Scoot.co.id, JAKARTA – Memasuki semester II/2025, industri perbankan nasional, melalui Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), tetap berkomitmen menjaga prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit. Pernyataan ini disampaikan di Jakarta, Rabu (20/8/2025), menyoroti tantangan yang masih membayangi sektor keuangan.
Aviliani, Ketua Bidang Riset dan Kajian Ekonomi Perbankan Perbanas, menjelaskan bahwa penurunan suku bunga acuan BI yang telah dilakukan sejak tahun lalu belum signifikan memicu pertumbuhan kredit. Hal ini utamanya disebabkan oleh lemahnya permintaan dari sektor riil. “Jika sektor riil tidak memiliki demand, meskipun suku bunga telah diturunkan, roda bisnis dan penyaluran kredit tidak akan bergerak optimal,” tegas Aviliani dalam acara Kelas Jurnalis Perbanas di Jakarta Selatan.
Di tengah kondisi permintaan sektor riil yang masih lesu, perbankan diprediksi akan terus menerapkan strategi penyaluran kredit yang sangat selektif hingga akhir tahun 2025. Meskipun Bank Indonesia telah melonggarkan kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga acuannya, Aviliani menambahkan bahwa bank-bank kini lebih memilih skema kredit konsorsium. Pendekatan ini, yang melibatkan kerja sama beberapa bank dalam satu pembiayaan, bertujuan untuk mengendalikan dan memitigasi risiko dengan lebih efektif.
Baca Juga: Penurunan Bunga Kredit Masih Lambat meski BI Rate Turun, Begini Kondisinya
Aviliani menegaskan bahwa kunci utama untuk memicu pertumbuhan penyaluran kredit perbankan terletak pada dorongan kuat dari pemerintah terhadap sektor riil. Bank, pada dasarnya, menunggu arahan strategis dari pemerintah mengenai sektor-sektor mana yang akan dijadikan prioritas pembiayaan. Hal ini disebabkan karena perbankan secara alami mengikuti aliran bisnis dan dinamika permintaan pasar, sementara kebijakan moneter bank sentral hanya berfungsi sebagai penyedia ruang gerak, bukan pendorong utama.
“Maka dari itu, saya melihat bahwa sektor riil ini wajib didorong secara proaktif. Pemerintah harus memiliki visi yang jelas mengenai sektor mana yang akan diprioritaskan untuk pertumbuhan,” imbuh Aviliani. Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa bank cenderung ‘follow the business, follow the money’, mengikuti pergerakan pelaku bisnis dan perputaran uang di pasar. “Sedangkan kebijakan moneter, hanya dapat memberikan ruang gerak bagi perbankan, namun tidak dapat memaksakan pertumbuhan kredit,” pungkasnya.
Baca Juga: BI ‘Sentil’ Bank Lebih Suka Parkir Dana di Surat Berharga ketimbang Salurkan Kredit
Baca Juga: Kredit Perbankan Makin Loyo, Juli 2025 Tumbuh 7,03% YoY
Ringkasan
Perbanas menyatakan bahwa penurunan suku bunga acuan BI belum memicu pertumbuhan kredit yang signifikan karena lemahnya permintaan dari sektor riil. Akibatnya, perbankan akan tetap selektif dalam penyaluran kredit hingga akhir tahun 2025, cenderung memilih skema kredit konsorsium untuk mitigasi risiko.
Pertumbuhan kredit perbankan sangat bergantung pada dorongan pemerintah terhadap sektor riil, dengan perbankan mengikuti arahan strategis pemerintah mengenai sektor prioritas. Kebijakan moneter hanya memberikan ruang gerak, tetapi tidak bisa memaksakan pertumbuhan kredit tanpa dukungan dari sektor riil yang aktif.