Jakarta, IDN Times – Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencatat penurunan tajam hingga 19,8 persen per 30 September 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa realisasi PNBP baru mencapai Rp344,9 triliun, atau 72,3 persen dari target (outlook), jauh di bawah capaian September 2024 yang mencapai Rp430,3 triliun.
Pengalihan Dividen BUMN Menjadi Penyebab Utama Penurunan PNBP
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menegaskan bahwa salah satu pemicu utama anjloknya PNBP adalah perubahan signifikan dalam pengelolaan dividen BUMN. Mulai tahun ini, setoran dividen dari perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak lagi masuk langsung ke kas negara, melainkan dialihkan sepenuhnya ke Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara atau Danantara.
Pergeseran ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, yang mengatur bahwa dividen BUMN kini disetorkan kepada Danantara. “Dengan demikian, penerimaan dari Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) kami anggap sudah mencapai 100 persen, karena tidak lagi masuk ke APBN, melainkan ke Danantara,” jelas Suahasil dalam konferensi pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Sebelum beleid baru ini berlaku, dividen BUMN secara tradisional tercatat sebagai bagian penting dari pos Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) dalam komponen PNBP. Kini, setelah UU Nomor 1 Tahun 2025 diberlakukan, pengelolaan dividen BUMN sepenuhnya dialihkan untuk dijadikan modal investasi melalui Danantara, sehingga secara otomatis mengurangi porsi PNBP yang diterima negara.
Faktor Eksternal Juga Memengaruhi Penerimaan PNBP
Selain faktor internal dari pengalihan KND dividen BUMN, Suahasil Nazara juga menjabarkan bahwa kontribusi signifikan terhadap penurunan PNBP berasal dari faktor eksternal, terutama pada sektor Sumber Daya Alam (SDA). Fluktuasi harga minyak global secara langsung berdampak pada penerimaan negara dari royalti dan setoran sektor migas.
“Pak Menteri sudah menunjukkan bahwa harga minyak tahun ini lebih rendah dibandingkan tahun lalu, dan ini secara langsung memengaruhi penerimaan negara bukan pajak kita, khususnya dari royalti dan setoran SDA migas,” ungkap Suahasil.
Secara lebih rinci, PNBP dari sektor SDA menunjukkan penurunan dari Rp170,1 triliun pada akhir September 2024 menjadi hanya Rp159,6 triliun pada periode yang sama tahun ini.
Beberapa penyebab utama penurunan ini antara lain:
- Penurunan Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP) sebesar 13,5 persen. Rata-rata ICP tahun lalu mencapai 80,40 dolar AS per barel, sementara tahun ini turun menjadi 69,54 dolar AS per barel.
- Meskipun lifting minyak bumi sedikit meningkat dari 579 ribu barel per hari tahun lalu menjadi 590 ribu barel per hari tahun ini, angka tersebut masih belum memenuhi asumsi APBN. Walaupun dalam 12 bulan terakhir sempat melampaui target, rata-rata harian masih berada sedikit di bawah asumsi APBN.
“Kami tentu berharap bulan Oktober, November, dan Desember akan mendorong pencapaian lifting minyak bumi mendekati asumsi APBN sebesar 605 ribu barel per hari,” tambah Suahasil, menyuarakan optimisme pemerintah.
Rincian Komponen Penerimaan PNBP Lainnya
Meskipun KND tidak lagi berkontribusi seperti sebelumnya, PNBP tetap ditopang oleh beberapa pos penerimaan penting lainnya. Berikut adalah rincian realisasi PNBP per 30 September 2025 berdasarkan komponennya:
- Setoran Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi (SDA Migas) terealisasi sebesar Rp73,3 triliun, atau 64,0 persen dari target (outlook).
- Setoran SDA Nonmigas mencapai Rp86,3 triliun, merepresentasikan 74,7 persen dari target.
- Pos PNBP lainnya berhasil menghimpun Rp103,3 triliun, atau 76,0 persen dari target.
- Penerimaan dari Badan Layanan Umum (BLU) mencapai Rp70,2 triliun, atau 70,7 persen dari target yang ditetapkan.
Ringkasan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mengalami penurunan signifikan sebesar 19,8 persen per 30 September 2025 dibandingkan tahun sebelumnya, dengan realisasi mencapai Rp344,9 triliun. Penurunan ini disebabkan oleh dua faktor utama: pengalihan dividen BUMN ke Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) sesuai UU Nomor 1 Tahun 2025, dan penurunan harga minyak global yang berdampak pada penerimaan dari sektor Sumber Daya Alam (SDA).
Meskipun dividen BUMN tidak lagi masuk ke APBN, PNBP masih ditopang oleh sektor SDA Migas dan Nonmigas, PNBP lainnya, serta penerimaan dari Badan Layanan Umum (BLU). Pemerintah berharap peningkatan lifting minyak bumi di bulan-bulan mendatang dapat mendekati asumsi APBN, meskipun harga minyak global tetap menjadi faktor penentu dalam penerimaan PNBP.