Emiten CPO Haji Isam Kuartal III 2025: Kinerja Gila, Prospek Cerah?

JAKARTA – Emiten minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) milik Haji Isam, PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) dan PT Pradiksi Gunatama Tbk (PGUN), menunjukkan kinerja keuangan yang memukau sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2025. Performa gemilang ini turut diiringi oleh reli fantastis saham keduanya di lantai bursa.

PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) berhasil mencatatkan penjualan sebesar Rp 3,08 triliun hingga kuartal III 2025. Angka ini melonjak 17,24% secara tahunan (year-on-year/YoY) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 2,63 triliun. Kontribusi terbesar penjualan JARR datang dari segmen Fatty Acid Methyl Ester (FAME) senilai Rp 2,56 triliun. Disusul oleh segmen Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) yang menyumbang Rp 231,36 miliar, segmen Crude Glycerine (CG) sebesar Rp 165,99 miliar, dan segmen minyak goreng sebesar Rp 64,15 miliar. Selain itu, segmen kernel berkontribusi Rp 43,9 miliar, fatty matter (FM) Rp 20,91 miliar, serta tandan buah segar (TBS) Rp 2,18 miliar. Tak kalah impresif, laba bersih tahun berjalan JARR juga melonjak drastis menjadi Rp 224 miliar per kuartal III 2025, tumbuh 44,19% YoY dari Rp 122,34 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Senada dengan induknya, anak usaha JARR, PT Pradiksi Gunatama Tbk (PGUN), juga membukukan kinerja yang tak kalah cemerlang. Penjualan bersih PGUN mencapai Rp 537,83 miliar per kuartal III 2025, naik signifikan 38,67% dari Rp 387,82 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Kinerja penjualan PGUN didominasi oleh segmen minyak kelapa sawit yang menyumbang Rp 471,17 miliar. Kemudian, segmen inti kelapa sawit berkontribusi Rp 66,08 miliar, dan segmen cangkang sebesar Rp 571,13 juta. Pertumbuhan penjualan ini turut mengerek laba bruto PGUN menjadi Rp 187,54 miliar per kuartal III 2025, melonjak 168,28% secara tahunan dari Rp 69,90 miliar. Laba bersih tahun berjalan PGUN pun meroket hingga Rp 101,43 miliar pada periode tersebut, naik fantastis 448,99% YoY dari Rp 18,47 miliar.

Sejalan dengan solidnya kinerja operasional dan keuangan, saham JARR dan PGUN juga menjadi bintang di lantai bursa. Saham JARR tercatat melesat 1.138,71% sejak awal tahun (year-to-date/YTD) hingga mencapai Rp 3.840 per saham pada penutupan perdagangan 28 Oktober. Tak kalah fantastis, saham PGUN bahkan terbang lebih tinggi, mencatatkan kenaikan 3.178,30% YTD ke level Rp 13.900 per saham.

Namun, di balik euforia kinerja dan sahamnya, PGUN menghadapi tantangan serius terkait isu lahan. Berdasarkan keterbukaan informasi tertanggal 13 Oktober 2025, meskipun PGUN menyatakan tidak memiliki lahan kelapa sawit di dalam kawasan hutan berdasarkan izin usaha, temuan dari Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) mengungkapkan hal berbeda. Berdasarkan Undangan Klarifikasi Nomor B-296/PKH-2/03/2025 tanggal 14 Maret 2025 dan notulensi pertemuan lanjutan tanggal 20 Maret 2025, teridentifikasi bahwa sebagian dari lahan dalam Hak Guna Usaha Nomor 10/Kerang seluas 16.404,4059 hektare (ha) atas nama PT Senabangun Anekapertiwi, anak perusahaan PGUN, terindikasi berada di dalam kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Timur.

Rincian temuan tersebut mencakup 419,025 hektare cagar alam yang tidak dimanfaatkan atau ditanami sawit, serta 298,071 hektare hutan produksi. Dari hutan produksi ini, 86,15 hektare dimanfaatkan dan ditanami sawit oleh masyarakat, 67,92 hektare oleh perusahaan, dan 144,001 hektare berupa semak belukar. Meski demikian, Sekretaris Perusahaan PGUN, Muhammad Reza, dalam konfirmasinya kepada Kontan pada Selasa (14/10/2025) lalu, menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada tagihan denda. Ia optimis bahwa proses ini tidak akan mengganggu kinerja operasional perusahaan karena nilainya dianggap tidak material.

Menanggapi lonjakan kinerja dan saham ini, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, menilai bahwa pertumbuhan fundamental JARR dan PGUN sebetulnya masih dalam koridor wajar, didukung oleh harga CPO global yang stabil tinggi di level MYR 4.460 per ton, seperti yang dilansir oleh Trading Economics. Namun, ia menyoroti bahwa yang “tidak wajar adalah pergerakan sahamnya,” ujarnya kepada Kontan pada Selasa (28/10). Reli saham yang begitu ekstrem sejak awal tahun telah mendorong valuasi kedua emiten ini ke tingkat yang mahal. JARR memiliki Price to Earning Ratio (PER) 118,68x dan Price to Book Value (PBV) 18,92x, sedangkan PGUN jauh lebih tinggi dengan PER 589,71x dan PBV 42,40x.

Kendati demikian, Nafan melihat sentimen positif masih akan membayangi kinerja JARR dan PGUN hingga akhir tahun 2025 dan berlanjut ke 2026. Ini terutama didorong oleh rencana kebijakan B50 biodiesel yang akan berlaku pada tahun 2026, yang akan menggenjot permintaan CPO sebagai bahan baku FAME, area fokus produksi kedua perusahaan. “Harga CPO juga masih ada di tren positif ke depan seiring dengan peningkatan permintaan,” imbuh Nafan. Meskipun prospek cerah, ia mengingatkan adanya risiko dari kondisi cuaca yang tak menentu serta PR besar PGUN dalam menyelesaikan masalah lahan yang terindikasi masuk wilayah konservasi. Dengan pertimbangan tersebut, Nafan saat ini belum memberikan rekomendasi untuk saham JARR dan PGUN.

Dari sisi teknikal, Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, mengamati bahwa pergerakan saham JARR memiliki level support di Rp 3.120 per saham dan resistance di Rp 4.300 per saham. Untuk saham PGUN, level support berada di Rp 12.525 per saham dan resistance di Rp 17.300 per saham. Dengan mempertimbangkan kondisi saat ini, Herditya merekomendasikan strategi wait and see bagi investor yang tertarik pada kedua saham emiten CPO ini.

Ringkasan

Emiten CPO milik Haji Isam, JARR dan PGUN, mencatatkan kinerja keuangan yang mengesankan pada kuartal III 2025. JARR mencatat penjualan Rp 3,08 triliun dan laba bersih Rp 224 miliar, sementara PGUN meraih penjualan Rp 537,83 miliar dan laba bersih Rp 101,43 miliar. Kinerja solid ini sejalan dengan lonjakan harga saham keduanya, meskipun PGUN menghadapi isu lahan terkait indikasi kawasan hutan.

Analis menilai pertumbuhan fundamental JARR dan PGUN masih wajar karena didukung harga CPO global, tetapi pergerakan saham dianggap tidak wajar karena valuasi yang mahal. Sentimen positif diprediksi berlanjut hingga 2026 dengan adanya kebijakan B50 biodiesel. Namun, risiko cuaca dan isu lahan PGUN menjadi perhatian, sehingga rekomendasi saat ini adalah wait and see.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *