Scoot.co.id JAKARTA – PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) kembali menjadi sorotan pasar setelah salah satu direkturnya melakukan penambahan kepemilikan saham yang signifikan. Langkah ini mengindikasikan kepercayaan manajemen terhadap prospek cerah bank swasta terbesar di Indonesia tersebut.
Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin, 6 Oktober 2025, manajemen BCA mengumumkan bahwa Direktur BCA, Santoso, telah membeli sebanyak 100.000 lembar saham BBCA. Transaksi pembelian saham tersebut dilakukan pada 3 Oktober 2025, menambah portofolio investasi saham pribadinya.
Sebelum transaksi ini, Santoso tercatat menggenggam 3.169.028 lembar saham BBCA, merepresentasikan 0,003% dari total saham beredar. Setelah penambahan ini, total kepemilikan saham Santoso meningkat menjadi 3.269.028 lembar atau tetap pada persentase 0,003%. Pembelian ini secara eksplisit disebutkan bertujuan untuk investasi, dengan klasifikasi saham biasa.
: Beda Strategi Investor Kakap di Saham Bank Jumbo BBCA, BBRI, BMRI, BBNI
Bank Central Asia Tbk. – TradingView
Harga pembelian dalam transaksi ini disepakati senilai Rp7.500 per saham. Menariknya, pada tanggal transaksi tersebut, saham BBCA ditutup pada level Rp7.525 per saham, menunjukkan pelemahan sebesar 3,22%. Tren koreksi berlanjut, di mana pada perdagangan hari ini, harga saham BBCA masih berada dalam tekanan, anjlok 3,54% ke level Rp7.500 per saham.
Di tengah fluktuasi pasar, prospek saham Bank Central Asia Tbk. justru mendapat angin segar dari analis. Kiwoom Sekuritas Indonesia sebelumnya merekomendasikan ‘buy’ untuk saham BBCA, dengan target harga saham yang ambisius mencapai Rp9.000 per saham.
VP of Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, menjelaskan pandangannya terhadap kinerja keuangan empat bank besar pada kuartal III/2025. Menurutnya, kinerja bank-bank tersebut menunjukkan dinamika yang bervariasi, namun BBCA menonjol dengan performa outperform. Hal ini didukung oleh kinerja Agustus 2025 yang mencatat peningkatan rasio NIM menjadi 5,71% dan laba bersih tumbuh impresif 9% secara tahunan (YoY) mencapai Rp39,1 triliun.
Melihat data Agustus 2025, Audi memperkirakan peluang pertumbuhan laba bersih BCA akan cenderung konservatif namun tetap positif. Rasio NIM untuk BBCA diproyeksikan lebih stabil di kisaran 5,6%-5,7% YoY. Sementara itu, untuk BBRI dan BMRI diperkirakan sedikit menurun, dan BBNI cenderung tertekan di sekitar 5,1%-5,2% YoY. Audi menilai BBCA memiliki ruang bertumbuh yang kuat, ditopang oleh likuiditas yang relatif longgar, memungkinkan bank untuk fokus pada margin dan pendapatan berbasis biaya (fee based income).
Prospek positif ini sejalan dengan kinerja BCA di Semester I/2025 yang telah menunjukkan fondasi kuat. Sebelumnya, BCA dan entitas anak melaporkan perolehan laba bersih konsolidasi sebesar Rp29 triliun pada paruh pertama 2025, tumbuh 8% YoY dari Rp26,9 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Presiden Direktur BCA Hendra Lembong dalam konferensi pers kinerja keuangan pada Rabu, 30 Juli 2025, menyatakan bahwa pertumbuhan kredit mencapai 12,9% YoY, menembus angka Rp959 triliun per Juni 2025. Pertumbuhan ini didorong oleh ekspansi penyaluran di berbagai segmen dan terjaganya kondisi likuiditas perseroan.
Secara terperinci, pertumbuhan kredit BCA sangat merata. Kredit korporasi melonjak 16,1% YoY menjadi Rp451,8 triliun per Juni 2025. Kredit komersial tumbuh 12,6% YoY mencapai Rp143,6 triliun, sementara kredit Usaha Kecil dan Menengah (UKM) meningkat 11,1% YoY hingga Rp127 triliun. Sektor konsumer juga tidak kalah gemilang, dengan total pertumbuhan kredit 7,6% YoY menjadi Rp226,4 triliun, ditopang oleh pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar 8,4% menjadi Rp137,6 triliun dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) 5,2% mencapai Rp65,4 triliun.
Tidak hanya dari sisi kredit, kualitas aset BCA juga terkendali dengan baik. Rasio loan at risk (LAR) terjaga pada level 5,7% sepanjang Semester I/2025, membaik dari 6,4% pada tahun sebelumnya. Rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) berhasil dikelola pada level 2,2%, menunjukkan manajemen risiko yang solid. Pencadangan untuk NPL dan LAR pun memadai, masing-masing sebesar 167,2% dan 68,7%.
Selain itu, BBCA juga mencatatkan pertumbuhan himpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 5,7% YoY, mencapai Rp1.190 triliun per Juni 2025. Dana murah, yang terdiri dari simpanan giro dan tabungan, menjadi tulang punggung, berkontribusi sebesar 82,5% dari total simpanan perseroan. Dana murah ini tumbuh kuat 7,3% YoY mencapai Rp982 triliun, mencerminkan kepercayaan nasabah terhadap stabilitas BCA.
Kinerja laba BCA juga didukung oleh Pendapatan Bunga Bersih (Net Interest Income/NII) yang tumbuh 7% menjadi Rp42,5 triliun pada Semester I/2025. Pada saat yang sama, pendapatan selain bunga juga menunjukkan pertumbuhan impresif 10,6% YoY menjadi Rp13,7 triliun. Alhasil, total pendapatan operasional mencapai Rp56,2 triliun, naik 7,8% YoY. Efisiensi operasional juga membaik, ditunjukkan oleh rasio cost to income (CIR) yang turun menjadi 29,1% dari 30,5% pada tahun sebelumnya, menegaskan posisi BCA sebagai salah satu institusi keuangan paling efisien di Indonesia.
Ringkasan
Direktur BCA, Santoso, membeli 100.000 lembar saham BBCA pada 3 Oktober 2025 dengan harga Rp7.500 per saham, meningkatkan kepemilikannya menjadi 3.269.028 lembar. Tujuan pembelian ini adalah untuk investasi. Transaksi ini terjadi di tengah pelemahan harga saham BBCA, namun analis Kiwoom Sekuritas Indonesia tetap merekomendasikan ‘buy’ dengan target harga Rp9.000 per saham.
Kinerja BCA pada kuartal III/2025 dinilai outperform dibandingkan bank besar lainnya, didukung oleh peningkatan rasio NIM dan pertumbuhan laba bersih. Pada semester I/2025, BCA mencatatkan pertumbuhan kredit yang merata di berbagai segmen, kualitas aset yang terkendali, dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK). Pendapatan operasional juga mengalami peningkatan, dan efisiensi operasional membaik.