Scoot.co.id – Langkah pemerintah untuk memindahkan dana kas dari Bank Indonesia (BI) ke bank-bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menuai sorotan tajam. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengingatkan bahwa kebijakan ini belum tentu serta-merta menggerakkan roda perekonomian nasional jika prasyarat fundamentalnya tidak terpenuhi. Penilaian kritis ini disampaikan Bhima kepada JawaPos.com pada Kamis (11/9), menegaskan perlunya kehati-hatian dalam implementasi.
Menurut Bhima, ada empat pilar utama yang harus menjadi perhatian serius pemerintah dan perbankan guna memastikan efektivitas kebijakan strategis ini, sekaligus memitigasi potensi risiko yang mungkin timbul.
Poin pertama yang ditekankan Bhima adalah jaminan bahwa dana yang dialihkan tersebut tidak akan digunakan oleh perbankan untuk memborong Surat Berharga Negara (SBN). Ia memperingatkan, jika dana hanya diparkir di SBN, itu sama artinya dengan memindahkan uang dari satu kantong ke kantong lain tanpa benar-benar menggerakkan likuiditas riil ke sektor riil masyarakat. Hal ini tentu tidak akan memberikan dampak stimulasi ekonomi yang diharapkan.
Menko Airlangga Pastikan Burden Sharing BI dan Kemenkeu Dalam Bentuk Tingkat Suku Bunga SBN
Kedua, transparansi mengenai alokasi proyek yang akan didanai oleh bank-bank Himbara dari kas pemerintah sangatlah krusial. Bhima menggarisbawahi potensi risiko tinggi jika dana tersebut diarahkan pada program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Desa atau Kopdes Merah Putih. Ia menyoroti bahwa serapan MBG yang masih di bawah 15 persen mengindikasikan adanya masalah fundamental dalam implementasi di lapangan, bukan semata-mata keterbatasan anggaran.
Kekhawatiran ketiga muncul terkait potensi aliran dana ke sektor energi fosil. Bhima menyatakan adanya risiko besar bahwa pemindahan kas pemerintah ini justru akan membanjiri pembiayaan sektor yang rentan terhadap masa depan, alih-alih mendukung pendanaan iklim dan pengembangan energi terbarukan. Ia secara spesifik memperingatkan, “Pak Purbaya harus lebih berhati-hati, tidak bisa sekadar diserahkan ke bank Himbara dalam pembiayaan kas pemerintah, karena langkah ini berisiko terjadinya aset terlantar atau stranded asset.”
Bakal Dititipi Rp 200 Triliun Dana Pemerintah, Berikut Daftar 5 Bank Himbara, Manakah yang Asetnya Terbesar?
Sebagai langkah mitigasi risiko yang proaktif, Bhima menyarankan poin keempat: Menteri Keuangan harus menyiapkan regulasi spesifik. Ia menegaskan, “Menkeu Purbaya perlu membuat perjanjian dan regulasi yang spesifik” dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK), demi memastikan pengelolaan dana pemerintah ini selaras dengan visi transisi energi nasional.
Regulasi ini diharapkan dapat mengarahkan penyaluran dana agar sejalan dengan misi Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk mencapai 100 persen energi terbarukan dalam sepuluh tahun ke depan. Lebih jauh, Bhima menekankan bahwa likuiditas tambahan bagi Himbara bukan hanya untuk memacu pertumbuhan kredit secara umum, melainkan harus tepat sasaran ke sektor-sektor pencipta lapangan kerja. Ia menyoroti potensi besar sektor energi terbarukan yang mampu menciptakan 19,4 juta green jobs dalam satu dekade mendatang, kontras dengan porsi penyaluran kredit Himbara yang selama ini kurang dari 1 persen untuk sektor vital ini. Dengan demikian, pengalihan dana kas pemerintah ke Himbara bisa menjadi momentum strategis untuk mengakselerasi transisi menuju motor ekonomi yang lebih prospektif dan berkelanjutan.
Penyaluran Kredit Bank Mandiri ke Industri Hilirisasi Mineral Tumbuh 15,65 Persen Sentuh Rp 35,75 Triliun
Meskipun demikian, Bhima menilai bahwa dampak inflasi yang mungkin timbul akibat kebijakan ini cenderung relatif kecil. Ia memperkirakan bahwa dana jumbo senilai Rp 200 triliun yang direncanakan akan dikucurkan pemerintah ke perbankan tidak akan langsung tersalurkan sepenuhnya sebagai kredit pada tahun ini, sehingga tekanan inflasi dapat terminimalisir.