Populasi macan tutul Jawa (Panthera pardus melas), salah satu predator puncak di ekosistem Pulau Jawa, menghadapi ancaman serius dengan perkiraan penyusutan drastis selama dua dekade terakhir. Fenomena ini utamanya dipicu oleh tergerusnya habitat macan tutul yang vital. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, satwa langka ini tersebar di 29 fragmen habitat yang terpisah, dengan estimasi populasi awal sekitar 350 individu.
Menyadari urgensi tersebut, Kementerian Kehutanan telah menggagas inisiatif vital berupa sensus nasional macan tutul Jawa untuk mendapatkan data populasi macan tutul yang akurat. Pada Februari 2024, sebuah kolaborasi strategis terwujud antara Kementerian Kehutanan, PT Djarum, dan Yayasan SINTAS, meluncurkan program berskala besar bertajuk Java-Wide Leopard Survey (JWLS). Survei komprehensif ini dirancang untuk mencakup seluruh Pulau Jawa, menjadi upaya krusial dalam konservasi macan tutul Jawa.
Pentingnya sensus ini ditegaskan oleh Jemmy Chayadi, Head of Sustainability Djarum Foundation, dalam forum diskusi Katadata Green Collabs: Selaras Urban yang diselenggarakan di Taman Literasi Martha Christina Tiahahu, Jakarta, pada Sabtu (23/8). Menurut Jemmy, data yang terkumpul dari sensus macan tutul Jawa ini diharapkan menjadi fondasi utama. “Mudah-mudahan data ini dapat disumbangkan untuk membuat strategi dan rencana aksi konservasi macan tutul Jawa lebih tepat sasaran,” ujarnya, menyoroti peran sentral informasi dalam merancang program perlindungan yang efektif.
Metodologi utama dalam pelaksanaan JWLS melibatkan pemasangan kamera pengintai (camera trap) secara strategis di berbagai lokasi. Perangkat canggih ini berfungsi merekam aktivitas satwa secara non-invasif, krusial untuk memantau keberadaan dan mengetahui status populasi macan tutul di seluruh area habitatnya di Pulau Jawa. Upaya intensif ini mulai membuahkan hasil. Hingga Februari 2025, tim pengelola data JWLS telah berhasil mengidentifikasi 34 individu macan tutul yang terekam. Dari jumlah tersebut, tercatat 12 individu merupakan macan kumbang (melanistik) dan 22 individu lainnya adalah macan tutul bercorak khas.
Selain camera trap, pendekatan ilmiah lain yang digunakan adalah analisis genetika. Melalui kolaborasi dengan Laboratorium Analisis Genetik Satwa Liar Universitas Gadjah Mada (UGM), sebanyak 70 sampel kotoran macan tutul Jawa berhasil diidentifikasi. Dari sampel yang telah dianalisis, ditemukan 37 individu jantan dan 18 individu betina, sementara 15 sampel lainnya masih dalam tahap proses analisis. Data genetik ini sangat berharga untuk memahami struktur demografi dan keragaman genetik populasi macan tutul yang tersisa.
Sensus nasional macan tutul Jawa ini ditargetkan rampung pada awal tahun 2026, dengan harapan dapat menyajikan estimasi populasi macan tutul secara lebih terperinci di setiap bentang alam di Jawa. Keberhasilan program ambisius ini tidak lepas dari dukungan dan keterlibatan berbagai pihak, termasuk sejumlah perusahaan lain serta akademisi dari Universitas Gadjah Mada, yang bersinergi demi masa depan konservasi macan tutul Jawa yang lebih cerah.
Ringkasan
Populasi macan tutul Jawa terancam akibat hilangnya habitat. Kementerian Kehutanan, PT Djarum, dan Yayasan SINTAS berkolaborasi meluncurkan Java-Wide Leopard Survey (JWLS) pada Februari 2024, yaitu sensus nasional untuk mendapatkan data populasi yang akurat. Sensus ini menggunakan camera trap dan analisis genetika untuk memantau dan mengidentifikasi individu macan tutul.
Hingga Februari 2025, tim JWLS telah mengidentifikasi 34 individu macan tutul melalui camera trap. Analisis genetik oleh UGM dari 70 sampel kotoran menunjukkan 37 individu jantan dan 18 individu betina. Sensus ini ditargetkan selesai pada awal 2026, dengan harapan menghasilkan data yang lebih rinci untuk upaya konservasi macan tutul Jawa.