JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali menunjukkan vitalitasnya pada Rabu (20/8/2025), dengan sejumlah sektor saham mengalami lonjakan signifikan setelah Bank Indonesia (BI) secara mengejutkan memangkas suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5%. Keputusan penting ini sontak memicu optimisme di kalangan investor.
Pada penutupan perdagangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sukses mengakhiri hari dengan penguatan sebesar 1,03%, mencapai level 7.943,83. Data dari BEI mencatat, sebanyak 453 saham membukukan kenaikan, sementara 242 saham melemah, dan 261 saham terpantau stagnan. Total kapitalisasi pasar pun melonjak, menembus angka Rp14.277 triliun.
Di tengah eforia kenaikan IHSG, sektor saham properti menjadi bintang utama dengan melonjak sebesar 2,57%. Kinerja impresif ini kemudian disusul oleh indeks saham bahan baku yang naik 1,83%, serta sektor konsumer nonsiklikal yang menguat sebesar 1,64%, menunjukkan respons positif pasar terhadap kebijakan moneter BI.
Head of Research Phintraco Sekuritas, Valdy Kurniawan, menjelaskan bahwa sentimen positif yang mendorong indeks komposit, khususnya saham properti, bersumber dari pemotongan BI Rate. Ia menekankan bahwa ekspektasi akan peningkatan penjualan properti, seiring dengan turunnya suku bunga kredit, menjadi pendorong utama penguatan sektor ini.
Secara teknikal, Valdy menambahkan bahwa meskipun indikator Stochastic RSI mengisyaratkan potensi koreksi lanjutan dalam jangka menengah, histogram MACD masih menunjukkan tren positif, mengindikasikan adanya akumulasi kembali di pasar. Phintraco Sekuritas memproyeksikan IHSG berpotensi melanjutkan penguatan dan menguji level resistansi 7.970-8.000.
: Target Harga Saham PANI dan CBDK, Duo Emiten Properti Aguan
Senada dengan Valdy, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, turut menyoroti potensi cerah pada sektor siklikal, industrial, dan properti yang mulai menunjukkan perbaikan signifikan. Selain itu, sektor konsumer nonsiklikal dan finansial juga diidentifikasi memiliki peluang besar untuk mencatatkan peningkatan kinerja.
Menurut Nafan, kebijakan Bank Indonesia untuk memangkas suku bunga acuan merupakan langkah preemptive dan forward-looking. Keputusan ini sejalan dengan proyeksi pelonggaran moneter yang akan dilakukan oleh The Fed pada September mendatang, di mana Federal Funds Rate (FFR) diperkirakan akan turun sekitar 20 bps.
Bank Indonesia memang di luar ekspektasi pasar kembali menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus 2025. Ini menandai pemangkasan yang keempat kalinya sepanjang tahun 2025, menunjukkan komitmen BI dalam mendukung stabilitas ekonomi.
Keputusan penurunan BI Rate ini diambil dengan mempertimbangkan sejumlah faktor, antara lain proyeksi inflasi yang masih berada dalam kisaran target, pergerakan nilai tukar rupiah yang cenderung stabil, melambatnya pertumbuhan kredit, serta sebagai salah satu upaya strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
BI mencatat, pertumbuhan kredit per Juli 2025 mencapai 7,03% year on year (YoY), melambat dari level 7,77% pada bulan sebelumnya. Realisasi pertumbuhan kredit terbaru ini bahkan menjadi level terendah sejak Maret 2022, menunjukkan adanya ruang bagi stimulus moneter untuk menggerakkan kembali roda perekonomian.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5%, memicu penguatan IHSG sebesar 1,03% menjadi 7.943,83. Sektor properti memimpin kenaikan dengan lonjakan 2,57%, diikuti oleh sektor bahan baku dan konsumer nonsiklikal. Pemangkasan BI Rate diharapkan dapat meningkatkan penjualan properti seiring dengan penurunan suku bunga kredit.
Analis memprediksi sektor siklikal, industrial, properti, konsumer nonsiklikal, dan finansial memiliki potensi peningkatan kinerja. Kebijakan BI ini merupakan langkah preemptive sejalan dengan proyeksi pelonggaran moneter oleh The Fed. Pertumbuhan kredit yang melambat juga menjadi pertimbangan utama penurunan BI Rate untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.