Prospek Indeks LQ45 Ditaksir Cerah pasca Rebalancing, Cermati Rekomendasi Analis

Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengumumkan perubahan signifikan pada daftar konstituen Indeks LQ45 melalui proses rebalancing yang akan berlaku mulai November 2025 hingga 30 Januari 2026. Langkah strategis ini menghadirkan lima emiten baru yang berpotensi menyuntikkan optimisme, di tengah kinerja indeks saham paling likuid ini yang sempat tertekan.

Menurut pengumuman resmi BEI, PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL), dan PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) kini resmi menjadi bagian dari jajaran elit Indeks LQ45. Mereka menggantikan posisi lima emiten sebelumnya, yakni PT Bank Jago Tbk (ARTO), PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), PT Jasa Marga Tbk (JSMR), PT Map Aktif Adiperkasa Tbk (MAPA), dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), yang untuk sementara waktu tidak lagi menjadi bagian dari indeks tersebut.

Pergantian konstituen Indeks LQ45 ini terjadi saat indeks tersebut menghadapi tantangan kinerja yang cukup berat sejak awal tahun. Tercatat hingga Selasa (28/10/2025), Indeks LQ45 membukukan penurunan 1,74% secara year to date (YtD) di level 822,61. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang justru perkasa dengan kenaikan 12,97% pada periode yang sama.

Meskipun demikian, para analis pasar optimistis terhadap prospek cerah Indeks LQ45 ke depan. Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, meyakini bahwa indeks ini masih memiliki potensi pemulihan yang kuat. Keyakinan ini didukung oleh sinyal perbaikan teknikal dari beberapa saham berkapitalisasi besar yang tetap bertahan dalam indeks, serta potensi kembalinya aliran dana asing yang mulai melirik valuasi menarik dari emiten-emiten tersebut.

Sejalan dengan pandangan tersebut, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, menekankan bahwa kehadiran kelima emiten baru ini sangat berpotensi mengakselerasi pemulihan kinerja Indeks LQ45. Menurut Harry, saham-saham pendatang baru yang mayoritas berasal dari sektor energi, komoditas, dan kesehatan, cenderung memiliki sifat defensif dan menunjukkan tren penguatan. Pergeseran ini diharapkan membuat Indeks LQ45 menjadi lebih relevan bagi arus dana institusi dan membuka peluang rotasi ke saham likuid dengan fundamental yang kuat.

Harry Su menambahkan, “Underperformance LQ45 terhadap IHSG berpotensi mengecil pasca rebalancing karena emiten-emiten baru membawa momentum sektor energi dan hilirisasi. Sementara itu, DSSA yang memiliki bobot cukup besar bisa menjadi pendorong utama bila sentimen energi dan digital tetap positif.” Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa konstituen baru akan membawa dinamika sektor yang tengah berkembang pesat ke dalam indeks.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, turut memprediksi adanya peluang perbaikan Indeks LQ45 hingga akhir tahun, terutama dengan adanya potensi efek window dressing. Namun, Nico mengingatkan bahwa sentimen global dan domestik akan menjadi faktor penentu. Ia juga menyinggung usulan Morgan Stanley Capital Index (MSCI) untuk penyesuaian metodologi perhitungan free float khusus saham Indonesia, yang sempat memicu anjloknya IHSG lebih dari 3% dan berpotensi menahan laju Indeks LQ45 jika memicu aksi jual besar-besaran.

Meskipun demikian, Nico melihat sinyal pemulihan pada kinerja saham pendatang baru berkat membaiknya sentimen pasar global dan domestik. Hal ini memperkuat optimisme terhadap potensi perbaikan Indeks LQ45. Kehadiran emiten seperti BUMI, DSSA, EMTK, HEAL, dan NCKL tidak hanya menambah diversifikasi, tetapi juga menyumbang sentimen pertumbuhan struktural yang kuat.

Ekky Topan lebih lanjut menjelaskan potensi masing-masing emiten baru. BUMI diperkirakan akan diuntungkan oleh pemulihan permintaan energi dan peningkatan efektivitas operasional. DSSA menawarkan narasi pertumbuhan jangka panjang yang menarik melalui portofolio energi terbarukan dan pusat data. EMTK menunjukkan perbaikan profitabilitas yang signifikan seiring konsolidasi dan monetisasi ekosistem digital dan medianya. Di sektor kesehatan, HEAL tetap menjadi pilihan defensif yang stabil di tengah berbagai siklus ekonomi, mengingat kebutuhan layanan kesehatan yang terus meningkat. Sementara itu, NCKL berada pada posisi strategis dalam agenda hilirisasi nikel nasional dan rantai pasok baterai kendaraan listrik, menjadikannya magnet investasi global.

Ekky juga menegaskan bahwa perubahan konstituen ini lebih merupakan penyesuaian teknis daripada indikasi melemahnya sektor tertentu. “Khusus sektor keuangan misalnya, keluarnya beberapa nama tidak mencerminkan pergeseran fundamental. Justru sektor ini tetap menjadi pilar utama perekonomian dan pasar modal Indonesia,” ujarnya, menggarisbawahi resiliensi sektor finansial.

Dari sisi rekomendasi investasi, Ekky Topan menyarankan investor untuk mencermati beberapa konstituen baru yang menjanjikan momentum teknikal dan prospek jangka panjang menarik. BUMI dapat menjadi opsi trading dengan potensi penguatan menuju level support dan resistance Rp160–Rp170. EMTK dinilai berada di area yang cukup atraktif, dengan potensi apresiasi jangka panjang menuju Rp2.000. Sementara itu, NCKL memiliki peluang untuk melanjutkan tren positif, menargetkan area Rp1.500 sejalan dengan perkembangan hilirisasi dan permintaan material kendaraan listrik.

Harry Su merekomendasikan untuk membeli saham DSSA dengan target harga Rp150.000, BUMI dengan target Rp170, NCKL di Rp1.300, dan HEAL di Rp1.800 per saham. Senada, Nico Demus menilai saham EMTK, HEAL, dan NCKL cukup menarik untuk dikoleksi dalam jangka pendek. Untuk investasi jangka panjang, Nico secara spesifik memilih HEAL dengan target harga Rp1.720.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *