektasi pemangkasan suku bunga yang sudah lebih dulu diantisipasi oleh pasar (price in).
Namun, skenario terburuk muncul jika BI justru menaikkan suku bunga menjadi 5,00%. Kondisi ini berpotensi memicu koreksi tajam di pasar saham akibat kekhawatiran terhadap stabilitas nilai tukar rupiah dan potensi arus keluar (outflow) dana asing yang signifikan. Secara teknikal, IHSG memiliki level support utama yang kuat di kisaran 7.950–7.990 dan support menengah di 7.200–7.250 sebagai batas bawah jika koreksi berlanjut. Di sisi atas, level resistensi krusial terletak di 8.000–8.025, dengan target optimistis 8.150. Penembusan stabil di atas 8.150 akan menjadi konfirmasi kembalinya tren bullish jangka menengah.
Abida Massi Armand juga menilai bahwa pemangkasan suku bunga akan bertindak sebagai katalis positif utama bagi sektor perbankan dan properti, dua sektor yang paling sensitif terhadap perubahan biaya dana. Bank-bank besar, atau sering disebut big four seperti BMRI, BBRI, dan BBCA, berpotensi mencatat peningkatan Net Interest Income (NII) seiring dengan lonjakan volume kredit. Sementara itu, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) diyakini akan diuntungkan dari penurunan suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang dapat merangsang penjualan rumah. Tidak hanya itu, sektor ritel dan otomotif juga akan mendapatkan dorongan signifikan dari peningkatan daya beli masyarakat akibat biaya pinjaman yang lebih murah.
“Efeknya bagi kinerja emiten cukup signifikan karena penurunan BI Rate menurunkan Cost of Fund (CoF) dan memperluas margin laba bersih,” jelas Abida kepada Kontan pada Senin (20/10). Bagi sektor riil, suku bunga yang lebih rendah secara langsung meningkatkan daya tarik untuk mengambil kredit ekspansi atau modal kerja. Dengan demikian, keputusan Bank Indonesia kali ini berpotensi mempercepat siklus investasi korporasi dan secara substansial memperkuat pemulihan ekonomi domestik melalui penyaluran kredit baru dari perbankan.
Lebih lanjut, Abida melihat adanya peluang besar bagi aliran dana asing untuk kembali masuk ke domestik, setelah sebelumnya mencatat outflow sebesar Rp 16,6 triliun menjelang keputusan BI. Pemangkasan suku bunga yang selaras dengan tren pelonggaran global, terutama ekspektasi rate cut dari The Fed, akan meningkatkan minat investor terhadap aset berisiko di Indonesia. Dengan inflasi yang terkendali di 2,65% dan BI Rate yang berpotensi di 4,50%, spread riil yang positif tetap menjadi daya tarik untuk carry trade, terutama jika stabilitas rupiah berhasil terjaga.
“Jika keputusan BI sesuai ekspektasi pasar, sentimen positif ini akan memperkuat arus masuk dana asing ke saham-saham blue chip perbankan dan mempercepat pemulihan IHSG yang sempat melemah sepekan terakhir,” tambahnya. Sebaliknya, bila BI menahan atau justru menaikkan suku bunga, persepsi risiko investor akan meningkat dan potensi outflow dana asing bisa berlanjut dalam jangka pendek.
Dalam konteks ini, Abida merekomendasikan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan target harga Rp 11.900 per saham dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) dengan target harga Rp 1.400 per saham. Di sisi lain, saham BRIS dan BTPS direkomendasikan untuk hold karena valuasinya telah mendekati atau bahkan melampaui rata-rata historisnya. “Secara keseluruhan, keputusan pemangkasan BI Rate menjadi katalis utama revaluasi sektor perbankan menuju PBV (Price to Book Value) rata-rata lima tahun mereka, sekaligus peluang akumulasi strategis menjelang potensi penguatan IHSG di atas 8.000,” tutup Abida, menggarisbawahi pentingnya momen ini bagi investor.