PT MRT Jakarta menghadapi estimasi kerugian signifikan mencapai Rp 5 miliar akibat aksi vandalisme yang terjadi saat demonstrasi pada akhir Agustus 2025. Operator transportasi publik ini menargetkan seluruh fasilitas yang rusak pasca-unjuk rasa dapat rampung diperbaiki pada akhir tahun ini, mengindikasikan upaya pemulihan yang cepat dan terstruktur.
Menurut Direktur Operasi MRT Jakarta, Mega Indahwati Natangsa, lima stasiun vital menjadi target utama aksi perusakan ini: Stasiun MRT ASEAN, Stasiun MRT Senayan, Stasiun MRT Istora, Stasiun MRT Bendungan Hilir, dan Stasiun MRT Setiabudi. Di antara semua kerusakan, perbaikan dua elevator di Stasiun MRT Istora diproyeksikan memakan waktu paling lama.
Mega menjelaskan, kedua elevator tersebut dirusak dengan cara yang sangat parah; dibongkar secara paksa kemudian dibakar menggunakan bom molotov. “Kami masih terus berkoordinasi dengan vendor terkait perbaikan ini, sebab kami masih menantikan kedatangan komponen-komponen vital untuk mengoperasikan kembali kedua lift tersebut,” ujar Mega saat memberikan keterangan di kantornya pada Rabu (8/10).
Sementara itu, kerusakan paling masif secara kuantitas terjadi pada panel kaca di pintu masuk kelima stasiun MRT yang terdampak. Mega optimistis bahwa penggantian seluruh kaca tersebut akan tuntas pada pekan depan, menunjukkan kemajuan yang lebih cepat dalam penanganan jenis kerusakan ini.
Baca juga:
- Komnas HAM Pelototi Pelaksanaan MBG, Turun Lapangan Pastikan Pemenuhan Hak Anak
- Mensesneg: Wamen Kartika Wirjoatmodjo Tak Dicopot, Tugas Berakhir Ekses BP BUMN
- Prabowo Siapkan 9 Nama Anggota Komite Reformasi Kepolisian, Begini Skenarionya
Hingga saat ini, anggaran perbaikan yang telah digelontorkan untuk memulihkan lima stasiun MRT tersebut mencapai Rp 3,8 miliar. Penting dicatat, angka ini belum mencakup estimasi biaya perbaikan dua elevator yang mengalami kerusakan parah di Stasiun MRT Istora, yang diperkirakan akan menambah total pengeluaran.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung telah mengungkapkan skala kerugian yang lebih luas akibat kerusuhan serupa di berbagai wilayah ibu kota, dengan total mencapai Rp 55 miliar. Pramono menyoroti bahwa kerugian finansial terbesar akibat kerusakan infrastruktur ini ditanggung oleh dua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) vital, yakni PT Transjakarta dan PT MRT Jakarta.
Lebih lanjut, Pramono merinci bahwa infrastruktur PT MRT Jakarta menderita kerugian senilai Rp 3,3 miliar. Angka ini lebih rendah dari kerugian yang dialami fasilitas Transjakarta, yang mencapai angka fantastis Rp 41,6 miliar. Di samping itu, kerusakan pada sistem CCTV dan infrastruktur pendukung lainnya diperkirakan menelan biaya Rp 5,5 miliar.
“Total kerusakan secara keseluruhan mencapai Rp 55 miliar,” tegas Pramono saat menyampaikan pernyataannya di Balai Kota Jakarta pada Senin (1/9).
Ia juga menjelaskan bahwa kerusuhan tersebut mengakibatkan kerusakan pada 22 halte Transjakarta. Dari jumlah tersebut, enam halte mengalami kerusakan parah akibat pembakaran dan penjarahan, sementara 16 halte lainnya mengalami kerusakan bervariasi dari ringan hingga berat akibat aksi vandalisme. Ironisnya, satu pintu tol pun tidak luput dari dampak kerusakan tersebut.