Scoot.co.id , JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan peningkatan jumlah perusahaan tercatat menjadi 1.200 pada tahun 2029. Ambisi ini memerlukan penambahan signifikan sebanyak 246 perusahaan baru yang melantai di Bursa, sebagai bagian dari upaya mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, mengungkapkan bahwa target tersebut merupakan bagian integral dari strategi Bursa untuk memperdalam pasar modal, selaras dengan visi pemerintah mencapai pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 8%. Fokus tidak hanya pada kuantitas, melainkan juga pada kualitas perusahaan tercatat.
“Sampai saat ini sudah ada 954 perusahaan tercatat, target kami 1.200 di 2029. Akan tetapi, bukan hanya soal jumlah, tapi kualitas perusahaan tercatatnya kami dorong,” ujar Iman dalam konferensi pers peringatan HUT ke-48 Pasar Modal Indonesia pada Senin (11/8/2025). Hingga 8 Agustus 2025, BEI telah mencatatkan 22 perusahaan baru yang melakukan Initial Public Offering (IPO), berhasil menghimpun dana sebesar Rp10,39 triliun.
Dalam mendorong kualitas, BEI secara aktif mengupayakan kehadiran perusahaan-perusahaan mercusuar atau lighthouse yang melakukan IPO. Definisi perusahaan lighthouse adalah perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasar di atas Rp3 triliun dan free float minimal 15%. Sampai 8 Agustus 2025, empat perusahaan lighthouse telah sukses IPO tahun ini, yaitu PT Raharja Energi Cepu Tbk. (RATU), PT Bangun Kosambi Sukses Tbk. (CBDK), PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk. (YUPI), dan PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA).
Dengan target lima IPO lighthouse tahun ini, BEI hanya membutuhkan satu tambahan perusahaan lagi untuk mencapai sasaran tersebut. Iman menambahkan, dalam pipeline IPO hingga akhir tahun ini, terdapat enam perusahaan yang siap melantai di Bursa, dengan dua di antaranya termasuk kategori lighthouse. Sektor-sektor yang dominan dalam pipeline tersebut meliputi material dasar, transportasi dan logistik, serta finansial.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menjelaskan bahwa BEI memiliki sejumlah strategi komprehensif untuk mendongkrak jumlah sekaligus kualitas perusahaan tercatat. Salah satu inisiatif strategis adalah penyusunan kajian mendalam mengenai IPO yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti grup usaha besar/konglomerasi, perusahaan potensial IPO, investor institusi dan ritel, serta lembaga pemerintah. Kajian ini bertujuan untuk memahami minat perusahaan berskala besar terhadap IPO, menggali tantangan, dan menyusun rekomendasi perbaikan regulasi serta penguatan infrastruktur pasar modal.
Selain itu, BEI juga membentuk unit kerja khusus yang memberikan pendampingan aktif kepada perusahaan, baik swasta, BUMN, maupun BUMD, dalam mempersiapkan IPO. Pendampingan ini dilakukan melalui berbagai program seperti go public workshop, coaching clinic, one-on-one meeting, dan networking event yang mempertemukan pelaku usaha dengan profesi penunjang pasar modal. “Inisiatif ini diharapkan dapat mempermudah akses perusahaan terhadap ekosistem pasar modal dan mempercepat proses transformasi menuju perusahaan terbuka,” kata Nyoman.
Sementara itu, dukungan terhadap pertumbuhan dan kualitas pasar modal juga datang dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Deputi Komisioner Pengawas Emiten, Transaksi Efek, dan Pemeriksaan Khusus OJK, I.B. Aditya Jayaantara, menegaskan komitmen OJK untuk mendorong tidak hanya kuantitas, tetapi juga kualitas perusahaan tercatat. “Bahwa bagaimana kami kejar bukan hanya jumlah tapi kualitasnya. Dari sisi jumlah tidak bosan kami kejar dengan sosialisasi. Di sisi lain, kami juga meningkatkan kualitas,” ujarnya.
OJK, melalui regulasinya, berupaya memperkuat fungsi dan peran lembaga penunjang pasar modal, seperti underwriter, guna meningkatkan proses filtering atau uji tuntas. “Di situ juga dalam konteks [underwriter] memberikan masukan-masukan, strategi harga, timing masuk ke Bursa dan lainnya,” tambah Aditya.
Upaya mendongkrak geliat investasi di pasar modal Tanah Air juga didukung oleh Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, sovereign wealth fund Indonesia. Danantara, bekerja sama dengan OJK, aktif melaksanakan agenda non-deal roadshow di luar negeri. Agenda ini melibatkan pertemuan dengan calon investor institusi dan pelaku pasar internasional, bertujuan memaparkan prospek ekonomi, perkembangan pasar modal, serta peluang investasi di Indonesia, tanpa disertai penerbitan instrumen investasi tertentu.
Managing Director Holding Investment Danantara, Djamal Attamimi, menyatakan bahwa Danantara memandang aksi go public atau IPO sebagai salah satu jalur strategis bagi BUMN untuk menghimpun permodalan. Djamal menjelaskan bahwa BUMN yang belum IPO, seperti PTPN, akan melalui analisis pasar serta kekuatan dan kelemahan untuk efisiensi dan konsolidasi. “Jadi objektif kita ke depan itu adalah mobilitas BUMN yang lebih besar. Jadi, kalau jumlahnya [BUMN] sekarang banyak, ada 800 lebih, mungkin kita akan mencari jalan dengan penggabungan agar BUMN menjadi lebih besar,” ucap Djamal dalam Bisnis Indonesia Forum di Jakarta belum lama ini.
Djamal menambahkan bahwa ukuran perusahaan yang lebih besar dibutuhkan agar dapat berkompetisi di tingkat global, yang pada gilirannya memerlukan struktur permodalan eksternal. Salah satu opsi permodalan ini, menurutnya, berasal dari lantai bursa. “Nah IPO, itu merupakan salah satu cara untuk permodalan, jadi itu tetap merupakan suatu opsi yang ada di kami selain juga dengan partnership, dengan strategic partners baik dalam negeri maupun luar negeri,” kata Djamal.
Danantara juga berfokus pada investasi di sektor-sektor prioritas seperti mineral kritis, energi terbarukan, kesehatan, infrastruktur digital, jasa keuangan, properti, infrastruktur transportasi, serta pangan dan agrikultur. Djamal menegaskan bahwa Danantara tidak ingin menggeser minat investasi atau crowding out sektor swasta maupun minat investasi dari luar negeri. Menurutnya, Danantara lebih melihat proyek-proyek yang perlu diinisiasi dan menginisiasi proyek-proyek skala besar, dengan sebagian besar proyek yang ada saat ini telah memiliki mitra dari dalam maupun luar negeri.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.