Emiten-emiten yang terafiliasi dengan taipan Prajogo Pangestu terus menunjukkan dominasinya di bursa saham Tanah Air. Jaringan pengaruhnya tidak hanya berasal dari kepemilikannya secara langsung, melainkan juga melalui entitas anak usahanya. Menariknya, tren bullish yang kuat ini juga merembet ke beberapa saham yang memiliki keterkaitan dengan Happy Hapsoro, menyoroti adanya efek domino di pasar modal.
Salah satu contoh paling menonjol adalah saham PT Barito Pacific Tbk (BRPT), yang sejak awal tahun hingga Senin (6/10/2025) telah melesat hingga 334,78%. Dominasi Prajogo Pangestu di BRPT terlihat dari kepemilikannya yang mencapai 71,36% atau setara 66,89 miliar saham per 31 Agustus 2025. Dari BRPT, jaringannya meluas ke PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) sebagai anak usaha, yang kemudian menguasai 60% atau sekitar 74,89 miliar saham PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) per 31 Agustus 2025.
Sementara itu, beberapa emiten yang terafiliasi dengan Happy Hapsoro, seperti PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA), PT Rukun Raharja Tbk (RAJA), dan PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU), turut menunjukkan performa yang mengesankan. Kinerja luar biasa juga terlihat pada saham PT Bukit Uluwatu Villa Tbk (BUVA) yang melesat 1.193,10% sepanjang tahun berjalan ini, PT Cakra Buana Resources Energi Tbk (CBRE) yang meroket 6.505,26% secara year to date, dan PT Pakuan Tbk (UANG) yang melonjak 865,99% dalam periode yang sama.
Hubungan menarik terlihat pada PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU). Selain menjadi anak usaha RAJA dengan kepemilikan 69,62% per 31 Agustus 2025, RATU juga mendapat suntikan investasi dari CDIA yang mengempit 4,99% sahamnya. Investasi CDIA di RATU tercatat sebagai aset keuangan investasi lainnya senilai US$ 9,64 juta hingga akhir 2024, menunjukkan kompleksitas afiliasi dalam jaringan bisnis ini.
Menurut Ekky Topan, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, kenaikan saham–saham yang terkait dengan Happy Hapsoro ini tidak hanya didorong oleh aksi korporasi semata. “Sentimen pasar yang menyambut positif setiap emiten yang memiliki afiliasi langsung maupun tidak langsung dengan grup Prajogo Pangestu turut menjadi pendorong utama,” jelasnya kepada Kontan, Senin (6/10/2025).
Ekky menambahkan, performa spektakuler saham–saham inti Grup Prajogo Pangestu seperti BREN dan BRPT telah menciptakan “Prajogo Effect“. Fenomena ini mendorong investor untuk mencari “proxy” atau alternatif saham lain yang berada dalam orbit bisnis atau ekosistem yang sama. Ekspektasi pasar terhadap profil pemegang saham dan keterkaitan emiten dengan konglomerasi besar menjadi pemicu utama penguatan harga, di mana minat investor cenderung tinggi bahkan sebelum ada konfirmasi kinerja atau aksi nyata.
Indy Naila, Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, turut menimpali bahwa penguatan beberapa saham juga didukung oleh sentimen rights issue dan spekulasi terkait grup bisnis yang gencar melakukan ekspansi. Sebagai contoh, BUVA sedang menyiapkan Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) I dengan menerbitkan 4,02 miliar saham pada harga pelaksanaan Rp 150 per saham.
Lebih lanjut, Indy mencermati fundamental BUVA yang masih bertumbuh meskipun secara valuasi sudah terbilang sangat mahal. Ia juga melihat prospek RATU cukup menarik, meskipun saham ini baru melantai di bursa melalui IPO. Namun demikian, Indy mengingatkan bahwa saham–saham ini memiliki risiko yang cukup tinggi. Oleh karena itu, sangat penting bagi investor untuk melakukan analisis mendalam terhadap fundamental dan struktur modal perusahaan. Indy menilai RATU masih menarik dengan target harga di kisaran Rp 8.000–Rp 8.000, namun menegaskan bahwa saham RATU lebih cocok bagi investor yang berani mengambil risiko tinggi.