JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan adanya penurunan realisasi penerimaan pajak neto per September 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Fenomena ini utamanya disebabkan oleh peningkatan signifikan pada restitusi pajak, meskipun realisasi bruto menunjukkan peningkatan yang positif.
Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, menjelaskan bahwa analisis kinerja penerimaan pajak selalu dilihat dari dua perspektif: realisasi bruto dan realisasi neto, di mana realisasi neto adalah angka setelah dikurangi pengembalian restitusi pajak.
Secara bruto, penerimaan pajak Indonesia per September 2025 tercatat mencapai Rp1.619,20 triliun. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan realisasi bruto pada tahun 2024 yang sebesar Rp1.588,21 triliun. Kenaikan penerimaan bruto ini ditopang oleh beberapa komponen pajak. Pajak Penghasilan (PPh) Badan mengalami peningkatan sebesar 6 persen (year on year/yoy) menjadi Rp304,63 triliun, sementara PPh Orang Pribadi melonjak 39,4 persen menjadi Rp16,90 triliun. Di sisi lain, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) justru mengalami penurunan 3,2 persen menjadi Rp702,20 triliun. Adapun Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menunjukkan kenaikan substansial sebesar 18,4 persen, mencapai Rp19,69 triliun.
Meski demikian, jika menilik angka neto, situasinya berbeda. Penerimaan pajak neto per September 2025 tercatat sebesar Rp1.295,28 triliun. Angka ini masih berada di bawah penerimaan pajak neto tahun lalu yang mencapai Rp1.354,86 triliun. “Salah satu sebabnya adalah karena tahun ini memang terjadi peningkatan restitusi pajak,” terang Suahasil dalam konferensi pers APBN Kita Edisi Oktober 2025 di Kantor Kemenkeu, Jakarta, pada Selasa (14/10/2025) lalu.
Sebagai informasi penting, restitusi pajak adalah mekanisme pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang oleh wajib pajak. Kondisi ini dapat terjadi ketika seorang wajib pajak (WP) telah membayar pajak melebihi jumlah yang seharusnya terutang, atau bahkan ketika tidak ada kewajiban pajak sama sekali. Ini berlaku untuk berbagai jenis pajak, termasuk kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh), PPN, atau PPnBM. Sesuai ketentuan perpajakan, jika pembayaran pajak WP lebih besar dari yang seharusnya, WP berhak mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan tersebut.
Meskipun menyebabkan penurunan penerimaan pajak neto, Suahasil menekankan dimensi positif dari restitusi ini. “Restitusi ini juga berarti uang dikembalikan kepada masyarakat, dunia usaha, dan wajib pajak, sehingga uang itu beredar di tengah-tengah perekonomian,” jelasnya. Kemenkeu berharap bahwa dengan sirkulasi uang yang lebih baik di perekonomian, termasuk yang berasal dari pengembalian pajak ini, dapat memberikan dorongan signifikan untuk menggerakkan dan menopang ekonomi nasional.
Ringkasan
Kementerian Keuangan melaporkan penurunan realisasi penerimaan pajak neto per September 2025 dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini terutama disebabkan oleh peningkatan signifikan dalam restitusi pajak, meskipun realisasi bruto menunjukkan peningkatan. Penerimaan pajak bruto tercatat Rp1.619,20 triliun, lebih tinggi dari Rp1.588,21 triliun tahun 2024, dengan peningkatan pada PPh Badan dan PPh Orang Pribadi, namun penurunan pada PPN dan PPnBM.
Penerimaan pajak neto per September 2025 tercatat Rp1.295,28 triliun, di bawah tahun sebelumnya yang sebesar Rp1.354,86 triliun akibat peningkatan restitusi pajak. Meskipun menurunkan penerimaan neto, Kemenkeu menekankan bahwa restitusi mengembalikan uang ke masyarakat dan dunia usaha, yang diharapkan dapat mendorong perekonomian nasional.