JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengonfirmasi bahwa PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) atau Bank BJB menunjukkan minat untuk menerima suntikan dana kas pemerintah. Dana ini rencananya akan disalurkan kembali oleh Bank BJB dalam bentuk kredit kepada masyarakat, sejalan dengan inisiatif pemerintah dalam meningkatkan likuiditas perbankan daerah.
Minat Bank BJB ini muncul setelah Menteri Keuangan sebelumnya, Purbaya Yudhi Sadewa, berdiskusi dengan Bank Jakarta dan Bank Jawa Timur (Bank Jatim) yang juga menyatakan ketertarikan serupa. Pembicaraan ini merupakan kelanjutan dari langkah pemerintah pusat yang menempatkan kas sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke himpunan bank milik negara (Himbara), sebuah upaya strategis untuk menggerakkan perekonomian.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan adanya perubahan persepsi yang menarik di kalangan perbankan. Ia menyebut, injeksi dana pemerintah sebesar Rp200 triliun awalnya sempat dianggap sebagai suatu pemaksaan. Namun, saat ini justru Himbara proaktif meminta tambahan suntikan likuiditas, dan tren ini diikuti oleh bank pembangunan daerah (BPD) yang juga berharap dapat menikmati kucuran dana murah tersebut.
“Ini permintaannya cukup menarik. Bank Jatim kemarin sudah ngomong ke Pak Menteri [Keuangan], Bank DKI [Bank Jakarta] juga, bahkan kalau tidak salah saya dengar Bank BJB juga tertarik,” terang Febrio kepada awak media di kantor Ditjen Pajak Kemenkeu, Jakarta, Kamis (9/10/2025). Kemenkeu ke depannya akan meninjau secara saksama proposal yang diajukan oleh berbagai BPD ini mengenai strategi penyaluran dana pemerintah menjadi kredit.
Febrio menegaskan bahwa penempatan dana kas pemerintah, baik yang telah dilakukan di Himbara maupun yang direncanakan di beberapa BPD, bukanlah bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana ini merupakan bagian dari pengelolaan kas pemerintah yang dinamis, bergerak sejalan dengan siklus penerimaan dan pengeluaran negara.
Penyaluran dana ini menawarkan keuntungan signifikan bagi perbankan, karena bunganya lebih murah dibandingkan dengan cost of fund internal bank. Bunga yang diberikan setara dengan remunerasi di BI, yaitu sebesar 80% dari suku bunga acuan. Dengan BI Rate saat ini yang berada di level 4,75%, ini menjadi peluang menarik bagi BPD untuk mendapatkan likuiditas dengan biaya yang efisien.
Meski demikian, Febrio memastikan bahwa pemerintah akan bertindak sangat hati-hati. Kemenkeu akan memastikan setiap bank mampu menyajikan proposal penyaluran likuiditas yang akuntabel dan transparan. “Kalau ternyata kita tidak yakin dengan proposalnya, apalagi kalau ada kasus ya, itu tentunya akan dipertimbangkan,” pungkasnya, menunjukkan komitmen pemerintah terhadap prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana negara.
Ringkasan
Kementerian Keuangan mengonfirmasi bahwa Bank BJB berminat menerima suntikan dana dari pemerintah, yang akan disalurkan kembali sebagai kredit kepada masyarakat. Minat ini muncul setelah Bank Jakarta dan Bank Jatim juga menyatakan ketertarikan serupa, sebagai kelanjutan dari penempatan kas Rp200 triliun dari BI ke Himbara untuk menggerakkan perekonomian.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu, menyatakan bahwa injeksi dana ini awalnya dianggap pemaksaan, namun kini Himbara dan BPD proaktif meminta tambahan likuiditas. Kemenkeu akan meninjau proposal BPD mengenai strategi penyaluran dana, memastikan akuntabilitas dan transparansi sebelum menyalurkan dana dengan bunga yang lebih murah dibandingkan cost of fund internal bank.