Trump & UU Kripto: Strategi Kembalikan Dominasi Dolar AS?

KONTAN,CO.ID – JAKARTA. Langkah krusial dalam regulasi aset digital telah ditempuh oleh Amerika Serikat. Pada 18 Juli 2025, Presiden AS Donald Trump secara resmi menandatangani Genius Act, sebuah Undang-Undang yang secara spesifik dirancang untuk mengatur aset kripto, terutama stablecoin.

Menurut Direktur PT Panin Asset Management, Rudiyanto, regulasi ini merupakan upaya strategis Presiden Trump untuk mengembalikan dominasi dolar AS di tengah kondisi geopolitik global yang semakin kompleks. Dalam siaran Market Update Agustus 2025 Panin AM pada Rabu (6/8/2025), Rudiyanto secara eksplisit menyatakan, “Dengan undang-undang ini, Trump ingin menarik kembali kekuatan dolar melalui pengaturan stablecoin.”

Rudiyanto menjelaskan, Genius Act membawa beberapa perubahan fundamental bagi industri kripto. Pertama, penerbit stablecoin kini diwajibkan untuk membuktikan secara transparan bahwa setiap koin benar-benar dijamin senilai satu dolar AS. Bukti penjaminan ini tidak hanya harus dilaporkan secara rutin kepada pemerintah AS, tetapi juga menuntut penerbit untuk memublikasikan komposisi cadangan mereka setiap bulan.

Trump Perintahkan untuk Selidiki Kasus Debanking terhadap Industri Kripto

Kedua, Genius Act mengatur secara ketat perihal perpindahan atau transfer stablecoin. Rudiyanto menggarisbawahi bahwa salah satu keunggulan utama aset kripto, termasuk stablecoin, dibandingkan mata uang konvensional adalah kemampuannya untuk memfasilitasi transfer dana secara global, kapan pun dan di mana pun. Namun, dengan hadirnya undang-undang ini, setiap transaksi stablecoin kini wajib dilaporkan kepada otoritas tertentu, seperti The Federal Reserve (The Fed) dan Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN).

Konsumen Kripto Tembus 15,85 Juta, Transaksi Juni 2025 Capai Rp 32,31 Triliun

Ketiga, Genius Act juga mengatur instrumen penjamin stablecoin. Rudiyanto menjelaskan, setiap penerbit stablecoin kini diwajibkan menjaminkan cadangannya dalam bentuk surat utang negara AS atau US Treasury. Ketentuan ini diproyeksikan akan meningkatkan permintaan terhadap US Treasury, mengingat di tengah perang dagang, negara-negara seperti Tiongkok dan Jepang mulai mengurangi kepemilikan obligasi AS. “Nah, dengan seperti ini akan mendorong adanya pembeli-pembeli baru terhadap obligasi pemerintah AS,” imbuh Rudiyanto.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *