Kinerja emiten BUMN Karya diproyeksikan akan menunjukkan perbaikan signifikan menyusul pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas UU Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Harapan akan pemulihan ini mencuat setelah kesepakatan tingkat I yang dicapai oleh Komisi VI DPR RI dan Pemerintah.
Kesepakatan penting mengenai seluruh poin dalam RUU BUMN ini dicapai dalam rapat pengambilan keputusan tingkat I di ruang rapat Komisi VI DPR RI, Jakarta, pada Jumat (26/9/2025). Dengan tercapainya kesepakatan ini, RUU BUMN akan segera diajukan ke sidang paripurna DPR RI untuk disahkan secara resmi menjadi undang-undang.
Salah satu inovasi krusial yang diusung oleh RUU BUMN ini adalah perubahan status Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN). Perubahan ini diharapkan akan semakin mempertegas peran dan posisi Danantara dalam mengontrol dan mengelola aset-aset strategis perusahaan pelat merah. Terlebih lagi, sejumlah aksi korporasi emiten pelat merah akan sangat bergantung pada restu dari Danantara, termasuk rencana merger emiten BUMN Karya yang ditargetkan rampung pada akhir tahun 2025.
Menanggapi hal ini, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menekankan pentingnya bagi emiten BUMN Karya untuk melaksanakan good corporate governance secara konsisten bersama dengan Danantara demi menjaga kinerja perusahaan di masa depan. Beliau juga menyoroti kondisi arus kas emiten BUMN Karya yang masih cenderung negatif, sehingga merger dianggap sebagai salah satu strategi efektif untuk melakukan restrukturisasi utang.
Nafan optimis bahwa melalui langkah-langkah ini, raihan nilai kontrak baru perusahaan akan kembali bertumbuh dalam beberapa tahun mendatang. Berdasarkan analisisnya, ia merekomendasikan accumulative buy untuk saham PTPP, dengan menetapkan target harga sebesar Rp 565 per saham.
Di sisi lain, VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, berpandangan bahwa kesuksesan merger emiten BUMN Karya akan sangat bergantung pada tiga faktor fundamental. Pertama, penyelesaian proses administrasi peralihan kelembagaan BP BUMN dan Danantara. Kedua, keberhasilan proses restrukturisasi utang emiten BUMN Karya yang harus mendapatkan persetujuan dari para pemegang saham. Terakhir, kepatuhan para emiten BUMN Karya terhadap regulasi pasar modal.
Audi juga mengingatkan bahwa keberadaan emiten BUMN Karya yang berpotensi mengalami delisting dapat menjadi hambatan serius dalam proses merger. Namun demikian, kinerja emiten BUMN Karya di masa depan tetap berpotensi stabil seiring dengan implementasi konsolidasi yang efektif, yang diharapkan dapat menurunkan biaya overhead, memperbaiki posisi negosiasi dengan kreditur, serta memungkinkan terciptanya skala proyek besar. Dia mencontohkan keberhasilan restrukturisasi utang pada PT Waskita Karya Tbk (WSKT) yang telah mendapatkan persetujuan untuk beberapa seri obligasinya.
Secara spesifik, Audi menilai PTPP akan mencatatkan kinerja yang membaik hingga akhir tahun 2025, terutama dari sisi penambahan kontrak baru, meskipun laba perusahaan diperkirakan cenderung menurun. Sementara itu, WIKA aktif memangkas utang di kuartal II 2025, ADHI masih dibebani utang tinggi, dan proses restrukturisasi utang WSKT masih terus berjalan. Untuk saham PTPP, Audi merekomendasikan trading buy dengan target harga sebesar Rp 472 per saham.
Ringkasan
Rancangan Undang-Undang (RUU) BUMN yang baru, dengan perubahan status Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN), diharapkan dapat meningkatkan kinerja emiten BUMN Karya. Perubahan ini akan mempertegas peran Danantara dalam mengelola aset BUMN dan memberikan restu pada aksi korporasi, termasuk merger emiten BUMN Karya yang ditargetkan selesai akhir 2025.
Keberhasilan merger emiten BUMN Karya bergantung pada penyelesaian administrasi BP BUMN, restrukturisasi utang yang disetujui pemegang saham, dan kepatuhan terhadap regulasi pasar modal. Analis merekomendasikan saham PTPP dengan target harga yang berbeda, menunjukkan optimisme terhadap potensi pertumbuhan kontrak baru meskipun ada tantangan seperti emiten berpotensi delisting dan beban utang pada beberapa perusahaan.