Scoot.co.id – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali menegaskan komitmennya terkait proyek strategis Kereta Cepat Jakarta Bandung, atau yang kini dikenal dengan nama Whoosh. Secara gamblang, Kemenkeu menyatakan tidak ada utang pemerintah dalam pembiayaan mega proyek ini. Seluruh skema pendanaan ditegaskan berlangsung secara business to business (B2B), melibatkan konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia dengan mitra dari Tiongkok.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto, dalam sebuah pertemuan media di Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/10), memperjelas posisi ini. Ia menggarisbawahi bahwa proyek Whoosh murni merupakan inisiatif badan usaha, dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai salah satu BUMN kunci di balik konsorsium Indonesia yang menggarap proyek kereta cepat tersebut.
Suminto memastikan bahwa setiap aspek utang dalam proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung ini sepenuhnya berasal dari pinjaman badan usaha. Ini berarti, baik porsi ekuitas maupun pinjaman yang terlibat, tidak ada satu pun yang bersumber dari pinjaman pemerintah, melainkan dari konsorsium badan usaha Indonesia dan China yang terlibat dalam proyek tersebut.
Konsorsium Indonesia sendiri, yang dikenal sebagai PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), mewakili kepemilikan 60 persen dalam proyek ini. Di dalamnya tergabung empat BUMN terkemuka: PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai pemegang saham mayoritas, bersama dengan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII. Sementara itu, 40 persen kepemilikan saham dipegang oleh pihak China.
Dengan total investasi proyek yang mencapai USD 7,27 miliar, termasuk pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar USD 1,2 miliar, skema pembiayaannya terbagi jelas. Sebanyak 75 persen permodalan dipenuhi melalui pinjaman dari Bank Pembangunan China (CDB) dengan tenor 40 tahun dan bunga 2 persen per tahun, sementara 25 persen sisanya berasal dari modal bersama KCIC.
Sebagai tulang punggung dalam konsorsium, PT KAI tercatat telah mengucurkan modal investasi ke PT PSBI senilai Rp 7,7 triliun sejak awal tahun 2025. Dengan kepemilikan saham sebesar 58,53 persen di PT PSBI, KAI memang memikul peran substansial dalam pembiayaan proyek kereta cepat ini. Namun, laporan keuangan tengah tahun KAI per 30 Juni 2025 (unaudited) juga menunjukkan adanya kerugian bersih dari investasi pada entitas asosiasi dan ventura bersama di PT PSBI, yang mencapai Rp 951,48 miliar.