Scoot.co.id JAKARTA. Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI), Tony Wenas, mengungkapkan bahwa rencana peningkatan kepemilikan saham pemerintah Indonesia di PTFI masih dalam tahap negosiasi. Saat ini, Indonesia memegang 51,23% saham PTFI melalui MIND ID, sementara sisanya, 48,77%, dipegang oleh Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (FCX). Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia berlaku hingga 2041.
Dalam Indonesia Summit 2025 di The Tribrata, Jakarta, Rabu (27/8/2025), Tony Wenas menjelaskan, “Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah penambahan 10% saham pada tahun 2041. Namun, ini masih dalam pembahasan, dan kami berharap dapat mencapai kesepakatan.” Diskusi ini didorong oleh potensi sumber daya tambang yang signifikan di Grasberg, Kabupaten Mimika, Papua Tengah.
Lebih lanjut, Tony Wenas menjelaskan alasan di balik upaya peningkatan kepemilikan saham tersebut. “Indonesia sudah memiliki 51,2% saham hingga 2041. Namun, masih ada sumber daya tambang yang besar di bawahnya. Sangat sayang jika tidak dikembangkan,” ujarnya. Ia menekankan potensi kerugian yang signifikan jika sumber daya ini tidak dimanfaatkan secara maksimal: kehilangan potensi penerimaan negara sekitar US$ 4 miliar per tahun dan sekitar US$ 700 juta per tahun untuk daerah.
Kegagalan pengembangan sumber daya tambang ini, menurut Tony Wenas, berdampak luas. “Jika tidak dikembangkan, kontribusi kami kepada pemerintah sebesar US$ 4 miliar per tahun akan berhenti, begitu pula kontribusi kepada daerah sebesar US$ 700 juta per tahun, dan lapangan kerja bagi 30.000 karyawan juga akan terdampak,” tegasnya. Dengan penambahan 10% saham, Indonesia akan meraih manfaat ekonomi yang jauh lebih besar, dan potensi perluasan kerja sama hingga 2061 atau bahkan lebih lama.
Laba Bersih Freeport (PTFI) Tergerus 18,4% pada Semester I-2025
Freeport Tawarkan 100.000 Ton Konsentrat Tembaga ke Pasar Spot, Ada Apa?
Ringkasan
Pemerintah Indonesia tengah bernegosiasi dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) terkait peningkatan kepemilikan saham. Saat ini, pemerintah memegang 51,23% saham PTFI, dengan opsi penambahan 10% saham pada tahun 2041. Diskusi ini didorong oleh potensi sumber daya tambang yang signifikan di Grasberg, Papua.
Peningkatan kepemilikan saham ini bertujuan untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya tambang Grasberg. Kegagalan pengembangannya berpotensi mengakibatkan kerugian besar bagi negara, sekitar US$ 4 miliar per tahun untuk penerimaan negara dan US$ 700 juta per tahun untuk daerah, serta dampak terhadap 30.000 lapangan kerja. Penambahan saham diharapkan meningkatkan manfaat ekonomi bagi Indonesia dan membuka peluang kerja sama jangka panjang.