Menjelang pengumuman suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) pada Selasa (22/10/2025), pasar saham domestik tengah menantikan arah baru kebijakan moneter dengan antisipasi. Konsensus pasar secara luas memperkirakan BI akan mengambil langkah pelonggaran dengan menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin (bps), membawanya ke level 4,5%.
Menurut Fundamental Analyst BRI Danareksa Sekuritas, Abida Massi Armand, langkah strategis ini diproyeksikan menjadi katalis positif yang signifikan bagi dinamika pasar modal. “Apabila BI menurunkan suku bunga sesuai konsensus, pasar saham domestik diperkirakan akan merespons sangat positif,” ujarnya kepada Kontan pada Senin (20/10/2025).
IHSG Berpeluang Menembus 8.000
Abida memperkirakan, jika skenario penurunan suku bunga terealisasi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi besar menembus kembali level psikologis 8.000. Penguatan ini diproyeksikan akan berlanjut menuju resistensi 8.150, didorong oleh meningkatnya optimisme terhadap pertumbuhan kredit dan likuiditas di pasar.
Namun, jika Bank Indonesia memilih untuk mempertahankan suku bunga di level 4,75%, pasar diperkirakan hanya akan menunjukkan reaksi netral atau bahkan koreksi minor. Hal ini karena ekspektasi pemangkasan suku bunga telah terlanjur diantisipasi secara luas oleh pelaku pasar. Sebaliknya, kenaikan suku bunga menjadi 5,00% dapat memicu koreksi tajam akibat kekhawatiran mendalam terhadap stabilitas rupiah dan risiko arus keluar dana asing.
Secara teknikal, IHSG memiliki support utama yang kuat di rentang 7.950–7.990, dengan support menengah di 7.200–7.250. Sementara itu, resistensi krusial berada di 8.000–8.025. Penembusan target optimistis di 8.150 akan menjadi konfirmasi penting kembalinya tren bullish jangka menengah bagi indeks.
Sektor yang Diuntungkan
Pemangkasan BI Rate, menurut Abida, akan menjadi pendorong fundamental bagi sektor perbankan dan properti, mengingat sensitivitas kedua sektor ini terhadap perubahan biaya dana. Bank-bank besar seperti BMRI, BBRI, dan BBCA berpotensi mencatat peningkatan signifikan pada Net Interest Income (NII) seiring dengan naiknya volume kredit. Di sisi lain, BBTN berpeluang besar diuntungkan dari penurunan suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang akan merangsang penjualan rumah.
Selain perbankan dan properti, sektor ritel dan otomotif juga diperkirakan akan terdongkrak. Peningkatan daya beli masyarakat akibat biaya pinjaman yang lebih murah akan mendorong konsumsi dan investasi di kedua sektor tersebut.
“Dampak pemangkasan BI Rate terhadap kinerja emiten sangat signifikan, sebab terjadi penurunan Cost of Fund (CoF) yang pada gilirannya akan memperluas margin laba bersih perusahaan,” jelas Abida. Ia menambahkan, suku bunga yang lebih rendah juga akan memperkuat daya tarik pembiayaan ekspansi dan mempercepat pemulihan ekonomi domestik melalui peningkatan penyaluran kredit perbankan.
Arus Dana Asing Berpeluang Kembali Membanjiri Pasar
Abida juga menilai bahwa aliran dana asing berpotensi kembali masuk ke pasar domestik, setelah sempat terjadi arus keluar (outflow) sebesar Rp 16,6 triliun menjelang keputusan BI. Pemangkasan suku bunga yang sejalan dengan tren pelonggaran kebijakan moneter global—khususnya ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed—akan meningkatkan daya tarik investor terhadap aset berisiko di Indonesia. Dengan inflasi pada level 2,65% dan BI Rate di 4,50%, selisih riil positif tetap menarik untuk strategi carry trade, terutama jika stabilitas rupiah berhasil terjaga.
“Jika keputusan BI sesuai ekspektasi pasar, sentimen positif ini diyakini akan memperkuat aliran masuk dana asing ke saham-saham blue chip perbankan, sekaligus mengakselerasi pemulihan IHSG yang sempat melambat dalam sepekan terakhir,” tambahnya. Sebaliknya, bila BI menahan atau menaikkan suku bunga, risiko arus keluar dana asing dapat meningkat kembali dalam jangka pendek.
Rekomendasi Saham Pilihan
Untuk strategi investasi, Abida merekomendasikan saham BBCA dengan target harga Rp 11.900 per saham dan BBTN dengan target harga Rp 1.400 per saham. Sementara itu, saham BRIS dan BTPS disarankan untuk posisi hold karena valuasinya sudah mendekati atau bahkan melampaui rata-rata historisnya.
“Secara keseluruhan, keputusan pemangkasan BI Rate akan menjadi katalis utama untuk revaluasi sektor perbankan menuju PBV (Price to Book Value) rata-rata lima tahun mereka, sekaligus memberikan peluang akumulasi strategis yang menjanjikan menjelang potensi penguatan IHSG di atas level 8.000,” pungkas Abida.