Scoot.co.id – Harga emas dunia kembali mengguncang pasar, mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Pada perdagangan Rabu (15/10/2025), logam mulia ini untuk pertama kalinya berhasil menembus level psikologis US$4.200 per ounce.
Lonjakan harga emas yang signifikan ini dipicu oleh dua sentimen utama. Pertama, meningkatnya ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga lanjutan oleh bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed). Kedua, kekhawatiran global kembali mencuat akibat memanasnya tensi perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China, mendorong investor mencari aset aman.
Merespons situasi ini, pada pukul 06.59 GMT, harga emas spot terpantau melonjak 1,4% menjadi US$4.200,11 per ounce. Sementara itu, kontrak berjangka emas AS untuk pengiriman Desember juga menguat 1,3% ke level US$4.218 per ounce, menegaskan tren bullish di pasar komoditas.
Antisipasi Gangguan Pasokan, Pengusaha Dorong DMO Emas Mengacu Harga Pasar
Saham Emas Mengilap Seiring Reli Harga
Dampak domino dari kenaikan harga emas dunia ini langsung terasa di pasar modal Tanah Air, khususnya pada performa saham-saham produsen emas. Kapitalisasi pasar emiten logam mulia menunjukkan peningkatan yang mengesankan.
Saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) telah melesat 122,95% secara year to date (YTD), menandakan kepercayaan investor yang tinggi. Kinerja yang lebih fenomenal ditunjukkan oleh PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) yang membukukan kenaikan fantastis 206,36% YTD. Bahkan, PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) mencatat lonjakan paling mencolok sebesar 303,95% YTD, sementara PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) turut menguat 45,51% YTD, melengkapi daftar emiten yang bersinar.
Prospek Emiten Emas Masih Bersinar
Menurut pandangan Reza Fahmi, Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM), prospek cerah bagi emiten emas diproyeksikan akan berlanjut hingga akhir 2025, bahkan menjangkau tahun 2026. Ini memberikan angin segar bagi investor yang berfokus pada sektor ini.
Ia menambahkan, “Emiten seperti ANTM, MDKA, BRMS, dan PT Merdeka Gold Resources Tbk (EMAS) berpotensi besar meraih keuntungan signifikan dari tren ini, khususnya jika mereka berhasil meningkatkan volume produksi sekaligus mengoptimalkan efisiensi operasional,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (15/10/2025).
Emas atau Perak? Inilah Logam Mulia yang Lebih Aman Menurut Goldman Sachs
Reza lebih lanjut menganalisis bahwa faktor utama yang mendorong reli harga emas adalah ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter oleh bank sentral global, ketegangan geopolitik yang tak kunjung mereda, serta peningkatan permintaan terhadap aset safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi.
Namun demikian, ia juga memberikan catatan penting mengenai potensi risiko yang membayangi saham-saham emas. Investor perlu mewaspadai beberapa hal agar dapat mengambil keputusan yang tepat.
“Sentimen negatif dapat muncul dari volatilitas harga emas yang tinggi, perubahan mendadak pada kebijakan fiskal dan moneter, serta risiko operasional yang meliputi gangguan cuaca ekstrem, regulasi lingkungan yang semakin ketat, atau konflik sosial di area pertambangan,” jelasnya secara rinci.
“Selain itu, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga menjadi faktor krusial yang bisa berdampak signifikan terhadap margin keuntungan emiten yang memiliki orientasi ekspor,” Reza Fahmi menambahkan.
Emas Fisik vs Saham Emas: Mana yang Lebih Cuan?
Reza juga menguraikan perbedaan fundamental antara investasi emas fisik dan saham emiten emas, membantu investor memahami karakteristik masing-masing. Emas fisik, menurutnya, sangat ideal bagi investor konservatif yang memprioritaskan menjaga nilai aset dalam jangka panjang dan ingin terhindar dari volatilitas pasar saham.
Namun, perlu diingat bahwa emas fisik tidak menawarkan pendapatan pasif seperti dividen, serta seringkali melibatkan biaya penyimpanan dan selisih harga beli-jual (spread) yang relatif besar. Kontras dengan itu, saham emiten emas menjanjikan potensi capital gain dan dividen yang menarik, meskipun disertai risiko yang lebih tinggi karena kinerjanya sangat bergantung pada performa perusahaan dan dinamika pasar saham secara keseluruhan.
“Jika tren kenaikan harga emas global terus berlanjut, diperkirakan harga emas batangan di Indonesia bisa mencapai kisaran Rp 1,3 juta hingga Rp 1,5 juta per gram pada akhir 2025. Proyeksi ini akan sangat bergantung pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan berbagai dinamika pasar internasional,” tuturnya memberikan panduan.
Tonton: Harga Emas Antam Makin Kinclong Hari Ini (15 Oktober 2025)
Saham Rekomendasi: MDKA, ANTM, BRMS, dan EMAS
Untuk pilihan saham yang menarik, Reza Fahmi menyoroti MDKA sebagai favorit utama. Daya tarik MDKA bersumber dari proyek Pani yang dijadwalkan akan memulai produksi komersial pada akhir 2025, dengan target harga saham MDKA di kisaran Rp 5.800–Rp 6.200 per saham.
Sementara itu, ANTM juga tetap menjadi pilihan menarik berkat strategi diversifikasi bisnisnya ke sektor nikel dan logam lainnya, dengan target harga yang ditetapkan antara Rp 3.500–Rp 3.800 per saham.
“Adapun BRMS dan EMAS dapat dipertimbangkan sebagai saham spekulatif dengan potensi peningkatan (upside) yang besar, terutama apabila proyek eksplorasi mereka berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan,” paparnya, memberikan gambaran yang komprehensif kepada para investor.