Scoot.co.id , JAKARTA – Indeks harga saham gabungan (IHSG) menyentuh level all time high (ATH) penutupan di level 8.051 pada Jumat (19/9/2025). Dalam perdagangan pekan terakhir itu, IHSG ditutup menguat 0,53% yang diikuti net buy asing sebesar Rp2,86 triliun.
Menariknya, penguatan IHSG ini terjadi pada periode September Effect atau Black September, yakni kondisi historis yang mencatat bahwa kinerja pasar saham cenderung melemah pada bulan September.
Liza Camelia Suryanata, Head Riset Kiwoom Sekuritas menjelaskan ada dua faktor utama penggerak IHSG, yaitu pelonggaran kebijakan moneter dan sentimen reshuffle kabinet Merah-Putih. Namun, keduanya punya bobot yang berbeda.
Liza menyebut, motor utama penguatan adalah pemangkasan BI-Rate oleh Bank Indonesia sebesar 25 basis poin (bps) ke 4,75% yang menjadi pemangkasan bunga acuan ke-6 sejak 2024. BI juga memangkas suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 3,75% dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,50%.
“Ini langsung menurunkan cost of fund dan memperbaiki risk appetite, dan itu bensin utama reli. Sedangkan reshuffle sendiri lebih sebagai headline risk sampai ada detail program 100 hari,” kata Liza kepada Bisnis, dikutip Minggu (21/9/2025).
Dalam bulan September ini, Presiden Prabowo melakukan dua kali reshuffle, yaitu tanggal 8 September dan 17 September. Liza melihat, pasar saham merespons sentimen politik ini dalam dua fase.
: : Saham Happy Hapsoro dan Garibaldi Thohir Masuk Radar IHSG Pekan Depan
Fase pertama adalah pasar mengalami shock, IHSG dan rupiah sempat tertekan saat Menteri Keuangan diganti. Hal ini menimbulkan isu disiplin fiskal dan independensi bank sentral.
Fase kedua adalah normalisasi, di mana gejolak pasar mulai mereda seiring dengan adanya kebijakan likuiditas yang diumumkan Menkeu baru, Purbaya Yudhi Sadewa yang akan memindahkan dana negara sebesar Rp200 triliun dari Bank Sentral, serta sinyal pemangkasan suku bunga.
: : Saham Industri dan Teknologi Jadi Penggerak IHSG Sepekan, Sektor Finansial Tersendat
“Jadi, efek reshuffle masih wait and prove. Pasar menunggu kredibilitas fiskal baru, bukan sekadar pergantian personel,” tandasnya.
Menilik performa pasar dalam sepekan, IHSG dalam periode 15-19 September 2025 menguat 2,51% menjadi 8.051 dari 7.854 pada pekan lalu. Peningkatan diikuti oleh rata-rata volume transaksi harian Bursa pekan ini sebesar 25,14% menjadi 42 miliar lembar saham dari 33,56 miliar lembar saham pada pekan sebelumnya.
Rata-rata frekuensi transaksi harian selama pekan ini turut mengalami kenaikan sebesar 4,42% menjadi 2,13 juta kali transaksi dari 2,04 juta kali transaksi pada pekan lalu. Kapitalisasi pasar juga meningkat sebesar 3,56% menjadi Rp14.632 triliun dari Rp14.130 triliun pada sepekan sebelumnya.
Peningkatan ini juga sejalan dengan net buy asing sebesar Rp3,03 triliun, dibandingkan pekan lalu yang mencatatkan net sell asing Rp6,59 triliun.
Proyeksi IHSG hingga Akhir 2025
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, mengatakan tren penguatan IHSG berpotensi berlanjut setelah breakout di level 7.911. Dengan skenario optimistis, indeks berpeluang menembus level 8.246 pada 2025.
Menurutnya, indikator teknikal juga mendukung tren kenaikan. Sinyal positif muncul dari indikator stochastic, RSI, hingga moving average (MA) 20 dan 60 membentuk positive crossover. Alhasil, IHSG dinilai berada dalam fase kenaikan.
“Secara jangka panjang, IHSG berada dalam secular uptrend. Apabila momentum breakout terjaga, target jangka menengah bisa mengarah hingga 10.500 dalam kurang dari satu dekade,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (19/9/2025).
Kendati demikian, Nafan mengingatkan adanya potensi skenario negatif jika IHSG terkoreksi ke level 7.419. Untuk itu, investor disarankan menerapkan strategi buy on dip, akumulasi saham berfundamental solid, serta disiplin dalam manajemen risiko.
Secara musiman, pasar juga cenderung mengapresiasi periode kuartal akhir tahun. Ini tercermin dari performa IHSG sepanjang periode Oktober-Desember yang memperlihatkan tren positif setidaknya dalam kurun 5 tahun terakhir.
Dari sisi sektoral, indeks cyclicals dan properti diperkirakan memimpin penguatan, sementara sektor industri dan teknologi sudah berada di fase leading. Adapun sektor keuangan dan nonsiklikal diprediksi membaik dalam jangka menengah.
Nafan menilai sejumlah faktor eksternal bakal menopang prospek IHSG, antara lain kondisi geopolitik dan dinamika perang tarif yang mulai kondusif, sementara The Fed diperkirakan memangkas suku bunga acuan pada Oktober dan Desember 2025.
“Kebijakan pelonggaran moneter ini diyakini positif bagi pasar, bahkan pada 2026 The Fed diperkirakan hanya akan menurunkan suku bunga sekali. Namun, dengan pergantian gubernur, arah kebijakan berpotensi lebih longgar,” ucapnya.
Dari dalam negeri, stimulus ekonomi 2025 dengan formula 8+4+5 diproyeksikan mulai berdampak pada kuartal IV/2025. Pemerintah juga mengalokasikan Rp200 triliun ke perbankan untuk memacu penyaluran kredit ke berbagai sektor.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) ikut menopang sentimen pasar dengan melonggarkan kebijakan moneternya. Sepanjang 2025, BI telah memangkas BI Rate sebanyak lima kali dengan total 125 bps atau melebihi ekspektasi konsensus.
“Kebijakan BI yang all out ini menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kinerja emiten diperkirakan pulih pada semester II/2025 seiring dengan aksi korporasi yang mulai meningkat,” pungkas Nafan.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.