Menanti Rebound IHSG Kala Situasi Keamanan Sudah Kondusif

Scoot.co.id, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terperosok akibat gelombang aksi demonstrasi yang meluas, memicu keprihatinan di kalangan pelaku pasar. Kini, perhatian investor tertuju pada harapan akan situasi sosial-politik yang lebih kondusif demi memicu rebound pasar saham yang dinantikan.

Pada Senin, 1 September 2025, IHSG ditutup anjlok tajam 1,21%, bertengger di level 7.736,06. Penurunan ini diiringi oleh aksi jual bersih yang signifikan dari investor asing, mencapai Rp2,15 triliun dalam sehari perdagangan tersebut.

Total net sell asing sepanjang tahun berjalan 2025 telah membengkak menjadi Rp53,1 triliun. Meskipun demikian, IHSG masih mencatat penguatan 9,27% secara year-to-date (YtD), kendati harus menghadapi koreksi 2,71% dalam dua hari perdagangan terakhir yang penuh gejolak.

Fenomena panic selling yang melanda pasar saham pada 29 Agustus 2025 dan 1 September 2025 tak dapat dilepaskan dari sentimen negatif yang dipicu oleh eskalasi aksi demonstrasi. Pasar modal Indonesia sangat membutuhkan kepastian politik untuk meredakan gelombang aksi jual investor dan mengembalikan kepercayaan pasar menuju fase rebound.

VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, menjelaskan bahwa pasar saat ini cenderung merespons negatif terhadap demonstrasi yang semakin memanas. Bahkan, IHSG sempat ambles lebih dari 3% sesaat setelah pembukaan perdagangan pada Senin (1/9/2025).

“Hal ini seiring dengan kepercayaan pasar yang belum sepenuhnya meningkat, termasuk dari investor asing, yang pada Jumat lalu telah melakukan aksi jual mencapai Rp1,1 triliun di seluruh perdagangan,” ungkap Audi pada Senin (1/9/2025).

Buy the Dip: Rekomendasi Saham dari 3 Analis untuk IHSG Kuartal IV/2025

Kiwoom Sekuritas menegaskan bahwa pasar menantikan kepastian dari pemerintah untuk menjamin stabilitas politik dan mencegah keberlanjutan aksi demonstrasi yang berpotensi merugikan perekonomian secara luas.

Audi memproyeksikan bahwa IHSG akan kembali menguat seiring dengan meredanya ketegangan dan terciptanya situasi yang lebih kondusif. Prediksi ini didasari oleh data fundamental yang solid, seperti pertumbuhan PDB kuartal II/2025 yang mencapai 5,12% secara tahunan (year-on-year/YoY), serta S&P PMI Manufaktur Indonesia yang kembali memasuki zona ekspansif. Stabilitas nilai tukar rupiah sebelum aksi demonstrasi juga menjadi indikator fundamental yang kuat.

Lebih lanjut, Audi menambahkan bahwa potensi pemangkasan Federal Funds Rate (FFR) sebesar 50 basis poin hingga akhir tahun, ditambah dengan gencatan tarif antara Amerika Serikat dan China, diperkirakan akan menjadi pendorong utama capital inflow ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Sementara itu, Head of Research & Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnusubroto, dalam risetnya memaparkan potensi berlanjutnya pelemahan signifikan di pasar, disertai keluarnya arus modal asing pada pekan ini, khususnya dari saham-saham berkapitalisasi pasar besar.

“Pasar sangat sensitif terhadap isu politik dan keamanan di dalam negeri. Ketidakstabilan politik yang terjadi pekan lalu, dan berlanjut di hari Sabtu serta Minggu, sangat mempengaruhi sentimen,” jelas Rully pada Senin (1/9/2025).

Rully juga menyoroti meluasnya aksi massa yang berujung kericuhan di berbagai kota besar, termasuk Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Makassar, dan Yogyakarta, menambah daftar kekhawatiran pelaku pasar.

Rupiah Ditutup Menguat ke Rp16.418 saat Dolar AS Tergelincir

Senada dengan pandangan di atas, Associate Director of Investment and Research Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, menilai bahwa situasi dan kondisi saat ini masih jauh dari kondusif. Di sisi lain, Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan pandangan dan langkah-langkah yang akan diambil berikutnya, sebuah perkembangan yang dinanti pasar.

“Pertanyaan kuncinya adalah kebijakan seperti apa yang akan diambil oleh pemerintah? Kebijakan mana yang tepat dan mampu memberikan dampak positif bagi perekonomian serta masyarakat luas? Inilah yang sebetulnya akan dinantikan pasar,” ujar Nico pada Senin (1/9/2025).

Meskipun aksi panic selling di pasar modal sudah mulai mereda, Nico menyatakan bahwa pasar masih diliputi ketidakpastian. Pelaku pasar dan investor membutuhkan kejelasan lebih lanjut mengenai sikap pemerintah untuk dapat mengambil keputusan investasi yang tepat.

“Tentu jika kita perhatikan, saat ini pasar sudah mulai tenang, namun kepastian belum sepenuhnya didapatkan. Oleh sebab itu, hari-hari ke depan akan menjadi penentu arah IHSG selanjutnya,” tambahnya.

Saham Potensial di Tengah Volatilitas Pasar

Di tengah gejolak kondisi politik Indonesia yang masih menciptakan ketidakpastian, Nico dari Pilarmas Investindo Sekuritas melihat beberapa saham layak dicermati. Saham-saham di sektor emas, seperti ANTM, BRMS, ARCI, dan PSAB, menjadi pilihan menarik bagi investor saat ini.

Selain itu, saham-saham di sektor konsumer non-cyclical juga patut dicermati mengingat keterkaitannya dengan kebutuhan pokok yang cenderung stabil.

“Saham-saham yang memiliki fundamental kuat, potensi valuasi menjanjikan di masa depan, dan telah mengalami koreksi harga, merupakan kesempatan emas untuk mulai masuk ke pasar,” tegas Nico.

Kiwoom Sekuritas juga mencatat adanya ruang positif dari sektor barang baku, seiring dengan harga emas yang berhasil menembus level tertinggi dalam sebulan terakhir, mencapai US$3.400 per troy ounce. Sektor defensif juga direkomendasikan untuk dicermati.

Adapun, untuk jangka pendek, Kiwoom Sekuritas merekomendasikan speculative buy pada saham BBRI dengan target harga (TP) Rp4.250, saham AMMN dengan TP Rp8.450, serta saham BRMS dengan TP Rp505 per saham.

Berbeda pandangan, Mirae Asset Sekuritas menyarankan investor untuk menghindari saham-saham yang sangat rentan terhadap aksi jual investor asing. Mereka memproyeksikan ketidakpastian pasar akan tetap tinggi dalam beberapa waktu ke depan, dengan sentimen yang sangat bergantung pada pemulihan kondisi politik dan keamanan, serta aktivitas ekonomi di kota-kota yang terdampak kerusuhan, termasuk DKI Jakarta.

Meski demikian, Mirae Asset Sekuritas memberikan rekomendasi buy on weakness untuk saham TLKM, JPFA, dan KLBF. Mereka juga merekomendasikan saham TOWR dan MTEL, yang diperkirakan akan diuntungkan dari pelonggaran kebijakan moneter oleh Bank Indonesia.

Disclaimer: Berita ini bukan ajakan untuk membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya berada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *