Scoot.co.id, JAKARTA – Ekspektasi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) di Amerika Serikat diprediksi akan memberikan keuntungan signifikan bagi aset obligasi Indonesia, menjadikannya yang paling menjanjikan di kawasan Asia. Pelonggaran moneter di AS secara umum menguntungkan aset negara berkembang, namun surat utang berdenominasi rupiah di Indonesia diperkirakan akan meraih kinerja terbaik berkat imbal hasil yang saat ini tertinggi di Asia.
Yield Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia tenor 10 tahun saat ini mendekati 6,5%, menunjukkan potensi pertumbuhan yang menarik. Keunggulan ini semakin diperkuat oleh kebijakan Bank Indonesia (BI) yang memprioritaskan stabilitas nilai tukar. Kondisi ini memberikan ruang bagi BI untuk melonggarkan kebijakan moneter lebih lanjut seiring pelemahan dolar AS, tanpa memicu penurunan nilai rupiah secara signifikan. Prospek ini mendukung proyeksi penurunan yield SBN hingga mencapai 6,3%, seiring geliat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Rajeev De Mello, Manajer Portofolio GAMA Asset Management, mengungkapkan posisi obligasi berdenominasi mata uang lokal di Asia, khususnya Indonesia, sangat menguntungkan dalam skenario pelemahan dolar AS. “Indonesia menjadi alokasi yang signifikan dalam posisi kami di obligasi pasar negara berkembang berdenominasi mata uang lokal,” ujarnya kepada Bloomberg, Kamis (7/8/2025).
Pelemahan dolar AS diperkirakan akan mendorong penguatan rupiah dan menekan imbal hasil obligasi Indonesia lebih lanjut. Korelasi antara pergerakan pasangan dolar AS-rupiah dengan imbal hasil obligasi Indonesia bertenor 10 tahun semakin kuat, dengan korelasi 30 hari mencapai level tertinggi sejak Juli 2024. Hal ini terlihat dari penurunan imbal hasil obligasi Indonesia bertenor 10 tahun sebesar sembilan basis poin pada Senin (4/8/2025), penurunan terbesar di antara negara-negara berkembang di Asia, setelah imbal hasil obligasi AS tenor serupa melemah pada Jumat (1/8/2025) akibat data ketenagakerjaan AS yang lebih lemah dari perkiraan.
Sensitivitas obligasi rupiah terhadap kenaikan imbal hasil Treasury AS juga meningkat karena semakin menyempitnya selisih suku bunga. Selisih imbal hasil antara obligasi Indonesia dan AS bertenor 10 tahun berada di kisaran 220 basis poin, sekitar 1,1 deviasi standar di bawah rata-rata lima tahun terakhir. Seperti yang ditulis para ahli strategi Goldman Sachs Group Inc., termasuk Danny Suwanapruti dan Xinquan Chen, “Reli obligasi rupiah bisa terjadi, tetapi membutuhkan obligasi Treasury AS sebagai pemicunya.”
Meskipun ekspektasi defisit fiskal yang lebih lebar masih menjadi tantangan, harapan terhadap penurunan suku bunga BI dapat mengurangi kekhawatiran tersebut. Penguatan rupiah pada Agustus, setelah mengalami penurunan terbesar sejak Februari, memberikan ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga. Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan kembali adanya ruang untuk penurunan suku bunga, setelah memangkas suku bunga acuan sebesar total 75 basis poin sepanjang tahun ini. De Mello memperkirakan BI akan melakukan dua kali pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin lagi sebelum akhir tahun, didukung oleh siklus pelonggaran moneter The Fed yang memberikan fleksibilitas kebijakan bagi BI.
Ringkasan
Obligasi Indonesia diprediksi akan meraih keuntungan signifikan jika The Fed menurunkan suku bunga. Yield Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia yang tinggi, sekitar 6,5%, dan kebijakan Bank Indonesia yang menjaga stabilitas nilai tukar rupiah menjadi daya tarik utama. Potensi penurunan yield hingga 6,3% didukung oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia dan pelemahan dolar AS.
Pelemahan dolar AS diperkirakan akan memperkuat rupiah dan menekan imbal hasil obligasi Indonesia. Korelasi antara pergerakan dolar AS-rupiah dengan imbal hasil SBN Indonesia sangat kuat. Meskipun defisit fiskal menjadi tantangan, ruang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga masih terbuka, didukung oleh potensi pelonggaran moneter The Fed.