Ekonomi Karbon: RI Butuh Rp 4.519 T, Siap Tarik Dana Iklim?

Indonesia telah menerbitkan First Biennial Transparency Report (BTR) yang pertama, sebuah dokumen krusial yang memetakan kebutuhan pembiayaan dan dukungan untuk mengimplementasikan aksi iklim nasional. Laporan ini menunjukkan bahwa Indonesia memerlukan dana sebesar US$ 282 miliar atau setara Rp 4.519 triliun guna mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) hingga tahun 2030. Dana kolosal ini akan dialokasikan untuk upaya mitigasi dan adaptasi iklim yang komprehensif.

Dalam dokumen Enhanced NDC Indonesia, target ambisius penurunan emisi gas rumah kaca ditetapkan: 31,89% akan dicapai melalui upaya mandiri, sementara 43,2% sisanya diharapkan terwujud dengan dukungan pembiayaan global. Angka-angka ini mencerminkan komitmen Indonesia sekaligus mengakui pentingnya kolaborasi internasional dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.

Untuk mengoptimalkan sumber pendanaan iklim yang dibutuhkan, pemerintah tengah mengembangkan berbagai strategi inovatif. “Penerapan nilai ekonomi karbon multiskema merupakan salah satu langkah yang dikembangkan untuk optimalkan pendanaan iklim,” jelas Ary Sudijanto, Deputi Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon Kementerian Lingkungan Hidup, dalam keterangan tertulis yang dirilis Kamis (9/10).

Analisis lebih lanjut dari total kebutuhan US$ 282 miliar menunjukkan alokasi yang signifikan untuk aksi mitigasi, yaitu sebesar US$ 281,18 miliar. Sementara itu, aksi adaptasi membutuhkan dana US$ 816,52 juta. Sektor energi menjadi penyerap kebutuhan terbesar dengan estimasi US$ 245,996 miliar, diikuti oleh sektor forestry and other land use (FOLU) yang memerlukan US$ 21,62 miliar untuk berbagai inisiatif keberlanjutan.

Selain itu, kebutuhan pendanaan juga tersebar di sektor-sektor lain yang tak kalah vital. Sektor limbah diproyeksikan membutuhkan US$ 13 miliar, sektor pertanian US$ 504 juta, dan sektor industrial processes and product use (IPPU) sejumlah US$ 65 juta. Rincian ini menegaskan pendekatan holistik Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim di berbagai lini.

Meskipun kebutuhannya besar, Indonesia telah berhasil memperoleh sejumlah pendanaan dari berbagai sumber. Contohnya adalah Result-Based Payment pada skema REDD+ untuk sektor FOLU sebesar US$ 103,8 juta dari Green Climate Fund. Selain itu, Indonesia juga menerima US$ 180 juta dari Forest Carbon Partnership Facility dan US$ 216 juta Result-Based Contribution dari Pemerintah Norwegia, menunjukkan kepercayaan internasional terhadap upaya iklim Indonesia.

Pemerintah Indonesia juga secara aktif menjalin kerja sama bilateral dengan negara-negara mitra seperti Jepang dan Norwegia. Fokus utama kerja sama ini adalah untuk memperkuat pendanaan di sektor energi, termasuk implementasi proyek-proyek Clean Development Mechanism yang kini telah diterapkan pada 14 proyek energi berskala nasional, menandai langkah konkret menuju energi bersih.

Fleksibilitas dalam mekanisme pendanaan iklim juga terus ditingkatkan. “Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan lima independent crediting scheme membuka peluang perdagangan karbon melalui 54 metodologi untuk pendekatan technology-based dan 58 metodologi untuk pendekatan nature-based,” imbuh Ary Sudijanto, menyoroti terbukanya akses pasar karbon yang lebih luas.

Mekanisme perdagangan karbon multiskema ini diharapkan dapat menjadi katalisator bagi sektor swasta untuk mengadopsi efisiensi dan teknologi rendah karbon. Tidak hanya itu, masyarakat pun didorong untuk berperan aktif melalui partisipasi dalam proyek-proyek mitigasi dan adaptasi iklim berskala kecil, menegaskan pentingnya kolaborasi seluruh elemen bangsa dalam mencapai target iklim.

Ringkasan

Indonesia membutuhkan dana sebesar US$ 282 miliar atau setara Rp 4.519 triliun untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) hingga 2030. Dana ini akan dialokasikan untuk mitigasi dan adaptasi iklim, dengan sektor energi menjadi yang terbesar membutuhkan pendanaan. Pemerintah mengembangkan nilai ekonomi karbon multiskema untuk mengoptimalkan pendanaan iklim.

Indonesia telah menerima pendanaan dari berbagai sumber, termasuk Green Climate Fund dan Forest Carbon Partnership Facility. Kerja sama bilateral dengan negara seperti Jepang dan Norwegia juga difokuskan untuk memperkuat pendanaan di sektor energi. Mutual Recognition Agreement (MRA) membuka peluang perdagangan karbon, mendorong sektor swasta dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam aksi iklim.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *