Penerimaan Pajak Anjlok! Kemenkeu Ungkap Penyebab September Minus 4,4%

Jakarta, IDN Times – Pemerintah dihadapkan pada tantangan signifikan dalam mencapai target penerimaan pajak tahun ini. Hingga akhir September, realisasi penerimaan pajak baru menyentuh angka Rp1.295,3 triliun, atau sekitar 62,4 persen dari target ambisius Rp2.076,9 triliun. Angka ini menandai penurunan yang cukup terasa, yakni 4,4 persen, dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp1.354,9 triliun.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan bahwa penurunan ini terjadi pada penerimaan pajak neto, yang tercatat turun 3,2 persen dari tahun sebelumnya. Penyebab utamanya adalah peningkatan signifikan dalam restitusi pajak yang dikembalikan kepada wajib pajak. “Angka neto tahun ini Rp1.295,28 triliun, masih di bawah angka tahun lalu Rp1.354,86 triliun. Salah satu sebabnya adalah peningkatan restitusi pajak,” ujar Suahasil dalam Konferensi Pers APBN KiTa di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (14/10/2025).

Kenaikan restitusi pajak, yang merupakan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak, secara strategis diharapkan dapat menggerakkan roda perekonomian. Dengan dana yang kembali ke masyarakat dan dunia usaha, diharapkan terjadi peningkatan perputaran uang yang mendorong aktivitas ekonomi. Suahasil menambahkan, “Restitusi ini artinya uang dikembalikan ke masyarakat, dunia usaha, dan wajib pajak. Harapannya, perputaran uang tersebut turut mendorong aktivitas ekonomi.”

Rincian penerimaan pajak neto (setelah dikurangi restitusi) menunjukkan gambaran bervariasi:

  • PPh Badan: Rp304,63 triliun (naik 6,0 persen YoY)

  • PPh Orang Pribadi: Rp16,90 triliun (naik 39,4 persen YoY)

  • PPN dan PPnBM: Rp702,20 triliun (turun 3,2 persen YoY)

  • PBB: Rp19,69 triliun (naik 18,4 persen YoY)

Suahasil kembali menegaskan bahwa realisasi pajak neto yang mencapai Rp1.295,28 triliun ini lebih rendah dibandingkan tahun 2024 yang sebesar Rp1.354,8 triliun, terutama akibat peningkatan restitusi pajak. Meski demikian, ia optimis bahwa perputaran uang ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian.

Di sisi lain, jika melihat realisasi pajak bruto (sebelum dikurangi restitusi), angkanya justru menunjukkan peningkatan.

  • PPh Badan: Rp215,10 triliun (turun 9,4 persen YoY)

  • PPh Orang Pribadi: Rp16,82 triliun (naik 39,8 persen YoY)

  • PPN dan PPnBM: Rp474,44 triliun (turun 13,2 persen YoY)

  • PBB: Rp19,50 triliun (naik 17,6 persen YoY)

Penerimaan pajak bruto tercatat meningkat menjadi Rp1.619,20 triliun, melampaui Rp1.588,21 triliun pada periode yang sama tahun lalu. “Ini yang akan terus kami pantau. Semoga makin menuju akhir tahun perekonomiannya makin membaik, maka realisasi bruto juga akan meningkat,” tegas Suahasil, menyiratkan harapan akan perbaikan kondisi ekonomi ke depan.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menguraikan beberapa faktor eksternal yang menjadi alasan perlambatan penerimaan pajak tahun ini. Ia menyoroti penurunan harga komoditas global dan lesunya aktivitas ekspor. “Penerimaan yang lebih rendah dibanding tahun lalu utamanya disebabkan penurunan harga migas dan tambang,” jelas Purbaya.

Secara keseluruhan, pendapatan negara hingga akhir September tercatat Rp1.863,3 triliun atau 65 persen dari perkiraan (outlook) tahun ini. Angka ini juga menunjukkan penurunan 7,2 persen dibandingkan September 2024 yang mencapai Rp2.008,6 triliun. Perlambatan terjadi hampir di seluruh jenis pajak, khususnya PPh Badan dan PPN Impor, sebagai dampak langsung dari pelemahan ekspor-impor serta anjloknya harga batu bara dan minyak dunia. Selain itu, penerimaan kepabeanan dan cukai juga mengalami penurunan 2,9 persen dibanding tahun lalu, mencapai Rp221,3 triliun, akibat volume impor dan nilai pabean yang lebih rendah.

Di tengah kondisi penerimaan yang menantang, belanja negara justru menunjukkan peningkatan. Hingga akhir September, realisasi belanja negara mencapai Rp2.234,8 triliun atau 63,4 persen dari outlook, tumbuh 5,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Belanja kementerian/lembaga tercatat Rp800,9 triliun, atau 62,8 persen dari target.

Peningkatan belanja yang diiringi penurunan penerimaan ini mengakibatkan defisit APBN melebar menjadi Rp371,5 triliun, setara 1,56 persen terhadap PDB. Kendati demikian, Menteri Purbaya menegaskan bahwa pemerintah tetap berupaya menjaga keseimbangan fiskal dengan mencatat surplus primer sebesar Rp18 triliun. Ia juga menekankan peran krusial APBN: “APBN tetap menjadi instrumen utama dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat,” pungkasnya, menunjukkan komitmen pemerintah untuk menopang stabilitas ekonomi.

Ringkasan

Penerimaan pajak hingga September menunjukkan penurunan 4,4% dibandingkan tahun lalu, mencapai Rp1.295,3 triliun atau 62,4% dari target. Penurunan ini disebabkan oleh peningkatan signifikan dalam restitusi pajak yang dikembalikan kepada wajib pajak, meskipun restitusi diharapkan dapat mendorong aktivitas ekonomi melalui perputaran uang.

Meskipun penerimaan pajak neto menurun, penerimaan pajak bruto justru mengalami peningkatan. Penurunan penerimaan pajak secara keseluruhan juga dipengaruhi faktor eksternal seperti penurunan harga komoditas global dan lesunya aktivitas ekspor, serta penurunan penerimaan kepabeanan dan cukai. Sementara itu, belanja negara mengalami peningkatan, mengakibatkan defisit APBN melebar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *