Rupiah masih berhadapan dengan tekanan serius di pasar keuangan, meskipun sempat menunjukkan penguatan terbatas hari ini. Eskalasi aksi demonstrasi yang terus memanas menjadi sorotan utama yang berpotensi menahan laju penguatan mata uang Garuda.
Mengutip data Bloomberg pada Senin (1/9/2025) pukul 11.08 WIB, nilai tukar rupiah tercatat Rp 16.477 per dolar Amerika Serikat (AS). Angka ini menunjukkan penguatan tipis 0,14% dibandingkan penutupan Jumat (29/8/2025) yang berada di level Rp 16.500 per dolar AS. Menurut Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, gejolak demonstrasi yang kian memuncak memang memberikan dampak negatif pada pergerakan rupiah. Namun, di sisi lain, pelemahan dolar AS dan intervensi sigap dari Bank Indonesia (BI) turut berperan dalam menstabilkan volatilitas pasar.
Komitmen Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah ditegaskan oleh Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas (DPMA) BI, Erwin Gunawan Hutapea. Ia menyatakan bahwa BI akan terus berupaya mempertahankan stabilitas rupiah sesuai fundamental ekonominya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia melancarkan serangkaian langkah intervensi. Ini meliputi intervensi pada transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar off-shore atau luar negeri, intervensi langsung di pasar domestik melalui transaksi spot, serta intervensi melalui Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Selain itu, BI juga aktif melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder guna mendukung stabilitas kurs.
Tak hanya berfokus pada stabilitas kurs, Bank Indonesia juga memastikan kecukupan likuiditas rupiah dalam sistem keuangan nasional. Berbagai upaya ditempuh, mulai dari membuka akses likuiditas bagi perbankan melalui transaksi repo dan transaksi FX swap, hingga pembelian SBN di pasar sekunder serta penyediaan lending/financing facility.
Lukman Leong menambahkan, stabilitas rupiah diyakini akan kembali pulih apabila aksi demonstrasi mereda. Ia menekankan pentingnya peran BI untuk terus memantau pergerakan pasar dan melanjutkan intervensi secara aktif. Lukman menilai, belum ada urgensi bagi pemerintah dan regulator untuk mengambil tindakan yang lebih drastis. Terlebih lagi, rupiah seharusnya berada dalam posisi menguntungkan mengingat indeks dolar AS telah merosot 10% sepanjang tahun ini dan diproyeksikan masih akan melemah. “Dengan meredanya tekanan terhadap rupiah oleh dolar, BI bisa memanfaatkan situasi dengan memangkas suku bunga,” saran Lukman.
Oleh karena itu, ia menaksir pergerakan rupiah ke depan akan berkisar antara Rp 16.000 hingga Rp 16.500 per dolar AS, mencerminkan optimisme terhadap potensi penguatan jangka menengah jika faktor-faktor domestik dan global mendukung.