Scoot.co.id JAKARTA. Dinamika pasar investasi hingga akhir Agustus 2025 menunjukkan performa reksadana yang bervariasi. Meskipun demikian, dalam lanskap yang kompetitif ini, reksadana pendapatan tetap berhasil menorehkan imbal hasil tertinggi, jauh melampaui jenis reksadana lainnya sepanjang tahun berjalan.
Berdasarkan data Infovesta, yang terekam hingga 29 Agustus 2025, kinerja reksadana pendapatan tetap memimpin dengan return impresif sebesar 5,74%. Pencapaian ini diikuti oleh reksadana campuran yang mencatatkan 4,26%, serta reksadana pasar uang yang stabil di posisi 3,33%.
Reza Fahmi Riawan, Senior Vice President, Head of Retail, Product Research & Distribution Henan Putihrai Asset Management (HPMA), menjelaskan bahwa performa reksadana hingga penghujung Agustus 2025 ini merefleksikan fase krusial transisi pasar. Pasar kini bergerak dari periode suku bunga tinggi menuju siklus pelonggaran kebijakan moneter yang lebih akomodatif. “Keunggulan reksadana pendapatan tetap, lanjut Reza kepada Kontan pada Kamis (4/9/2025), ditopang oleh beberapa faktor fundamental. Penurunan yield obligasi, kebijakan ‘dovish’ dari Bank Indonesia, serta derasnya arus masuk dana asing ke pasar surat utang domestik menjadi pendorong utama.”
Mencermati jenis lain, Reza juga menyoroti bahwa reksadana campuran menunjukkan kinerja yang cukup menjanjikan. Ini berkat kontribusi positif yang seimbang dari komponen saham dan obligasi di dalamnya. Sementara itu, reksadana pasar uang tetap menorehkan stabilitas dengan return 3,33%, menjadikannya pilihan ideal bagi investor konservatif yang memprioritaskan likuiditas dan keamanan.
Di sisi lain, meskipun reksadana saham masih tertinggal secara year-to-date, Agustus 2025 menjadi titik balik penting. Bulan tersebut mencatatkan lonjakan bulanan tertinggi sebesar 2,85%. “Ini mengindikasikan potensi rebound yang kuat seiring valuasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang relatif menarik dan masih tergolong murah,” ujar Reza.
Memandang ke depan, prospek reksadana hingga akhir tahun ini tetap optimistis. Reza menegaskan bahwa pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia ke level 5% menjadi katalis positif utama. “Pemangkasan suku bunga ini tidak hanya membuka ruang likuiditas yang lebih besar di pasar, tetapi juga secara signifikan memperkuat prospek instrumen fixed income atau pendapatan tetap,” jelasnya.
Lebih lanjut, Reza memperkirakan bahwa reksadana pendapatan tetap dan reksadana pasar uang akan mempertahankan stabilitasnya, sehingga tetap menarik bagi kalangan investor konservatif. Sebaliknya, reksadana saham dan reksadana campuran diproyeksikan memiliki peluang pemulihan yang lebih kuat di kuartal IV-2025. Peluang ini didukung oleh valuasi IHSG yang masih undervalued dan ekspektasi perbaikan kinerja emiten yang akan datang. “Oleh karena itu, alokasi strategis yang cerdas akan menjadi kunci diferensiasi dalam menangkap peluang sekaligus mengelola risiko di sisa tahun ini,” tuturnya.
Hingga akhir tahun, Reza memproyeksikan return reksadana saham akan berada di kisaran 2%–8%. Sementara itu, reksadana campuran diperkirakan mencapai 4%–6%. Untuk reksadana pendapatan tetap, potensi imbal hasil diproyeksikan 6%–8%, terutama ditopang oleh obligasi korporasi kupon tinggi. Adapun reksadana pasar uang diperkirakan akan tetap stabil di level 4%–5%.
Senada dengan pandangan tersebut, Rudiyanto, Direktur Panin Asset Management, turut menyoroti faktor pendorong kinerja reksadana ke depan. Ia menyebut pemangkasan suku bunga Bank Indonesia dan ekspektasi penurunan suku bunga acuan The Fed sebagai sentimen positif yang kuat bagi pasar investasi.
Menurut Rudiyanto, prospek reksadana masih sangat positif hingga akhir tahun, terutama untuk reksadana pendapatan tetap yang diprediksi akan terus menguat. “Namun, untuk reksadana saham, diperlukan perbaikan kinerja yang lebih signifikan, terutama dari saham-saham bluechip yang saat ini masih cenderung tertinggal,” pungkasnya kepada Kontan, Kamis (4/9/2025).