Pertamina Geothermal Energy (PGEO) Optimistis Bisa Pulihkan Laba Bersih

Scoot.co.id JAKARTAPT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) menunjukkan optimisme tinggi terhadap peningkatan kinerja keuangannya, menargetkan pertumbuhan signifikan pada pendapatan dan laba bersih hingga akhir tahun 2025. Optimisme ini muncul meskipun ada beberapa tantangan yang membayangi laba bersih perseroan di periode sebelumnya.

Pada laporan keuangan kuartal III-2025, PGEO memang berhasil membukukan peningkatan pendapatan sebesar 4,20% secara tahunan (YoY), mencapai angka US$ 318,86 juta. Namun, di sisi lain, laba bersih PGEO justru terkoreksi cukup dalam, yakni 22,18% YoY, menjadi US$ 104,26 juta.

Menurut Direktur Keuangan PGEO, Yurizki Rio, penurunan laba bersih ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah kenaikan beban depresiasi yang mencapai 9,61% YoY, menjadi US$ 91,49 juta. Peningkatan beban ini tak lepas dari mulai beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lumut Balai Unit 2 sejak Juni 2025.

Selain itu, PGEO juga menghadapi lonjakan beban gaji dan tunjangan sebesar US$ 13,4 juta YoY. Kenaikan ini dipicu oleh implementasi program Management and Employee Stock Option Program (MESOP) yang menelan biaya US$ 7,5 juta. “Kami memandang ini sebagai investasi pada sumber daya manusia,” terang Yurizki Rio dalam paparan publik, Senin (3/11/2025).

Faktor lain yang turut menekan laba bersih adalah kerugian selisih kurs yang mencapai US$ 10,22 juta. Yurizki menjelaskan bahwa PGEO memiliki eksposur utang dalam mata uang yen Jepang (JPY). Penguatan signifikan mata uang JPY terhadap dolar Amerika Serikat (US$) secara langsung memberikan dampak negatif terhadap kondisi keuangan perseroan.

Meskipun demikian, PGEO menegaskan bahwa penurunan laba bersih tersebut masih dalam koridor yang wajar. Klaim ini didasari oleh kemampuan perseroan untuk mempertahankan pertumbuhan EBITDA dan menjaga arus kas yang sehat sepanjang tahun 2025 berjalan.

Menanggapi tantangan selisih kurs, Yurizki menyatakan bahwa pihaknya akan berfokus pada strategi lindung nilai (hedging). Langkah ini diambil untuk meminimalisir dampak tekanan akibat volatilitas mata uang JPY. Strategi ini terbukti cukup efektif, dengan bukti bahwa hingga Oktober 2025, kerugian selisih kurs PGEO berhasil ditekan hingga hanya sekitar US$ 8 juta – US$ 9 juta.

“Kami bertekad untuk memastikan bahwa kerugian selisih kurs tidak akan melebihi US$ 10 juta,” imbuhnya, menunjukkan komitmen manajemen dalam mengelola risiko keuangan.

Untuk sisa tahun 2025, PGEO memproyeksikan pendapatan dapat mencapai kisaran US$ 424 juta hingga US$ 426 juta. Proyeksi ambisius ini didukung oleh asumsi bahwa produksi listrik panas bumi PGEO akan mencapai 4.978 gigawatt hour (GWh).

Selain itu, perseroan juga menargetkan untuk mempertahankan margin EBITDA di kisaran 78%–80% dan margin laba bersih di angka 33%–35% hingga akhir tahun ini, mencerminkan efisiensi operasional yang solid.

Melangkah ke tahun 2026, PGEO memperkirakan pertumbuhan produksi listrik sekitar 2,5% dari tahun sebelumnya, mencapai 5.100 GWh. Dari kapasitas operasional yang meningkat ini, pendapatan PGEO pada 2026 diperkirakan akan menyentuh angka US$ 450 juta. Sementara itu, margin EBITDA dan margin laba bersih diupayakan untuk tetap setara dengan proyeksi tahun 2025.

Melihat prospek kinerja PGEO, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menilai perseroan memiliki masa depan yang menjanjikan dalam jangka panjang. Hal ini sejalan dengan tren transisi energi yang tengah gencar di Indonesia. Ambisi PGEO untuk meningkatkan kapasitas terpasang panas bumi hingga 1 gigawatt (GW) dalam beberapa tahun mendatang dipastikan akan memberikan dampak positif signifikan terhadap keberlanjutan kinerja keuangan emiten.

Kendati demikian, Nafan mengingatkan bahwa PGEO perlu memastikan kelancaran setiap proyek panas bumi yang sedang berjalan. Mengingat teknologi di sektor energi terbarukan, khususnya panas bumi, masih tergolong mahal, PGEO harus ekstra hati-hati dalam mengelola biaya investasi pada setiap proyeknya.

“Kunci utamanya adalah memastikan proyek panas bumi PGEO berjalan sesuai cetak biru agar beban operasi tidak membengkak secara signifikan,” tegas Nafan pada Senin (3/11), menyoroti pentingnya efisiensi biaya.

Mengingat harga saham PGEO telah melesat 39,04% year to date (ytd) ke level Rp 1.300 per saham hingga Senin, Nafan menyarankan investor untuk bersikap wait and see. Hal ini lantaran valuasi PGEO dinilai sudah cukup tinggi, tercermin dari rasio Price to Earning (PE) yang berada di level 25,21 kali.

Di sisi lain, Analis KB Valbury Sekuritas, Laurencia Hiemas, melihat PGEO memiliki modal berharga untuk mengakselerasi kinerja di masa mendatang. Posisi strategis PGEO sangat kuat, dengan mengendalikan 34% dari peta jalan panas bumi pemerintah. Peta jalan ini menargetkan peningkatan kapasitas PLTP nasional secara signifikan, dari 133 megawatt (MW) pada tahun 2025 menjadi 5,2 GW pada tahun 2034.

Pendapatan PGEO diperkirakan akan tumbuh stabil, dari proyeksi US$ 420 juta pada tahun 2025 menjadi US$ 754 juta pada tahun 2030,” demikian tulis Laurencia dalam risetnya yang diterbitkan pada 23 September 2025.

Berdasarkan potensi tersebut, Laurencia merekomendasikan beli saham PGEO dengan target harga Rp 1.600 per saham.

Ringkasan

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) optimis terhadap peningkatan kinerja keuangan hingga akhir 2025, meskipun laba bersih kuartal III-2025 mengalami penurunan 22,18% YoY menjadi US$ 104,26 juta. Penurunan ini disebabkan oleh kenaikan beban depresiasi, beban gaji dan tunjangan akibat program MESOP, serta kerugian selisih kurs akibat utang dalam mata uang yen Jepang (JPY). PGEO berencana menerapkan strategi lindung nilai (hedging) untuk meminimalisir dampak volatilitas mata uang JPY dan menargetkan pendapatan mencapai US$ 424 juta hingga US$ 426 juta dengan produksi listrik 4.978 GWh.

PGEO juga menargetkan pertumbuhan produksi listrik sekitar 2,5% pada tahun 2026, mencapai 5.100 GWh, dengan pendapatan diperkirakan menyentuh US$ 450 juta. Analis menilai PGEO memiliki masa depan menjanjikan seiring transisi energi di Indonesia, meskipun perlu memastikan kelancaran proyek panas bumi dan mengelola biaya investasi dengan hati-hati. Beberapa analis merekomendasikan beli saham PGEO dengan target harga yang lebih tinggi berdasarkan potensi pertumbuhan pendapatan perusahaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *