Jakarta, IDN Times – Elon Musk, Direktur Utama (CEO) Tesla (TSLA), membeli saham Tesla senilai 1 miliar dolar AS (setara Rp16,3 triliun) pada Jumat (12/9/2025). Transaksi ini meliputi 2,57 juta lembar saham dengan harga antara 372–396 dolar AS per lembar, menurut laporan resmi yang dirilis Senin (15/9).
Aksi ini menjadi salah satu pembelian terbesar Musk berdasarkan nilai, menurut Verity data, dan tergolong langka karena biasanya eksekutif tidak menggunakan dana pribadi tanpa opsi saham. Kabar pembelian saham itu membuat investor semakin yakin dengan komitmen Musk pada masa depan Tesla.
“Ini adalah suara kepercayaan yang besar dari Musk dan para bulls senang melihat ini,” ujar analis teknologi Wedbush Securities, Dan Ives, dikutip CNBC.
1. Kinerja Tesla naik turun sepanjang 2025
Sepanjang 2025, saham Tesla bergerak liar dan hampir dua kali lipat pasca-pemilu presiden Amerika Serikat (AS). Optimisme investor kala itu dipicu kedekatan Musk dengan Presiden terpilih Donald Trump, serta fokus Tesla pada mobil otonom dan armada robotaxi. Namun pada April 2025, saham Tesla anjlok karena penjualan kuartal I dan II merosot tajam, sehingga seluruh keuntungan pascapemilu sirna.
Tekanan makin berat karena persaingan sengit dengan produsen kendaraan listrik lain, terutama BYD dari China yang diperkirakan akan menyalip Tesla sebagai raksasa EV global. Hilangnya subsidi pajak kendaraan listrik senilai 7.500 dolar AS per akhir September 2025 diprediksi memicu lonjakan penjualan jangka pendek, tetapi akan menekan penjualan di akhir tahun.
Ditambah lagi, keputusan Trump menghapus denda pelanggaran emisi membuat Tesla kehilangan miliaran dolar dari kredit regulasi. Meski dihantam tantangan itu, saham Tesla mulai bangkit dari titik terendahnya. Harapan besar tertuju pada teknologi pengemudian otonom dan proyek robotaxi yang diyakini bisa membuka jalan baru untuk pertumbuhan perusahaan.
2. Kontroversi politik turut guncang Tesla
Tesla juga sempat menghadapi badai politik yang mempengaruhi citra mereknya. Musk ditunjuk dalam Departemen Efisiensi Pemerintahan (DOGE) di bawah pemerintahan Trump, tetapi hal ini justru menimbulkan penolakan publik. Kritik keras dari pihak yang menentang agenda Trump membuat reputasi Tesla terpukul dan penjualannya ikut merosot.
Setelah berselisih dengan Trump, Musk akhirnya melepaskan jabatan tersebut. Ia kemudian kembali fokus penuh pada Tesla untuk memulihkan kepercayaan publik dan memperkuat posisi perusahaan di pasar.
3. Paket kompensasi baru dan ambisi Musk
Dilansir dari Business Insider, pada awal September 2025, dewan direksi Tesla mengajukan paket kompensasi anyar untuk Musk yang nilainya bisa menembus 1 triliun dolar AS. Paket ini akan berlaku jika Tesla mencapai target besar, termasuk kapitalisasi pasar 8,5 triliun dolar AS dan penjualan satu juta robot dalam sepuluh tahun ke depan. Rencana itu akan diputuskan pemegang saham pada November 2025 dan berpotensi menaikkan kendali suara Musk hingga 29 persen.
Pembelian saham terbaru membuat kepemilikan Musk naik menjadi 413 juta lembar atau 12,8 persen saham Tesla. Namun, Musk masih mengincar kendali minimal 25 persen untuk memastikan arah pengembangan kecerdasan buatan (AI) dan robotika.
“Saya merasa tidak nyaman mengembangkan Tesla menjadi pemimpin di bidang AI & robotika tanpa memiliki sekitar 25 persen kendali suara,” tulis Musk dalam unggahan di platform X pada Januari 2024, dikutip dari CNN.
Menurut Bloomberg posisi Musk kembali menjadi orang terkaya dunia dengan kekayaan 419 miliar dolar AS (setara Rp6,8 kuadriliun) per Senin (15/9). Ia sempat disalip oleh pendiri Oracle, Larry Ellison, yang mencatat kekayaan 383,2 miliar (setara Rp6,2 kuadriliun) dolar AS setelah lonjakan laba Oracle. Namun, kenaikan harga saham Tesla hampir 60 persen dalam enam bulan terakhir membantu Musk merebut lagi gelar itu.